Kyai Ageng Pemanahan selanjutnya minta ijin kepada Sultan untuk
menempati daerah Mataram itu. Sultan Hadiwijoyo mengizinkan dan
berpesan,” Seorang gadis dari Kalinyamat itu supaya diasuh dan dijaga
baik-baik. Apalagi sudah dewasa hendaklah dibawa masuk ke Istana”.
Pesan itu disanggupi oleh Kyai Ageng Pemanahan, tetapi ia memohon agar
diperkenankan mengajak putra Sultan Hangabehi Loring Pasar untuk pindah
ke Mataram. Kyai Ageng Pemanahan sekeluarga berangkatlah menuju tlatah
Mataram disertai dua orang menantunya, yakni Raden Dadap Tulis dan
Tumenggung Mayang. Ditambah pula Nyi Ageng Nis istri Kyai Ageng Mataram
dan penasehatnya Ki Ageng Juru Martani. Peristiwa ini terjadi pada hari
Kamis Pon tanggal 3 Rabiulawal tahun Jimawal. Dalam perjalanan mereka
singgah berziarah ke Istana Pengging sehari semalam.
Kyai Ageng sekeluarga melakukan doa dan sembahyang, memohon petunjuk
kepada Tuhan, melakukan semedi dan shalat hajat, doanya ternyata
diterima Tuhan, muncul pertanda pepohonan seketika menjadi condong,
tetapi pohon serat tinggal tetap tegap. Setelah sembahyang subuh mereka
berangkat menuju Mataram dan berhenti di desa Wiyoro. Selanjutnya
membangun sebuah desa yakni desa Karangsari setelah singgah sementara
waktu Kyai Ageng Pemanahan dan Ki Juru Mertani mencari pohon beringin
yang telah ditanam oleh Sunan Kali Jogo untuk tetenger di sanalah
letaknya wilayah Mataram dimaksud.
Terdapatlah pohon tersebut di sebelah barat daya Wiyoro. Lalu memilih
tanah sebelah selatan beringin yang hendak dipakai sebagai halaman dan
rumah untuk bertempat tinggal Kyai Ageng Pemanahan beserta keluarga.
Mereka bekerja keras, hingga pembangunan rumah beliau selesai dalam
waktu singkat. Kemudian rumah baru segera ditempati Kyai Ageng
Pemanahan yang kemudian tersohor namanya dengan gelar Kyai Ageng
Mataram. Banyak saudara asing ke Mataram sehingga menambah ramai dan
makmurnya Mataram (sekarang dikenal dengan nama Kotagede, pusat
kerajinan perak di Yogyakarta).
Sahdan gadis pingitan Sinuhun Sultan Hadiwijoyo yang berasal dari
Kalinyamat kini telah dewasa. Ngabehi Loring Pasar (Raden Danang
Sutowijoyo) pun telah dewasa. Ia mengganggu gadis pingitan tersebut. Hal
ini segera diketahui oleh ayahnya Ki Ageng Mataram. Anaknya dipanggil
lalu bersabda:
Ki Ageng Mataram; Anakku..mengapa kamu berani mengganggu gadis pingitan, alangkah amarahnya Sinuhun nanti apabila mengetahui.
Raden Sutowijoyo berkata; ”Saya berani melakukan hal itu, karena telah menerima wahyu.
KAM : Bagaimana kamu dapat mengatakan demikian itu ?
R.S
: Ya. Demikianlah ketika mendengar daun nyiur jatuh ayah Sultan
terkejut, lagi pula ketika hendak minum air kelapa itu terkejut pula.
Kyai Ageng Mataram menyatakan, kini belum masanya dan mengajak putranya
mengharap untuk berjanji tetap setia. Keduanya berangkat, pergi ke
kasultanan Pajang. Sinuhun Sultan Hadiwijoyo sedang bercengkerama
dihadap para putranya dan keluarganya. Melihat kedatangan Kyai Ageng
Mataram diantar putranya. Lalu sesudah berjabat tangan Ngabehi Loring
Pasar pun menghadap menghaturkan sembah-bakti. Sinuhun bertanya dengan
keheranan mengapa datang menghadap bukan waktunya menghadap. Kyai Ageng
Mataram menyatakan bahwa menghadapnya itu karena putranya telah berdosa
besar berani melanggar dan mengganggu gadis pingitan dari Kalinyamat.
