Minggu, 22 Mei 2011

KARATUAN TENGAH SAGARA KIDUL



Setelah cerita yang terdahulu,menceriterakan berdirinya Kampung Palabuhan Ratu dan diangkatnya Ibu ratu PURNAMA SARI sebagai RATU LAUT SELATAN dan RATU MAYANG SAGARA MENJADI RATU PANTAI SELATAN ( Furi KARANCANG KANCANA karang hawu Pl.Ratu) Ibu dan anak sebagai Penguasa Laut dan pantai selatan,yaitu mempunyai sebutan LORO ( Dua ) KIDUL ( Selatan ).
Ratu Mayang Sagara,yang kecilnya bernama Rara panas,Mayang Nagasari Pamulangan,dan setelah diangkat menjadi Ratu Basisir ( Pantai ) contohnya adalah Cawene ( Suci ) yaitu seorang Gadis yang masih suci, bertapa menyertai ibunya di Gunung Winarum sekarang Pangjarahan Karang Hawu.sampai ahirnya ngahiyang menyatu dengan Alam.dan meninggalkan ciri kata bahasa Sunda LEBAH yaitu menunjukan tempat,jadi Karang Hawu hanya sebatas LEBAH CAWENE.
Baiklah kita lanjutkan kepada ceritera Putri Bungsu Prabu Sedah Nusia Mulya Siliwangi, yang memisahkan diri,tidak ikut dengan rombongan yaitu Putri Gandrung Arum adiknya Putri Purnama Sari.
Setelah melihat Pelangi berlapis 7 yang datangnya dari LAut Selatan melengkung kesebuah hutan.Putri Gandrung Arum meminta ijin sama Ayahandanya untuk bertapa di tempat itu,
Dikatakan Pelangi berlapis tujuh itu bukanya berwarna 7,melainkan ada 7 Pelangi,melihat itu Nyai Putri tertarik hatinya dan memutuskan untuk tidak terus ikut dengan Ayah nya.
Dan Nyai Ratu meminta kepada Ayahnya tapanya ini supaya ditemani oleh 7 or,g Gadis yang masih suci dan harus mirip denganya, dan semuanya harus mempunyai tanda ( tahi lalat ) sebesar butir kacang, karena Putri Gandrung Arum mempunyai tanda itu,akan tetapi dimanakah adanya tanda itu? Tak akan disebutkan disini,hanya Aki yang tau heheheheh.
Singkatnya diizinkannya permohonan nyai gandrung arumitu, dan kata prabu sedah "baiklah nyai permintaanmu akan ku kabulkan, karena yg akan menetap disini semuanya cawene (masih suci) maka tempat ini akan kuberi nama LEBAH CAWENE". Itulah pertama keluar kata lebah cawene (tempat beberapa orang yg masih suci). Dan marilah kita kembali kepada salah satu bagian dalam cerita "PAJAJARAN SIREM PAPAN" yaitu "KALANG SUNDA MAKALANGAN". Ketika rakean kalang sunda ikut membantu mendirikan kampung "pelabuhan ratu", ia minta izin sama pu'un purnama sari utk meneruskan perjalanannya menyusul rombongan prabu sedah. Tapi apa yg terjadi dia kesasar (tersesat), sebab diperjalanan kala malam hari, melihat seekor kunang-kunang yg sangat sukar dikejarnya, apalagi sampai tertangkap. Sewaktu rakean kalang sunda mengejar, kunang-kunang tersebut terbang dan rakean kalang sunda berhenti mengejar kunang-kunang tersebut menghampirinya. Sampai-sampai seorang rakean kalang sunda yang begitu saktinya tidak bisa menangkap kunang-kunang tersebut. Akhirnya pengejaran akibat kepenasaran rakean kalang sunda ingin menangkapnya, tiba-tiba sampailah ia di lebah cawene, waktu itu, hutan tersebut orang belum tahu lebah cawene, hanya prabu sedah yg tahu. Bertemulah ia dgn nyai ratu gandrung arum yg sedang niat bertapa. Ia tidak sengaja, karena tidak bermaksud mencari nyai ratu gandrung arum, melainkan seperti telah diceritakan ia tersesat. Ia pun disambut oleh nyai ratu gandrung arum. Rakean kalang sunda merasa heran mengapa nyai putri gandrung arum ada disitu. Ia memang tidak mengikuti rombongan raja, ia menyertai serta nyai putri purnama sari, ia mengambil jalan lain dan tersesat sampai disana. Kata rakean kalang sunda "baiklah kalau begitu, tempat ini akan kuberi pagar", maka sebagai pagar, ditanamnya 9 buah pohon beringin, kemudian di tanamnya pula pohon kiara bersilang (nyakra bumi) utk menyesatkan yg mencari. Katanya pula "supaya tidak terlalu mudah, dan terlalu banyak orang yg mengetahui tempat kamu sekalian bertapa & tinggal, akan kuberi pagar pula dengan ajian awun-awun si teja wulung. Bagaimanapun juga terangnya waktu siang akan selalu gelap, karena diselimuti kabut (halimun). Nyai putri gandrung Arum mengucapkan terima kasih kepada Rakean kalang sunda. Kata Nyai ratu Gandrung Arum " Barang siapa ingin tahu LEBAH dan LEBAK cawene, haruslah yg berhak menerima waris saja, sedangkan yg hak menerima waris hanyalah seorang Penggembala disertai Pengiring nya yaitu Anak berjenggot, dialah yg akan mengetahui Lebak Cawene.
Lalu kata Nyai Putri " Meskipun dia itu seorang Ahli waris bila ingin masuk ke LEBAH dan LEBAK. Cawene tidak melalui pintu Gerbang yg sudah di tentukan akan tersesat atau meninggal bila tidak mempunyai satu muhung ( Mantra ) ibarat Visa mau masuk ke Luar Negri.
Dan anirnya LEBAK CAWENE pada mencari,tapi semuanya tidak ada yang berhasil,yang anehnya semua yang mencari LEBAK CAWENE ini meninggal sepulang dari Pencarian.dan yang paling aneh semua meninggal pada hari Kamis.
Dan pernah LEBAK CAWENE ini ditulis secara bersambung memakai Bahasa Sunda/ Indonesia oleh seorang Budayawan Sunda asal Sukabumi di Koran Radar Sukabumi/Radar Bogor yaitu Bapak Anis Jati Sunda. Dengan judul MISTERY LEBAK CAWENE. Dan pada tgl 2 Nop 1997 hari Kamis, LEBAK CAWENE bisa di taklukan oleh Pembawa cerita ini, yg Sekarang menjadi KASEPUHAN ADAT SUNDA LEBAK CAWENE KI NAGA WIRU bersama Rd.Ganda Rasita bekas Penilik Kebudayaan Cisolok Plabuan Ratu sekarang masih Hidup.

Yang disebut LEBAH CAWENE ada 2 tempat.
1. PURI KARANCANG KANCANA Karang Hawu Ngahiyang nya Ratu Mayang Sagara sebagai Ratu Pantai selatan dan Ibunya Ratu Purnama Sari sebagai Ratu Sagara Kidul ( Laut Selatan ) bukan Lara Kadita atau lainya.
2. Karatuan Tengah Sagara Kiara nyakra Bumi Disana Nyai Ratu Gandrung Arum berkuasa,leyaknya di Pohon Bambu 10.000 dapur di Talaga Alasan.
3. LEBAK CAWENE belum bisa di tulis di sini.....Trimakasih
( Penulis KI NAGAWIRU )

NYAI LORO KIDUL ( Riwayat Palabuhan Ratu )