Dengan bijaksana Sinuhun Sultan Hadiwijoyo berkata,”Anak tidak berdosa,
kalau demikian memang salah saya, tidak memikirkan anak yang telah
dewasa. Oleh karena sudah terlanjur kamipun ikut menyetujui. Tetapi anak
jangan dimurka, pinta Sinuhun kepada Ki Ageng Mataram.
Waktu sudah berjalan sekian lama, karena usianya sudah uzur, Ki Ageng
Mataram gering lalu mangkat pada hari Senin Pon 27 Ruwah tahun Je 1533.
Dimakamkan di sebelah barat Istana Mataram di Kotagede, Yogyakarta.
Sementara itu, Ki Jurumartani pergi ke negeri Pajang menghadapkan putra
Ki Ageng Mataram. Sinuhun lalu bercengkerama dengan Ki Jurumartani
memberitahukan tentang mangkatnya Ki Ageng Mataram, Sinuhun terkejut
hatinya dan bersabda;
“Kakak Jurumartani, sebagai ganti dari penghuni Mataram ialah Ngabehi
Loring Pasar dan harap dimufakati dengan nama Pangeran Haryo Mataram
Senopati Pupuh”. Ki Jurumartani menyanggupi lalu mohon ijin kembali,
peristiwa ini terjadi pada tahun 1540. Lalu Pangeran Haryo Mataram
diangkat pada tahun Dal 1551 bergelar Kanjeng Panembahan Senopati ing
Ngalogo yang menguasai tanah Jawa. Kemudian menurunkan raja-raja
Surakarta dan Yogyakarta, demikian pula para Bupati di pantai-pantai
Jawa hingga sekarang.
Kanjeng Panembahan Senopati memegang kekuasaan kerajaan 13 tahun
lamanya. Sesudah gering kemudian mangkat, pada hari Jumat Pon bulan Suro
tahun Wawu 1563. Dimakamkan di sebelah barat Masjid di bawah
ayahandanya. Selanjutnya putranya yang menggantikan dengan gelar Kanjeng
Susuhunan Prabu Hanyokrowati. Penobatannya dalam bulan yang bersamaan
dengan wafatnya Kanjeng Panembahan Senopati.
Pada suatu hari, Kanjeng Susuhunan pergi berburu rusa ke hutan. Dengan
tiada terasa telah berpisah dengan para pengantar dan pengawalnya,
kemudian beliau diserang punggungnya oleh rusa dan beliau jatuh ke
tanah. Sinuhun diangkat ke istana dan ia perintahkan memanggil kakanda
Panembahan Purboyo.
Sinuhun bersabda, “Kakanda, andaikata kami sampai meninggal, oleh
karena Gusti Hadipati sedang bepergian, putramu Martopuro harap
ditetapkan sebagai wakil menguasai Negeri Mataram. Amanat tersebut
disanggupi, Sinuhun terkenal dengan gelar Sinuhun Seda Krapyak. Beliau
mangkat pada bulan Besar, tuhan Jimawal 1565 dan dimakamkan di sebelah
bawah makan ayahandanya, Panembahan Senopati.
Demikian sejarah singkat kerajaan Mataram, yang sampai saat ini
terbukti masih berdiri kokoh. Lalu dari keturunan manakah raja-raja
besar Mataram ? Berikut ini saya paparkan silsilah leluhur kerajaan
Mataram:
1. Sinuhun Brawijaya V, raja kerajaan Majapahit terakhir berputera Raden Bondan Kejawan yang bergelar Kyai Ageng Tarub ke III.
2. Kyai Ageng Tarub III mempunyai putra yakni Kyai Ageng Getas Pandowo.
3. Kyai Ageng Getas Pandowo berputera Ki Ageng Selo.
4. Kyai Ageng Selo berputera Ki Ageng Nis.
5. Ki Ageng Nis berputera Ki Ageng Pemanahan (Ki Ageng Mataram).
6. Ki Ageng Pemanahan berputera Kanjeng Panembahan Senopati ing Ngalogo.
7. Kanjeng Panembahan Senopati ing Ngalogo berputera Sinuhun Prabu Hanyokrowati.
8. Sinuhun
Prabu Hanyokrowati berputera Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo
Kalipatullah Panetep Panatagama Senopati ing Prang.