Menurut cerita Pantun Bogor,Palabuhan Ratu didirikan oleh Nyai Ratu Pu'un Purnama Sari.atau nyai Ratu Purnama Sari Putri Pertama Prabu Sedah Siliwang dari Istrnya yg ke tujuh, yang saat itu Prabu Sedah Nusia Mulya bertahta di Pakuan Pajajaran Tengah.
Yang dimaksud Pajajaran tengah menurut Pantun Bogor,yaitu wIlayah antara Bogor Cianjur Sukabumi dan Plabuan Ratu daerah itu disebut Pajajaran Tengah.karena menurut cerita Pajajaran terdiri atas 5 bagian,akan tetapi bagian bagianya lainya biarlah kita tinggalkan yg penting Pajajaran tengah ini.
Sebetulnya tidak ada niat Ratu Purnama Sari mendirikan Pelabuhan Ratu,ini hanya secara kebetulan saja.
Ketika Pajajaran atau Bogor diserbu oleh tentara Sarosoan Banten yg bergabung Cirebon dan Demak, Pajajaran jatuh pada serangan yang ketiga kalinya,pada waktu itu Prabu Sedah dengan semua orang dari Pajajaran tengah mundur ke selatan.maksud nya hendak menyebrang ke Nusa Larang yg sekarang disebut Pulau Krismas,akan tetapi mereka terpencar,ada yang ikut dengan Prabu Sedah dan ada pula yang ikut dengan Rombongan Nyai Ratu Purnama Sari.
Dan pada saat itu Prabu Sedah hanya sampai ke Leuweung Denuh ( Tegal Buleud ) sekarang Daerah Jampang,karena terhalang Badai besar.
Diantaranya pada waktu itu sampai ke Daerah Palabuhan Ratu sekarang,yaitu Nyai Ratu Purnama Sari bersama Suaminya Raden Kumbang Bagus Setra yg belum lama merekamenikah,dan ikut pula seorang Puragabaya ( Pengawal ) yg bernama Rakean Kalang Sunda,seorang Pengawal yg sangat Sakti,menurut cerita dia murid Satu2nya Sabda Palon.
Sebelumnya Ratu Purnama Sari pernah di pinang oleh salah satu Mantri Majeti Pajajaran yg bernama Jaya Antea,namun oleh Ratu Purnama Sari di tolak,ahirnya Jaya Antea meninggalkan Pajajaran.
Rombongan Ratu purnama Sari dalam perjalanan ke Pengungsian berpapasan dengan Jaya Antea ahirnya timbulah perkelahian antara Kumbang Bagus Setra dengan Jaya Antea,dalam perkelahian ini Kumbang Bagus Setra terperosok ke jurang dan meninggal Dunia di Darah Bantar Gadung sebelum Plabuan Ratu.
Jaya Antea terus mengejar Rombongan Ratu Purnama Sari yg saat itu Putri Purnama Sari dalam keadaan Hamil dari Raden Kumbang Bagus Setra,pengejaran ini sampai ke Daerah Bagbagan Sekarang.
Tanpa di sangka dalam keadaan kesulitan,Nyai Putri yang sedang di kejar kejar Jaya Antea,tiba pula disana yaitu Rakean Kalang Sunda yg telah mendapat perintah dari Prabu Sedah bahwa Nyai Putri harus di selamatkan,dengan pendek kata rambut selembar darah satu tetes sangat menitipkan kepada Rakean Kalang Sunda.
Terjadilah pertengkaran jaya antea dgn rakean kalang sunda, dan akhirnya terjadi perkelahian, jaya antea hrs mengakui kesaktian rakean kalang sunda, akhirnya dia dilemparkan ke laut, dan menurut cerita jaya antea ngahiyang di goa lalay (rawa kalong) menjadi bajul bodas (buaya putih) dan tempat perkelahian antara jaya antea dgn rakean kalang sunda dinamai skr gunung jayanti adanya di daerah bagbagan, mungkin diambil dr nama jaya antea. Akhirnya nyai ratu purnama sari menyeberang ke sebelah selatan cimandiri disertai rakean kalang sunda, disanalah ia membuat sebuah kampung yg disebut babakan cidadap. Babakan cidadap ini bukanlah yg skr kampung cidadap loji, daerah bagbagan pelabuhan ratu, atau bojong kopo, melainkan cidadap diantara cimandiri dgn bks sungai cinyocok atau skr kira2 kampung mariuk sampai ke babakan lebu pelabuhan ratu, skr sungai cidadap sdh menjadi daratan, penuh dengan rumah2 dan hulu sungai cidadap tidak jauh, kira2 sumber loa sekarang. Babakan sumber loa yg didirikan oleh nyai ratu putri purnama sari bersama rakean kalang sunda kemudian menjadi kampung besar, banyaj org2 berdatangan dr mana2. Dan akhirnya atas kesepakatan penduduk, palabuhan nyai ratu yg artinya tempat berlabuhnya ratu. Nyai ratu purnama sari diangkat menjadi kepala kampung atau pu'un (bhs sunda) dgn gelar nyai pu'un purnama sari, arti pu'un disini sama saja seperti di baduy, di kanekes yg artinya kepala suku dan kampung ini bertambah besar. Orang2 berdatangan dr mana2, maka disebut dr palabuhan nyai ratu, dan sekarang palabuhan ratu. Palabuhan nyai ratu bertambah ramai akhirnya menjadi sebuah bandar yg besar dan sering dikunjungi perahu layar asing khususnya cina. Seperti telah dikatakan diatas nyai pu'un purnama sari sdg mengandung dan setelah kampung itu selesai maka lahirlah seorang putri yg diberi nama nyai putri mayang sari pamulangan. Dan menurut cerita setelah ibu dan anak itu bertapa digunung winarum dan sampai ngahiyang dr tempat tapa nya yg skr sering di ziarahi yaitu karang hawu. Mereka diberi kuasa sm yg maha kuasa, ibunya nyai ratu purnama sari menjadi ratu laut kidul dgn sebutan ratu laut selatan atau ibu ratu. Setelah itu anaknya mayang sari diangkat menjadi ratu basisir kidul (pantai selatan dgn gelar ratu mayang sagara). Dan ibu dan anak ini diangkat alam menjadi 2 ratu (ratu loro) dgn sebutan umum nyai loro kidul (lain lg dgn roro), yg mempunyai kekuasaan dr timur pantai selatan sampai barat pantai selatan, itulah kekuasaan ratu mayang sagara sbg ratu pantai selatan. Lalu apa sebabnya palabuhan ratu skr bkn di cidadap, muara cimandiri? Sebab setelah kampung itu ramai kepemimpinan diserahkan kepada ketua yg dipercayainya, dan beliau pergi bersama anaknya mayang sari kesebuah tempat yg bernama kiara papak (skr karang papak 1 km dr karang hawu, jaraknya tdk jauh beda antara parang kusumo-parang tritis). Setelah pindah ke kiara papak, nyai ratu purnama sari bersama anaknya srg bertapa di gunung winarum, sblm gunung tersebut di bagi dua sama jalan,yg sekarang disebut PANGJARAHAN IBU RATU KIDUL Karang Hawu.
Setelah ditinggal Pu'un Purnama Sari,Kampung yang ditinggalkan menjadi sepi maka oleh Kokolot Kampung di pindahkan ke dekat Palelangan sekarang Ikan sekarang,dan sekarang jadi kota Kabupaten Sukabumi.
Sampai sekarang Palabuhan Ratu tetap Palabu,jadi maksudnya Pelabuhan Ratu itu asal sebutan Penduduk kampung Ci Dadap yg datang dari mana2 yaitu tempat berlabuhnya Nyai Ratu purnamaSari.
Bila dihubungkan dengan tahun Masehi,Jatuhnya Pajajaran ( Pajajaran Runtag ) pada th 1579 Masehi,tidak akan jauh bedanya dengan waktu dalam cerita ini. Hanya kalau kita perhatikan jatuh nya Pajajaran pada Jaman BAHLA CAI SAGARA KUMPUL hal itu entah merupakan CANDRA SANGKALA contoh SURYA SANGKALA hanya yg jelas masa BAHLA CAI SAGARA NGUMPUL
Sekian riwayat PALABUHAN RATU. Nyambung ke LEBAK CAWENE.

Di ceritakan oleh:
KI NAGA WIRU Sesepuh Sunda LEBAK CAWENE.

When the dawn has been bright
I’m coming for praying
When the sun shines brightly
I’m come to down my knee and praise
I entrust my life to You
My worship just for You
I say Your name: Allahu Akbar
I hope only to You

Before this body becamo the dust
Ease all sins
That I do on purpose or not
My Lord I beg Your blessing

I fight just for You:
I say Your name: Allahu Akbar
I need Your Guidance
To live my life

Kala subuh telah bersinar
Daku datang untuk berdoa
Kala sang suria bersinar memancar
Daku datang sujud dan memuja
Hidupku pasrah kepada Mu
Ibadahku hanya untuk Mu
Ku sebut nama Mu Allahhu Akbar
Ku harap pada Mu semata

Sebelum jasad menjadi tanah
Hapuskan segala dosa
Disengaja atau tiada
Tuhanku ku pohon restu Mu

Perjuanganku hanya untuk Mu
Kusebut nama Mu Allahhu Akbar
Ku harap hidayah dari Mu
Dalam menempuh jalan

DI BATAS MASA


Setiba kita dibatas masa
nobat nafiri tiada bernada
sehelai daun kering berayunan layu
menanti saat di bawa layu ...