RIWAYAT BALOK
Bagi
kebanyakan masyarakat Jawa khususnya Yogyakarta dan Solo, percaya
dengan kisah mistik raja-raja Mataram yang berhubungan erat dengan
Kanjeng Ratu Kidul. Kanjeng Ratu Kidul entitasnya bukan lah sejenis jin,
siluman atau setan, tetapi merupakan wujud panitisan dari bidadari,
yang turun ke dalam dimensi gaibnya bumi (bukan alam ruh/barzah),
berperan menjaga keseimbangan alam semesta khususnya sepanjang pesisir
selatan Jawa dan wilayah samodra selatan Nusantara. Menjaga kelestarian
alam dengan mencegah atau menghukum manusia yang tidak menghormati alam
semesta ciptaan Tuhan YME, atau manusia yang merusak keseimbangan alam
dengan cara mengambil kekayaan alam secara serakah dan tamak. Kanjeng
Ratu Kidul sebagaimana raja atau ratu gung binatara yang bijaksana dan
sakti mandraguna, manembah tunduk kepada Gusti Ingkang Akaryo jagad.
Namun demikian, Kanjeng Ratu Kidul tetap sebagai entitas mahluk halus,
dalam arti tidak memiliki raga atau jasad dalam bentuk fisik.
Kisah mistis di atas tidak terlepas dari sejarah pusaka balok kayu jati
yang bernama Kyai Tunggulwulung. Saat ini diletakkan di sebelah timur
makam Gusti Kanjeng Panembahan Senopati yang membujur ke utara,
panjangnya 5 meter diameter 25 cm. Balok tersebut adalah bekas titihan
(kendaraan/perahu) ketika Panembahan Senopati bertapa menghanyutkan diri
di sungai Opak hingga sampai di kratonnya jagad halus, ialah Kanjeng
Ratu Kidul. Kemudian mempunyai wilayah jajahan di jagad halus. Seperti
ditulis dalam kitab Wedhatama karya KGPAA Mangkunegoro IV, dalam tembang
Sinom, yang artinya sebagai berikut ;
1) Sekalipun
Kanjeng Ratu Kidul dapat menguasai samodra, apa pun kehendaknya
terlaksanan. Akan tetapi masih kalah wibawa dengan Gusti Kanjeng
Panembahan Senopati.
2) Kanjeng
Ratu Kidul sangat mengharapkan bisanya terjalin persahabatan antara
kerajaan mahluk halus dengan kerajaan Senopaten. Selanjutnya memohon
agar sekali tempo Gusti Kanjeng Panembahan Senopati sudi mengadakan
pertemuan di dalam dunia mahluk halus. Sekalipun dengan susah payah
Panembahan Senopati menyanggupi hingga sampai turun temurun.
Selanjutnya wawancara antara Gusti Panembahan Senopati (GPS) dengan Kanjeng Ratu Kidul (KRK), begini:
KRK
: “…Marilah Kangmas Priyagung agigit, bersama dengan kami, tinggalkan
saja Sang Permaisuri serta abdi sentana putri. Anda di alam kami akan
mendapatkan ganti yang lebih memuaskan hati. Pindahlah dari Mataram,
hamba akan menerima dengan senang hati. Di dalam kerajaan kami Paduka
akan penuh wibawa, kami sembah dan kami siap mengabdi sampai akhir
zaman.
GPS
: “…Karena sudah demikian cinta Dinda dengan saya, saya pun tidak akan
menyia-nyiakan, saya sambut uluran kasih persahabatan Dinda. Tetapi
leluhur kami berpesan, bangsa manusia itu karena berasal dari bumi
sebaiknya sampai akhir hayatnya juga dikubur di bumi. Tidak pantas dan
merupakan pantangan kami merubah jenis menjadi mahluk halus. Oleh karena
itu jangan khawatir saya ingkar janji, setiap hari selalu terbayang
kecantikan wajah Adinda. Dalam waktu tertentu kita sekali tempo
mengadakan pertemuan saja”.
Demikian sekilas riwayat balok Mataram, yang sedikit banyak dapat
menguak sejatinya hubungan gaib kerajaan Mataram secara turun temurun
dengan kerajaan dunia halus di laut selatan. Bagaimana menempatkan
secara tepat dan bijaksana antara manusia dengan mahluk halus yang juga
ciptaan Gusti Allah Yang Maha Wisesa. Dapat sebagai contoh bagi generasi
sekarang bagaimana cara memahami hubungan manusia dengan mahluk gaib.