Langit mendung hujan pun gerimis
sayup terdengar sendu dan tangis
bertitian bisikan kalimah nan suci
berdoa mudahkan perjalanan terakhir ini

Berat mata memandang
berat lagi tanggungan bebanan perasaan
kedatipun sejarah
dosa pahala pastikan dikira ...

Bagai terasa keresahan di jiwamu
bagai terdengar suara meruntum kalbu
tiada walau sesal dibawa pergi
tak berharga puja dan puji ....

Kala jantungmu bagai laut bergelombang
lemah cengkaman jejarimu di genggaman
betapa sukar utk kita menerima
tiba detik pasti terpisah ...
di batas masa .....

Kamis, 19 Mei 2011

MUHASABAH

Allohumma Sholi wassalim Wabarik ala sayyidina Muhammad wa 'ala Alihi
Washohbihi azma'in.
(Ya Alloh sampaikanlah sholawat, keselamatan, keberkahan untuk kekasih kami Muhammad Saw dan kepada seluruh sahabat-sahabatnya)

Allohumma yaa Robbana, Robbana dzolamna anfusana wa illam taghfirlana watarhamna lanakunanna minal khasirin.
(Wahai Tuhan kami, kami telah dzalim terhadap diri-diri kami dan apabila Engkau tidak mengampuni kami
niscaya kami akan termasuk orang-orang yang merugi)

Wahai Alloh, wahai Yang Maha Mendengar, inilah kami, diri yang tubuhnya kotor berlumur dosa,
yang hidupnya berselimut aib, kini berada dihadapan-Mu.
Ampuni Ya Alloh sebusuk apapun kehidupan yang pernah kami lalui.
Ampuni sebanyak apapun dosa-dosa yang melumuri tubuh kami,
Hapuskan Ya Alloh, segelap apapun masa lalu kami.

Ya Alloh, wahai Yang Maha Pengampun, kami datang kepada-Mu Ya Alloh,
Kami ingin hidup kami berubah. Gantikan segala kebusukan kami menjadi kesucian dalam pandangan-Mu, gantikan segala kegelapan dengan cahaya-Mu Ya Alloh, gantikan segala kedzaliman kami menjadi hidayah taufik-Mu,
gantikan Ya Alloh segala kehinaan kami dengan kemuliaan di sisi-Mu.

Ya Alloh, ampuni dan selamatkan Ibu-Bapak kami Ya Alloh, kami mohon di waktu mustajabnya doa ini
Ya Alloh, selamatkan Ibu-Bapak kami.
Apalagi yang dapat kami lakukan Ya Alloh, beri Hidayah dan Taufik Mu Ya Alloh.
Jadikan mereka orang yang soleh sampai akhir hayat, jadikan akhir hayatnya Khusnul
Khotimah, lapangkan kuburnya, jadikan ahli surga -Mu,
Ya Alloh selamatkan dan ampuni orang tua kami Ya Alloh.

Allohummagfirlana waliwalidina warhamhum kama robbaunna sighoro,
(Ya Alloh ampunilah dosa-dosa kami dan kedua orang tua kami, sayangilah mereka seperti
mereka telah menyayangi kami diwaktu kecil)

Ya Alloh selamatkan keluarga kami Ya Alloh,

Robbana Hablana min ajwajina wadzuriiyatina kurrata 'ayyun waj'alna
lilmutaqiina imama.
(Wahai Tuhan Kami Karuniakan kepada kami istri-istri dan anak-anak yang menyejukan mata dan jadikan mereka pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa)

Ampuni Ya Alloh, para suami yang pernah mendzalimi istri dan anak-anaknya.
Juga ampuni para istri yang telah mengkhianati keluarganya.
Ampuni jikalau kami salah mendidik keluarga dan anak-anak kami Ya Alloh.
Utuhkan kami didunia mulia, utuhkan kami di Surga-Mu, Ya Alloh.

Ya Alloh selamatkan anak-anak kami, muliakan akhlaknya, kuatkan imannya.
Berikan Ya Alloh, yang lebih baik dari pada yang kami dapatkan. Jadikan ahli
mulia dunia, ahli Surga-Mu mulia, Ya Alloh.

Ya Alloh selamatkan kaum muslimin walmuslimat, mukminin walmukminat,
khususnya para guru-guru kami Ya Alloh, para ulama yang menuntun kami
mengenal-Mu.

Ya Alloh tolonglah saudara-saudara kami yang dhuafa, berikan
kami kemampuan untuk mencukupi, berikan kami rizki yang halal berkah
melimpah Ya Alloh, jadikan kami ahli shodaqah, jadikan hidup kami ahli
zuhud.

Ya Alloh, tolonglah saudara-saudara kami yang ada dalam kesempitan, berikan
kelapangan Ya Alloh. Tolonglah saudara kami yang difitnah, dihina,
didzalimi, berikan keteguhan iman Ya Alloh, kekuatan dan kemenangan.

Tolonglah bangsa kami Ya Alloh, telah terlalu lama bangsa kami terhina.
Bangkitkan ummat Mu Ya Alloh, karuniakan para pemimpin yang Engkau ridhoi,
jauhkan dari para pemimpin yang Engkau murkai.

Allohumaghfirlil mukminin wal mukminaat, muslimin walmuslimat al ahyaa' i
minhum wal amwat. (Ya Alloh Ampunilah Dosa orang-orang mukmin dan mukminat
muslimin dan muslimat yang masih hidup dan yang sudah wafat)

Ya Alloh, terimalah sekecil apapun amal ibadah kami...
Ya Alloh Ampuni sebesar apapun dosa kami

Allohumma inna nas aluka ridhoka waljannah wana'udzubika min sakhatika
wannar.
(Ya Alloh Kami memohon kepada-Mu ridho dan surga-Mu dan kami berlindung dari keburukan dan siksa neraka)

Ya Alloh hanya Engkaulah tempat kembali kami, hanya Engkaulah Yang Maha Tahu
sisa umur kami, berikan kesempatan bagi kami Ya Alloh, untuk mempersembahkan
yang terbaik dari hidup ini agar bermanfaat bagi orang lain.

Robbana attinna fiddunnya hasanah wafilakhirati hasanah waqina 'azzabannar.
Wa adkhilnal jannata ma'al abrori, ya azizu, ya ghafar, ya robbal 'alamin.
Subhana rabbika rabbil 'izzati amma yasifun wasalamun 'alal mursalin,
walhamdulillahirobbil'alamin

Rabu, 11 Mei 2011

ACARA DI BALI 2011








ACARA DI BALI 2011








ACARA ODALAN DI BALI 2011




ODALAN DI BALI 2011








ACARA ODALAN IN BALI 2011








RAJA MAJAPAHIT YANG DI ISTANAKAN DI PURA BESAKIH BALI

Hong Wilaheng Awignamastu luputo salah lan sandi, luputo dendane tawang towang jagad dewa Batara Pramudya buana langgeng.

Inilah Pratima Hyang Wisesa/Raja Maospahit yang di-Stanakan di Pura Besakih dan lontar Raja purana dalem Majapahit untuk keberadaan dan pemeliharaan Pura Besakih.

Ini perihal ketentuan dan kewajiban di pura Besakih (Gunung Agung) yang tercantum dalam Piagam Raja (Dalem). Anglurah Kebayan di Besakih dan Sedahan Ler di Selat mempunyai tugas yang sama untuk memelihara dan menegakkan piagam raja ini. Begini disebutkan, persembahan raja berupa tanah sawah untuk laba pura.

Tanah itu ada di wilayah desa Tohjiwa terletak di subak Kepasekan, Bugbugan, Lenging Ogang, Lod Umah, Dauh Kutuh, jumlah semuanya berbibit 12 1/2 tenah, untuk Batara Ratu Kidul sepertiga, Batara I Dewa Bukit Pangubengan sepertiga, Batara Dewa Danginkreteg sepertiga, jadi masing-masing pura mendapat sawah berbibit 3 tenah 2 depuk.

Lagi sawah untuk laba pura persembahan Dalem ke hadapan Batara di Batumadeg tanah sawah di desa Tangkup yang terletak di Jejero berbibit 5 tanah.

Lagi laba pura persembahan Dalem ke hadapan Batara Manik Geni berupa tanah sawah di Muncan yang terletak di Teba Kulon, Teba Lor, berbibit 4 tenah. Persembahan Dalem ke hadapan Batara Basukihan, dan Batara Tulus Dewa berupa tanah sawah di desa Klungah terletak di subak Bukihan berbibit 12 tenah yang juga dipergunakan untuk bebakaran. Untuk pesangon juru arah, pengusung Sang Hyang Siyem, Batara Rabut Paradah ialah hasil sawah di desa Macetra di sebelah selatan bukit Santap berbibit tiga setengah tenah. Ini ketentuan yang pertama.

Warga keturunan dari Majapahit yang ikut bersama Sri Kepakisan yang datang dan menjadi raja di Bali ialah keturunan warga Kanuruhan, Arya Kenceng, Arya Delancang, Arya Belog, Sira Wang Bang. Sesudah itu Arya Kutawaringin. Pangeran Asak mengembara akhirnya sampai dan tinggal di Kapal. Di sini diangkat sebagai menantu oleh Arya Pengalasan berputra laki-laki bernama Pangeran Dauh, Pangeran Nginte dan ada pula yang wanita.

Pangeran Nginte berputra Gusti Agung, Gusti di Ler. Pangeran Dauh berputra laki-laki dua orang dan wanita, yang diperistri oleh Pangeran Pande, yang tertua diperistri sepupunya, yang lebih kecil diperistri oleh Pangeran Dauh yang disebut Pangeran Srantik di Camanggawon. Keturunan Arya Kanuruhan: Pangeran Pagatepan dan Pangeran Tangkas.

Pangeran Pangalasan menurunkan Srantik ini kesatria dari Majapahit bersepupu dengan keturunan Pangeran Dauh Bale Agung warga Arya Kepakisan menjadi menteri Dalem Kepakisan yang keturunannya antara lain: Pangeran Batan Jeruk, Pangeran Nyuh Aya, Pangeran Asak. Keturunan Arya Wang Bang, Sang Penataran, Tohjiwa, Singarsa termasuk rumpun warga Pengalasan. Keturunan Arya Kenceng yaitu: Tabanan dan Badung, Keturunan Arya Belog: Buringkit dan Kaba-kaba. Keturunan Arya Wang Bang: Pring dan Cagahan Keturunan Arya Kutawaringin: Kubon Tubuh.

Tiga orang wesya dari Majapahit yang bernama Tan Kober, Tan Mundur dan Tan Kawur. Keturunannya ialah Pacung, Abiansemal dan Cacahan. Pangeran Pande bersaudara dengan Pangeran Anjarame yang kawin dengan saudara Pangeran Anglurah Kanca. Mempunyai anak yang kawin dengan Pangeran Jelantik.

Pangeran Pande mengambil istri ke Kapal menurunkan Arya Dauh yang ada sekarang. Dan I Gusti Agung berputra lima orang pria dan wanita tiga orang antara lain: I Gusti Kacang Pawos, I Gusti Intaran. I Gusti di Ler berputra sepuluh orang pria antara lain: I Gusti Penida dan yang wanita kawin ke Kapal (Gelgel) dengan I Gusti Kubon Tubuh. Ini merupakan mufakat dan ketulusan hati yang tersebut di atas ngemong pura-pura di Besakih. Semoga berhasil dan bahagia.

Ini perihal upaya untuk menenteramkan pulau Bali supaya selamat dan selalu berpahala. Sepatutnya Nglurah Sidemen mengawasi ketentuan pura-pura seperti dahulu, tempat bersemayamnya para Dewa dan Batara. Pikiran yang tenteram dilambangkan dengan Padmasana. Padma Nglayang adalah lambang dari Gunung Agung, Gunung Batur adalah lambang dari gunung Indrakila.

Di Besakih bagian selatan tempat. bersemayamnya I Dewa Kidul, bangunan gedong bertembok. Persemayaman Ida I Dewa Manik Mas meru bertingkat satu bertiang empat. Persemayaman I Dewa Bangun Sakti meru bertingkat satu bertiang empat. Persemayaman I Dewa Ulun Kulkul meru bertingkat satu bertiang empat. Persemayaman I Dewa Jero Dalem meru bertingkat satu bertiang empat dan persemayaman I Dewa Empu Anggending sebuah gedong. Persemayaman Batara Sri meru bertingkat satu bertiang empat, persemayaman Batara Basukihan meru bertingkat tujuh.

Persemayaman Batara Pangubengan meru bertingkat sebelas.

Di Penataran, persemayaman I Dewa Atu sebuah meru bertingkat sebelas. Persemayaman I Dewa Paninjoan sebuah meru bertingkat sembilan. Persemayaman I Dewa Mas Mapulilit meru bertingkat sebelas. Ini semua terletak di Penataran Agung. Lengkap dengan tempat jempana semua pura terutama sekali bangunan Sanggar Agung. Bale Agung yang terdiri dari sebelas ruangan, sebuah Kori Agung, di luar pintu gerbang ada dua balai bertiang delapan dan candiraras mengapit pintu gerbang.

Perihal persemayaman I Dewa Tegal Besung sebuah meru bertingkat sebelas. Persemayaman I Dewa Samplangan sebuah meru bertingkat sembilan. Persemayaman I Dewa Enggong sebuah meru bertingkat tujuh. Persemayaman I Dewa Sagening sebuah meru bertingkat lima. Persemayaman I Dewa Made sebuah meru bertingkat tiga. Persemayaman I Dewa Pacekan sebuah meru bertingkat satu berbentuk gedong. Persemayaman Pangeran Tohjiwa sebuah meru bertingkat tiga. Persemayaman I Dewa Pasek sebuah meru bertingkat tiga.

Selanjutnya tentang bale mandapa tempat peristirahatan Dalem didampingi oleh Nglurah Sidemen. Dalem seyogyanya mengetahui semua bangunan suci yang ada di pura Batumadeg yang diemong oleh I Dewa Den Bancingah bersama para Arya dan masyarakat di sebelah barat sungai Telagadwaja supaya dalam keadaan baik semuanya. ini ketentuan mengenai persemayaman para Dewa yang diemong oleh Anglurah Sidemen bersama para Arya dan masyarakat desa di sebelah timur sungai Telagadwaja yaitu: Persemayaman I Dewa Gelap sebuah meru bertingkat tiga bertembok berdinding. Persemayaman I Dewa Bukit bersama permaisuri sebuah meru bertingkat satu bertembok. Persemayaman I Dewa Ratu Magelung meru bertingkat tiga bertembok. Persemayaman I Dewa Wisesa sebuah meru bertingkat sebelas dan sebuah candi raras yang merupakan pintu/jalan keluar masuk I Dewa Bukit. Persemayaman Sang Hyang Dedari sebuah balai bertiang empat yang dibuat dari kayu cendana.

Persemayaman I Dewa Tureksa sebuah meru bertingkat tujuh. Persemayaman I Dewa Maspahit sebuah meru bertingkat sebelas. Persemayaman I Dewa Manik Makentel sebuah meru bertingkat sebelas, sebuah balai Panggungan beratap ijuk lengkap dengan kain busana, sebuah balai Manguntur. sebuah balai Sumangkirang beratap ijuk. Di luar pintu gerbang dua buah balai Ongkara mengapit pintu. Dan juga dua buah balai Majalila beratap ijuk berhadap-hadapan. Persemayaman I Dewa Manik Geni sebuah meru bertingkat sembilan. Persemayaman I Dewa Penataran sebuah meru bertingkat tujuh. Persemayaman I Dewa Hyangning Made Gunung Agung sebuah meru bertingkat lima. Persemayaman I Dewa Gusti Hyang sebuah meru bertingkat tiga. Persemayaman Ida Hyang Antiga sebuah meru bertingkat satu. Persemayaman I Dewa Hyangning Teges sebuah meru bertingkat satu, semuanya beratap ijuk dan berdinding. Ini bagian yang diemong oleh Anglurah Sidemen. Semua bangunan suci yang berada di Penataran Agung juga menjadi tanggungjawab raja.