Seyogyanya manusia dapat bersikap bijaksana dan tidak sombong,
menempatkan mereka yang gaib sebagaimana interaksi dengan manusia saling
menghargai dan menghormati sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan. Karena
masih sebagai mahluk Tuhan, mahluk halus tetap memiliki karakter
seperti halnya manusia, ada yang baik ada yang jahat, ada yang manembah
kepada Tuhan, tetapi ada pula yang membangkang.
RIWAYAT SOKO GURUSoko Guru adalah tiang penyangga atap rumah berbahan kayu jati yang dikelilingi ukiran halus dan indah, terletak di Pasarean Mataram, disebelah timur dan di pacak suji, sbb;
Ketika Kerajaan Kartasura yang bertahta adalah Ingkang Sinuhun Kanjeng
Susuhunan (ISKS) Mangkurat Amral tahun 1606 M, wilayah terkena bencana
kelaparan, banyak orang yang sengsara dan menderita kelaparan. ISKS
sangat sedih hatinya, kemudian memanggil adik Dalem Gusti Pangeran
Puger. Adik Dalem lalu sowan menghadap, Sinuhun bertitah,” kalau terus
begini Dimas, saya hendak bunuh diri saja dan saya minta diri. Saya
sangat malu disembah rakyat senegara tetapi tidak dapat membuat rakyat
bahagia. Yang hina dina adalah nama ratu. Gusti Pangeran Puger berkata,
“Sabarlah dahulu Kangmas, jangan mudah putus asa. Saya mohon diri dari
Praja, hendak memohon pertolongan Tuhan, hendak sowan (ziarah) ke
Pasarean (makam) Mataram. Sinuhun mengijinkan, dan bersabda,”Saya hanya
dapat mengurangi makan dan tidur untuk membantu Dimas”. Sang pangeran
Puger mohon diri, terus mengundurkan diri dan mampir di Dalem Pugeran,
untuk ganti pakaian seperti santri desa. Menghimpit golok, memakai
tongkat, dan membawa tasbih, kemudian mampir ke Pleret.
Sesudah shalat Isya’ terus menuju barat laut ke Kotagede, langsung
menuju di bawah ringin sepuh Mataram. Sesudah tengah malam lalu sesuci
di sungai Gajahwong, kemudian kembali duduk di bawah ringin sepuh
Mataram. Masuk waktu subuh terus ke Masjid, sesudah Subuh lalu sowan di
Pasarean. Duduk berdekatan dengan tiang di sebelah tenggara dan terus
berdoa. Setelah selama empat puluh hari empat puluh malam Pangeran Puger
bertapa, maka makbul lah doanya, dilihatnya tepat di atas tempat duduk
ada tompo (gayung beras) yang bergantung pada tiang tepat di atasnya. Kemudian tompo diambil dan dihimpit terus dibawa pulang ke negara Kartasura.
Di tengah perjalanan dari Pasarean Agung Mataram di Kotagede menuju
Kartasura, Pangeran Puger mampir ke pasar-pasar yang dilewatinya,
menanyakan kepada para bakul-bakul, dijawab bahwa sekarang beras dan
sandang sudah murah. Sesampainya di negara Kartasura, Pangeran Puger
langsung sowan menghadap ke kraton, Sinuhun baru dihadap para sentana.
Melihat Rayi Dalem, Sinuhun terus merangkul dan berkata, “Dimas,
terkabullah permohonanmu”.
Dari tulisan di atas dapat diambil benang merah bahwa, Raja atau
penguasa yang pantas menjadi sesembahan kawula adalah raja atau penguasa
yang siap berkorban untuk kesejahteraan rakyatnya. Raja/penguasa
bijaksana adalah yang selalu sadar bahwa kekuasaannya itu membutuhkan
dukungan rakyatnya, tanpa rakyat maka tidak akan ada raja yang menduduki
tahta kerajaan. Begitulah antara lain contoh pelajaran tentang
manunggaling kawula lan gusti, pada aras horisontal/habluminannas.
Keterangan dihimpun dari hasil wawancara Jurukunci Pasarean (makam) Agung Mataram di Kotagede dan di Imogiri Bantul dan sebagaimana dikisahkan para abdidalem di dua Pasarean Agung tersebut. Referensi; Mantri Jurukunci R.Ng. Martohastono.