Dan lagi bangunan suci di pura Dangin Kreteg ditetapkan diemong oleh Arya Karangasem. Demikianlah semua bangunan suci yang tertulis dalam piagam. Dan untuk selanjutnya tentang upakara dan upacara besar maupun kecil menjadi tanggungjawab Anglurah Sidemen, juga mengenai kain-busana usungan para Dewa dan alat-alat perhiasan lainnya dibiayai dengan hasil tanah di Bebandem, Cacakan, Pajegan, Gantalan. Ini harus diingat / diperhatikan oleh Anglurah Sidemen, perlengkapan usungan para Dewa selengkapnya dan kewajiban para pemegang sawah milik raja. Begini anugerah Batara Maospahit. "Wahai turunanku raja Majapahit yang kuberikan gelar Ratu Kepakisan yang menjadi raja Bali, turun temurun harus mentaati dan menghormati piagam ini. Pegang dengan teguh piagam ini dan sebar luaskan di Bali. Dibantu oleh keturunan para Arya yang mengiring dan para punggawa yakni: Arya Kanuruhan, Kenceng, Belog. Delancang. Dan berikutnya warga Wang Bang yang juga turunan Brahmana yang ikut bersama-sama mengarungi samudra dan warga Kuta Waringin. Kepada Sira Wang Bang saya tugaskan menuju Gunung Agung (Besakih) supaya bersama-sama dengan Sang Kul Putih mohon anugerah ke hadapan Dewa (mengabdikan diri ke hadapan para Dewa) langsung sampai ke puncak Gunung Agung. Maka mulai sekarang Sira Wang Bang bersama Sang Mangku Gunung Agung. Sira Wang Bang bertugas menjaga arca Dewa dan piagam Raja yang turun dari Kahyangan.

Ini semua hendaknya diemong selama-lamanya, turun temurun. Aku mengatur / menentukan pemujaan kepada para Dewa dan lanjut upacara pengodalan pada hari Rabu Wage, wuku Kulawu, upacara pemujaan setiap hari purnama dan tilem (bulan gelap) Oktober. Nopember. April, Juli. pada saat itulah raja datang bersembahyang ke Besakih bersama para pendeta dan pasukan. Aku memberi ijin untuk mengambil hasil bumi, udara, tegalan dan sawah di desa-desa, hasil pantai, laut dan gunung di sebelah
timur sungai Telagadwaja. Terutama hasil tegal dan sawah bukti di desa Muncan. Jumlah uang tujuh belas ribu dan sawah berbibit delapan puluh lima tenah, sebagai biaya dapur dan isi lumbung agung, Sawah-sawah itu terletak di Bukih, Pedengdengan Kelod, sampai ke Keben Aras yang bernama Tinggarata. Pahyasan, Sari, Gunung Sari Lebih, dikenakan bawang putih 2200 biji dan lagi hasil bumi Selat. Ingat barang-barang itu sebagai pengisi lumbung agung yang terletak di halaman luar pura Besakih tempat hasil sawah laba itu seharga 1700. Lumbung itu milik raja dan lumbung pajenengan Batara di Gunung Agung (Besakih). Kalau sudah demikian stabillah persemayaman Dewa dan kedudukan raja. Kalau lumbung Dewa dan milik raja rusak maka diwajibkan desa harus memperbaiki lumbung itu dan mengatapi sampai selesai. Raja memberikan kuasa kepada semua penghulu desa.

Peringatan kepada Sedahan Penyarikan: supaya menaikkan padi ke lumbung terutama hasil sawah Santen Dawa Higa yang dipergunakan untuk biaya upacara di pura Besakih dan Batara di puncak Gunung Agung. Bahan upakara itu dibebankan kepada masyarakat desa Sikuhan, Renaasih, Luwih, Suarga Peleng, masing-masing 500 biji dasun putih beserta uang dan ayam putih jantan betina, bunga palawa, bunga kasna yang bunganya melekat menjadi satu dan cemara tiblun. Ini harus dibawa setiap hari Kamis Paing wuku Wayang dan Minggu Paing Dungulan ke halaman luar pura Besakih diterimakan kepada Sedahan Dewa. Jangan lalai jangan alpa dan jangan curang. Ini adalah persembahan raja kepada para Dewa dan Batara yang bersemayam di puncak Gunung Agung. Batara bersabda, "Hai kamu manusia taatilah titahku! Piagam ini telah direstui oleh para Dewa Nawasanga.

Jika tidak mentaati Piagam ini semoga kamu sirna dan menjadi lintah". Ini Piagam tahun 1007 Masehi (929 Saka). Om Namobhye namah, Om Sri wastha sattawasar. Raja Majapahit kabarnya dalam keadaan berbaring. Pada waktu itulah Prasasti yang berupa Piagam ini dikeluarkan. Aku adalah Batara Indra, aku ini adalah Batara Maospahit dan aku raja Majapahit bersama-sama bersemayam di pulau Bali. Diceritakan sekarang Dalem Pakisan yang menurunkan raja Bali. Karena ketulusan hati dan kebijaksanaan beliau ibarat Sang Hyang Darma menjadi raja yang dapat mengalahkan raja Bali yang terdahulu. Dan Sira Wang Bang yang mengabdikan diri kepada Batara di Besakih juga mengemong pura tempat bersemayamnya Batara Naga Basukih. Demikianlah kewajibannya selama hidup serta para turunannya mengabdi mempersembahkan air suci. Sira Wang Bang mengantarkan persembahan raja ke hadapan Batara di Kahyangan tatkala bersembahyang ke hadapan yang bersemayam di puncak Gunung Agung dan Batara Pusering Tasik (Tengah samudra) dan lautan madu.

Aku mengambil hasil bumi dan angkasa, segala jenis hasil pesisir, lautan dan gunung untuk biaya upacara ke hadapan Batara di Besakih (gunung Agung). Berkat anugerah Batara masyarakat bersatu mematuhinya akibatnya bumi pun makmur. Para Arya semua bersatu yaitu: Arya Kanuruhan, Arya Kenceng, Delancang, Arya Belog, Arya Kuta Waringin. Sabda Batara, "Hai kamu manusia mayapada, jangan engkau durhaka kepadaku. Jika engkau tidak memelihara pura-pura di Besakih persemayaman para Dewa masing-masing dan kalau ada yang rusak tidak kamu perbaiki, tidak bakti, semoga kamu bertikam-tikaman dengan keluargamu dan semoga engkau binasa, martabatmu akan surut dan menderita serta jauh dari keselamatan". Sabda Batara Nawasanga kepada para umat penganut Siwa dan Buda dan para catur wangsa supaya memelihara dan memperbaiki kerusakan pura di Besakih. Apabila waktu bersembahyang melihat warna seperti ijuk sekakab (segabung), itu pertanda turunnya Batara Kidul Bangun Sakti. Ucapkan mantra: Ong, Bang, I, namah. manifestasi Sang Hyang Antaboga yang bersemayam di samudra.

Kalau kelihatan seperti air tenang itu pertanda turunnya I Dewa Bukit. Ucapkan mantra: Ong, Yang, Ung, namah. ltulah manifestasi Batara Duhuring Akasa / Batara Naga Basukih. Kalau kelihatan ada cahaya seperti api menyala dan gemerlapan, itu pertanda turunnya Batara Atu. Ucapkan mantra: Ongkara Siwa namah swaha. Manifestasi Sang Hyang Siwa. Apabila kelihatan warna putih berkilau-kilauan itu pertanda turunnya I Dewa Sesa. Ucapkan mantra: Ong, Saswara Indra nama swaha. Manifestasi Sang Hyang Surya. Tampak cahaya berwarna merah itu pertanda turunnya I Dewa Rabut Pradah. Ucapkan mentera: Ong, Bang Yudhaya namah swaha. Manifestasi Batara Brahma. Kelihatan cahaya berwarna kuning seperti emas wilis itu pertanda turunnya Batara Maospahit. Ucapkan mentera: Ong, Ong, Tang namah swaha. Manifestasi Batara Wulan.

Kelihatan. cahaya seperti kaca hitam itu pertanda turunnya Batara Batu Madeg. Ucapkan mentera: Ong, Ang, Ung. Kresnaya nama swaha. Manifestasi Batara Wisnu. Kelihatan cahaya seperti perak bertatahkan permata mirah itu pertanda turunnya Batara Basukihan. Ucapkan mentera: Ong, Mang, Siwaya namah swaha. Manifestasi Sang Agawe Pita. Kelihatan cahaya seperti mirah dan intan yang telah digosok itu pertanda turunnya I Dewa Mas Makentel. Ucapkan mentera: Ong, Mang. Siwaya namah swaha. Manifestasi Batara Rabut Sedana Sakti. Kelihatan cahaya seperti air embun seperti permata jamrut itu pertanda turunnya I Dewa Manik Malekah. Ucapkan mentera: Ong, Sang Bhawantu Sri ya namah. Manifestasi Batara Sri. Kelihatan cahaya seperti bunga teleng gemerlapan itu pertanda turunnya Batari Pertiwi. Ucapkan mentera: Ong, Ong, Sri Sundharu ya namah. Manifestasi Batari Kuwuh/Batari Sundhari. Beliaulah yang menciptakan yang indah-indah dan benda-benda berharga dan persemayaman beliau tiada taranya.

Kelihatan cahaya seperti kunang-kunang bertaburan itu pertanda turunnya I Dewa Geni / I Dewa Gelap. Ucapkan mentera: Ong Sa, Ba, Ta, nama siwaya. Beliau berwujud baik buruk, bumi dan angkasa. Kelihatan cahaya gelap gulita itu pertanda turunnya Batara Gangga di sebelah selatan Besakih menjadi mata air yang dinamakan Sindu Tunggang. Kisah kenyataan. Kelihatan cahaya gelap gulita turun Batari Gangga di sebelah utara Besakih: menjadi mata air yang dinamakan Sang Hyang Tirta Sakti Amerta. Demikianlah kisah semua mata air pada tahun 122 M. Turun Batara Indra dan membawanya ke Surga. Ini disebut Brahma Tirta terjadi pada tahun 126 Masehi. Turun pada waktu gelap gulita hujan angin kelihatan seperti mas berpermata intan dan terdengar seperti suara gentaworag para Mpu mengalun. Ucapkan mentera: Ong, Nang, Ung, Nang, Ung. Turunlah arca mas bermuka empat, arca perak, tembaga, loyang, besi. Semua bertatahkan permata mirah.

Turun pada waktu malam hari disertai topan dan hujan itu pertanda turunnya Sang Hyang Siyem berwarna putih kehijau-hijauan dan Sang Hyang Rabut Pradah diiringi dengan tabuh-tabuhan dengdengkuk. Untuk mengingatkan raja supaya bersembahyang ke Besakih bersama para Arya serta rakyatnya mempersembahkan upacara. Semua mengiring malasti ke pancuran Pamanca (Arca) pada paruh bulan terang dengan kurban berupa babi guling 5, suci, dan lis. Di Pulo Jelepung sawah berbibit dua tenah dan lagi di Kinang sawah berbibit dua setengah tenah di Balu Agung Jelantik sawah berbibit empat tenah di Batu Mangecek berbibit empat tenah. Lagi sawah di daerah Tusan yang terletak di Jati Heling berbibit dua tenah.

Pada abad XIII berdirilah Dinasti Majapahit dimana terjadi perkawinan Brahmaraja I dengan putri Kerajaan Miao Li yaitu Yu Lan(Dara Jingga)putri ke II,juga pendiri Majapahit yakni Prabu Wisnu Wardana memperistri putri Raja Miao LI yang pertama yaitu Yu Lin(Dara Petak).Hyang Wisesa/Brahmaraja I Raja Jenggala sebelum diabisheka bernama “Jayasaba”sedangkan kakaknya sebelum diabhiseka Raja Kadiri bernama “Jayabaya”.

Kenapa hanya Brahmaraja I saja yang di buatkan pelinggih di Pura terbesar di Besakih karena sebagian besar anak-anak beliau sudah pindah ke Bali yaitu yang dikenal dengan “ Sapta Arya”ditugaskan menjadi Anglurah di tiap-tiap Kadipaten/kabupaten di Bali membantu Pamannya “Sri Kresna Kepakisan(Raja Bali)”demi kelancaran pemerintahan Beliau,sedangkan anak yang paling sulung masih di Jawa meneruskan kerajaan di Jenggala yaitu Arya Cakradara mengawini Ratu Tri Bwana Tungga Dewi(Raja III).
Sedangkan kakaknya Raja Kadiri Prabu Wisnu Wardana/Jayabaya yang menurunkan Raja-Raja di Jawa di buatkan pelinggih berupa Candi Megah di zaman itu disesuaikan dengan adat tanah Jawa yang mana semua Palinggih Raja disemayamkan di Candi yang megah(lihat sejarah Nagarakertagama).
Hyang Wisesa di Jawa bergelar Hyang Indra karena Beliau ahli di bidang perang yang sering disebut Dewa Perang,Beliaulah yang mahir dalam taktik Peperangan di zaman itu dan mahir dengan segala senjata sehingga anak-anaknya mewarisinya sampai keturunannya sekarang.

Yaitu Sri Wilatikta Brahmaraja XI(Abisheka Raja Majapahit Suryadiningrat)yaitu keturunan dari anak pertama beliau yang masih tinggal di jawa meneruskan kerajaan di jawa/Puri Jenggala,Tulung Agung yaitu dari trah ARYA CAKRADARA BERISTRI RATU TRI BWANA TUNGGA DEWI(Raja III).
Adapun pelinggih semua Kawitan Orang Bali dan Jawa di Pusatkan di Pura Majapahit Pusat Trowulan di sebelah utara kolam Segaran di sana terpampang semua soroh/klan dari Hyang Pasupati(Purusha)dan Hyang Bhatari Gangga(Predhana) menurunkan Raja Jawa-Bali/ Dalem,Ratu Pasek,Ratu Kepandean,dsb dst,tertulis dengan gamlang dengan Prasasti berupa lempengan emas.Sehingga Pura Majapahit Pusat Trowulan merupakan Pura Bibit Kawit/Kawitan Pertama orang Jawa dan Bali yang menyebar sesuai perkembangan zaman ekspedisi/eksodus untuk mencari daerah baru yang lebih eksis untuk keturunan selanjutnya.
Yang mana daerah ini dulunya merupakan bekas Pusat Kerajaan Jawa yang sudah mendunia sampai ke mancanegara yang sering di sebut Nusantara di zaman itu.

Daerah kekuasaannya mencakup Thailand,siam,Burma,Malays
ia,madagaskar(Nagarakertagama).
Sehingga Ageman Leluhur kita dari dulu adalah Ageman Siwa Budha/Purusha Predhana/Pertiwi Akasa/Bumi Langit/Lingga Yoni yang sering disebut Kawitan kita “Shanghyang Sangkan Paraning Dumadi”sehingga Leluhur kita dulu bisa mencapai Moksah/Mokswa karena mampu menerapkan Ageman yang tidak ada duanya di Dunia.

Di zaman sekarang orang-orang belum bisa menerapkan karena tercemari oleh pengaruh ageman lain yang sering mengambil jalan singkat bahkan mengajarkan “pengampunan Dosa”sedangkan yang namanya dosa tetap dosa ,yang benar tetap benar dan yang salah tetap salah sesuai hukum karmapala,inilah keunikan Leluhur kita yang sulit diterapkan oleh ageman lain sehingga mencari jalan pintas langsung menuju jalan tol alternative langsung menuju Tuhan tanpa melalui tingkatan yang ada yaitu Leluhur Kawitan sesuai tingkatan-tingkatannya.
Keunikan Bali yang lain bisa dilihat lewat bagaimana manusia Bali melakukan pembinaan kekerabatan secara lahir dan batin. Manusia Bali begitu taat untuk tetap ingat dengan asal muasal darimana dirinya berasal. Hal inilah kemudian melahirkan berbagai golongan di masyarakatnya yang kini dikenal dengan wangsa atau soroh. Begitu banyak soroh yang berkembang di Bali dan mereka memiliki tempat pemujaan keluarga secara tersendiri.
Tatanan masyarakat berdasarkan soroh ini begitu kuat menyelimuti aktivitas kehidupan manusia Bali. Mereka tetap mempertahankan untuk melestarikan silsilah yang mereka miliki. Mereka dengan seksama dan teliti tetap menyimpan berbagai prasasti yang didalamnya berisi bagaimana silsilah sebuah keluarga Bali.

Beberapa soroh yang selama ini dikenal misalnya Warga Pande, Sangging, Bhujangga Wesnawa, Pasek, Dalem Tarukan, Tegeh Kori, Pulasari, Arya, Brahmana Wangsa, Bali Aga dan lainnya. Semuanya memiliki sejarah turun-temurun yang berbeda. Meski begitu, akhirnya mereka bertemu dalam siklus keturunan yang disebut Hyang Pasupati. Begitu unik dan menarik memahami kehidupan manusia Bali dalam kaitan mempertahankan garis leluhurnya tersebut. Sebagian kehidupan ritual mereka juga diabdikan untuk kepentingan pemujaan terhadap leluhur mereka

Identifikasi Orang Bali
Suku bangsa Bali merupakan kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan budayanya, kesadaran itu diperkuat oleh adanya bahasa yang sama. Walaupun ada kesadaran tersebut, namun kebudayaan Bali mewujudkan banyak variasi serta perbedaan setempat. Agama Hindhu yang telah lama terintegrasikan ke dalam masyarakat Bali, dirasakan juga sebagai unsur yang memperkuat adanya kesadaran kesatuan tersebut.

Perbedaan pengaruh dari kebudayaan Jawa di berbagai daerah di Bali dalam jaman Majapahit dulu, menyebabkan ada dua bentuk masyarakat Bali, yaitu masyarakat Bali - Aga dan masyarakat Bali Majapahit.

Masyarakat Bali Aga kurang sekali mendapat pengaruh dari kebudayaan Jawa dari Majapahit dan mempunyai struktur tersendiri. Orang Bali Aga pada umumnya mendiami desa-desa di daerah pegunungan seperti Sembiran, Cempaga Sidatapa, pedawa, Tiga was, di Kabupaten Buleleng dan desa tenganan Pegringsingan di Kabupaten Karangasem. Orang Bali Majapahit yang pada umumnya diam didaerah-daerah dataran merupakan bagian yang paling besar dari penduduk Bali.

Pulau Bali yang luasnya 5808,8 Km2 dibelah dua oleh suatu pegunungan yang membujur dari barat ke timur, sehingga membentuk dataran yang agak sempit. di sebelah utara., dan dataran yang lebih besar disebelah selatan. Pegunungan tersebut yang sebagian besar masih tertutup oleh hutan rimba, mempunyai arti yang penting dalam pandangan hidup dan kepercayaan penduduk. di wilayah pegunungan itulah terletak Parahyangan (pura) yang dianggap suci oleh orang Bali, seperti Pura Pulaki, Pura Batukaru, dan yang terutama sekali Pura Besakih yang terletak di kaki Gunung Agung.

Sedangkan arah membujur dari gunung tersebut telah menyebabkan penunjukan arah yang berbeda untuk orang Bali utara dan Orang Bali selatan. Dalam Bahasa Bali, kaja berarti ke gunung, dan kelod berarti ke laut. Untuk orang Bali Utara kaja berarti selatan, sedangkan untuk orang Bali selatan kaja berarti utara. Sebaliknya kelod untuk orang Bali utara berarti utara, dan untuk orang bali selatan berarti selatan. Perbedaan ini tidak saja tampak dalam penunjukan arah dalam bahasa Bali, tapi juga dalam aspek kesenian dan juga sedikit aspek bahasa. Konsep kaja kelod itu nampak juga dalam kehidupan sehari-hari, dalam upacara agama, letak susunan bangunan-bangunan rumah suci dan sebagainya.

Bahasa Bali termasuk keluarga bahasa Indonesia. Dilihat dari sudut perbendaharaan kata dan strukturnya, maka bahsa Bali tak jauh berbeda dari bahsa Indonesia lainnya. Peninggalan prasasti zaman kuno menunjukkan adanya suatu bahasa Bali kuno yang berbeda dari bahasa Bali sekarang. Bahasa Bali kuno tersebut disamping banyak mengandung bahasa Sansekerta, pada masa kemudiannya juga terpengaruh oleh bahasa Jawa Kuno dari jaman Majapahit, ialah jaman waktu pengaruh Jawa besar sekali kepada kebudayaan Bali. Bahasa Bali mengenal juga apa yang disebut "perbendaharaan kata-kata hormat", walaupun tidak sebanyak perbendaharaan dalam bahasa Jawa. Bahasa hormat (bahasa halus) dipakai kalau berbicara dengan orang-orang tua atau tinggi. Di Bali juga berkembang kesusasteraan lisan dan tertulis baik dalam bentuik puisi maupun prosa. Disamping itu sampai saat ini di bali didapati juga sejumlah hasil kesusasteraan Jawa Kuno (kawi) dalam bentuk prosa maupun puisi yang dibawa ke Bali tatkala Bali di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit.
Sistem Kekerabatan Orang Bali


Perkawinan merupakan suatu saat yang amat penting dalam kehidupan orang Bali, karena pada saat itulah ia dapat dianggap sebagai warga penuh dari masyarakat, dan baru sesudah itu ia memperoleh hak-hak dan kewajiban seorang warga komuniti dan warga kelompok kerabat.
Menurut anggapan adat lama yang amat dipengaruhi oleh sistem klen-klen (dadia) dan sistem warna(wangsa), maka perkawinan itu sedapat mungkin dilakukan diantara warga se-klen, atau setidak-tidaknya antara orang yang dianggap sederajat dalam warna. Demikian, perkawinan adat di Bali itu bersifat endogami klen, sedangkan perkawinan yang dicita-citakan oleh orang Bali yang masih Kolot adalah perkawinan antara anak-anak dari dua orang saudara laki-laki. Keadaan ini memang menyimpang dari lain-lain masyarakat yang berklen, yang pada umumnya bersifat exogam.

Orang-orang se-klen di Bali itu, adalah orang orang yang setingkat kedudukannya dalam adat dan agama, dan demikian juga dalam warna, sehingga dengan berusaha untuk kawin dalam batas klennya, terjagalah kemungkinan akan ketegangan-keteganagan dan noda-noda keluarga yang akan terjadi akibat perkawinan antar warna yang berbeda derajatnya. Dalam hal ini terutama harus dijaga agar anak wanita dari warna yang tinggi jangan sampai kawin dengan pria yang lebih rendah derajat warnanya, karena perkawinan itu akan membawa malu kepada keluarga, serta menjatuhkan gengsi dari seluruh warna dari anak wanita tersebut.

Dahulu, apabila ada perkawinan semacam itu, maka wanitannya akan dinyatakan keluar dari dadianya, dan secara fisik suami-istri akan dihukum buang (maselong) untuk beberapa lama, ketempat yang jauh dari tempat asalnya. Semenjak tahun 1951, hukuman sermacam itu tidak pernah dijalankan lagi, dan pada saat ini hukuman campuran semacam itu relatif lebih banyak dilaksanakan. Bentuk perkawinan lain yang dianggap pantang adalah perkawinan bertukar antara saudara perempuan suami dengan saudara laki-laki istri (makedengan ngad), karena perkawinan yang demikian itu dianggap dapat mendatangkan bencana (panes). Pada umumnya, seorang pemuda Bali memperoleh seorang istri dengan dua cara, yaitu dengan meminang (memadik, ngidih) kepada keluarga gadis, atau dengan cara melarikan seorang gadis (mrangkat,ngrorod). Kedua cara diatas berdasarkan adat.

Sesudah pernikahan, suami-istri yang baru biasanya menetap secara virilokal dikomplek perumahan dari orang tua suami, walapun tidak sedikit suami istri yang menetap secara neolokal dengan mencari atau membangun rumah baru. Sebaliknya ada pula suami istri baru yang menetap secara uxorilokal dikomplek perumahan dari keluarga istri (nyeburin). Kalau suami istri menetap secara virilokal, maka anak-anak keturunan mereka selanjutnya akan diperhitungkan secara patrilineal (purusa), dan menjadi warga dari dadia si suami dan mewarisi harta pusaka dari klen tersebut. Sebaliknya, keturunan dari suami istri yang menetap secara uxorilokal akan diperhitungkan secara matrilineal menjadi warga dadia si istri, dan mewarisi harta pusaka dari klen itu. Dalam hal ini kedudukan si istri adalah sebagai sentana predhana(penerus keturunan).

Suatu rumah tangga di Bali biasanya terdiri dari suatu keluarga batih yang bersifat monogami, sering ditambah dengan anak laki-laki yang sudah kawin bersama keluarga batih mereka masing-masing dan dengan orang lain yang menumpang, baik orang yang masih kerabat maupun orang yang bukan kerabat. Beberapa waktu kemudian terdapat anak laki-laki yang sudah maju dalam masyarakat sehingga ia merasa mampu untuk berdiri sendiri, memisahkan diri dari orang tua dan mendirikajn rumah tangga sendiri yang baru. Salah satu anak laki-laki biasanya tetap tinggal di komplek perumahan orang tua (ngerob), untuk nanti dapat membantu orang tua mereka kalau sudah tidak berdaya lagi dan untuk selanjutnya menggantikan dan melanjutkan rumah tangga orang tua.

Tiap-tiap keluarga batih maupun keluarga luas, dalam sebuah desa di Bali harus memelihara hubungan dengan kelompok kerabatnya yang lebih luas yaitu klen (tunggal dadia). Strutur tunggal dadia ini berbeda-beda di berbagai tempat di Bali. Di desa-desa pegunungan, orang-orang dari tunggal dadia yang telah memencar karena hidup neolokal, tidak usah lagi mendirikan tempat pemujaan leluhur di masing-masing tempat kediamannya. didesa-desa tanah datar, orang-orang dari tunggal dadia yang hidup neolokal wajib mendirikan mendirikan tempat pemujaan di masing-nasing kediamannya, yang disebut kemulan taksu.

Disamping itu, keluarga batih yang hidup neolokal masih mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap kuil asal (dadia atau sanggah) di rumah orang tua mereka.Suatu pura ditingkat dadia merayakan upacara-upacara sekitar lingkaran hidup dari semua warganya, dan dengan demikian pura/kuil tersebut mempersatukan dan mengintensifkan rasa solidaritet anggota-anggota dari suatu klen kecil.

Di samping itu ada lagi kelompok kerabat yang lebih besar yang melengkapi beberapa kerabat tunggal dadia (sanggah) yang memuja kawitan leluhur yang sama disebut kelenteng (pura) paibon atau panti. Dalam prakteknya, suatu tempat pemujaan di tingkat paibon juga hanya mempersatukan suatu lingkaran terbatas dari kaum kerabat yang masih dikenal hubungannya saja. Klen-klen besar sering juga mempunyai suatu sejarah asal-usul yang ditulis dalam bentuk babad dan prasasti yang disimpan sebagai pusaka oleh salah satu dari keluarga-keluarga yang merasa dirinya senior, ialah keturunan langsung dan salah satu cabang yang tua dalam klen.
Sistem Kemasyarakatan Orang Bali

Banjar
Merupakan bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan sosial itu diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara-upacara keagaman yang keramat. Didaerah pegunungan, sifat keanggotaan banjar hanya terbatas pada orang yang lahir di wilayah banjar tersebut. Sedangkan didaerah datar, sifat keanggotaannya tidak tertutup dan terbatas kepada orang-orang asli yang lahir di banjar itu. Orang dari wilayah lain atau lahir di wilayah lain dan kebetulan menetap di banjar bersangkutan dipersilakan untuk menjadi anggota(krama banjar) kalau yang bersangkutan menghendaki.

Pusat dari banjar adalah Bale banjar, dimana warga banjar bertemu pada hari-hari yang tetap. Banjar dikepalai oleh seorang kepala yang disebut Kelian banjar. Ia dipilih dengan masa jabatab tertentu oleh warga banjar. Tugasnya tidak hanya menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dari banjar sebagai suatu komuniti, tapi juga lapangan kehidupan keagamaan. Kecuali itu ia juga harus memecahkan masalah yang menyangkut Desa adat. Kadang kelian banjar juga mengurus hal-hal yang sifatnya berkaitan dengan administrasi pemerintahan.

Subak
Subak di Bali seolah-olah lepas dari dari Banjar dan mempunyai kepala sendiri. Orang yang menjadi warga subak tidak semuanya sama dengan orang yang menjadi anggota banjar. Warga subak adalah pemilik atau para penggarap sawah yang yang menerima air irigasinya dari dari bendungan-bendungan yang diurus oleh suatu subak. Sudah tentu tidak semua warga subak tadi hidup dalam suatu banjar. Sebaliknya ada seorang warga banjar yang mempunyai banyak sawah yang terpencar dan mendapat air irigasi dari bendungan yang diurus oleh beberapa subak. Dengan demikian warga banjar tersebtu akan menggabungkan diri dengan semua subak dimana ia mempunya sebidang sawah.

Sekaha
Dalam kehidupan kemasyarakatan desa di Bali, ada organisasi-organisasi yang bergerak dalam lapangan kehidupan yang khusus, ialah sekaha. organisasi ini bersifat turun-temurun, tapi ada pula yang bersifat sementara. Ada sekaha yang fungsinya adalah menyelenggarakan hal-hal atau upacara-upacara yang berkenan dengan desa, misalnya sekaha baris/sanggar tari Baris (perkumpulan tari baris), sekaha teruna-teruni. Sekaha tersebut sifatnya permanen, tapi ada juga sekaha yang sifatnya sementara, yaitu sekaha yang didirikan berdasarkan atas suatu kebutuhan tertentu, misalnya sekaha memula (perkumpulan menanam), sekaha manyi (perkumpulan menuai), sekaha gong (perkumpulan gamelan) dan lain-lain. sekaha-sekaha di atas biasanya merupakan perkumpulan yang terlepas dari organisasi banjar maupun desa.

Gotong - Royong
Dalam kehidupan berkomuniti dalam masyarakat Bali dikenal sistem gotong royong (nguopin) yang meliputi lapangan-lapangan aktivitas di sawah (seperti menanem, menyiangi, panen dan sebagainya), sekitar rumah tangga (memperbaiki atap rumah, dinding rumah, menggali sumur dan sebagainya), dalam perayaan-perayaan atau upacara-upacara yang diadakan oleh suatu keluarga, atau dalam peristiwa kecelakaan dan kematian. nguopin antara individu biasanya dilandasi oleh pengertian bahwa bantuan tenaga yang diberikan wajib dibalas dengan bantuan tenaga juga. kecuali nguopin masih ada acara gotong royong antara sekaha dengan sekaha. Cara serupa ini disebut ngedeng (menarik). Misalnya suatu perkumpulan gamelan ditarik untuk ikut serta dalam menyelenggarakan suatu tarian dalam rangka suatu upacara odalan. bentuk yang terakhir adalah kerja bhakti (ngayah) untuk keperluan agama,masyarakat maupun pemerintah.

Kesatuan-kesatuan sosial di atas, biasanya mempunyai pemimpin dan mempunyai kitab-kitab peraturan tertulis yang disebut awig-awig atau sima. Pemimpin biasanya dipilih oleh warganya. Klen-klen juga mempunyai tokoh penghubung yang bertugas memelihara hubungan antara warga-warga klen, menjadi penasehat bagi para warga mengenai seluk beluk adat dan peristiwa-peristiwa yang bersangkaut paut dengan klen. Tokoh klen serupa itu di sebut moncol. Klen tersebut tidak mempunyai peraturan tertulis, akan tetapi mempunya silsilah/babad. Ditingkat desa ada kesatuan-kesatuan administratif yang disebut perbekelan. Suatu perbekelan yang sebenarnya merupakan warisan dari pemerintah Belanda, diletakkan diatas kesatuan-kesatuan adat yang asli di Bali, seperti desa adat dan banjar. Maka terdapatlah gabungan-gabungan dari banjar dan desa ke dalam suatu perbekelan yang dipimpin oleh perbekel atau bendesa yang secara administratif bertanggung jawab terhadap atasannya yaitu camat, dan seterusnya camat bertanggung jawab kepada bupati.dst dsb.

Selasa, 10 Mei 2011

Daftar raja Jawa

Mataram Kuno

Dinasti Syailendra

 Dinasti Sanjaya

Medang

Kahuripan

  • Airlangga (1019-1045), mendirikan kerajaan di reruntuhan Medang

Janggala


Kadiri

(tidak diketahui silsilah raja-raja Kadiri hingga tahun 1116)

Singhasari

Majapahit

Demak

Kesultanan Pajang

Mataram Baru

Daftar ini merupakan Daftar penguasa Mataram Baru atau juga disebut sebagai Mataram Islam. Catatan: sebagian nama penguasa di bawah ini dieja menurut ejaan bahasa Jawa.

Kasunanan Kartasura

  1. Amangkurat II (16801702), pendiri Kartasura.
  2. Amangkurat III (17021705), dibuang VOC ke Srilangka.
  3. Pakubuwana I (17051719), pernah memerangi dua raja sebelumya; juga dikenal dengan nama Pangeran Puger.
  4. Amangkurat IV (17191726), leluhur raja-raja Surakarta dan Yogyakarta.

Kasunanan Surakarta

 

  1. Pakubuwana II (1745 - 1749), pendiri kota Surakarta; memindahkan keraton Kartasura ke Surakarta pada tahun 1745
  2. Pakubuwana III (1749 - 1788), mengakui kedaulatan Hamengkubuwana I sebagai penguasa setengah wilayah kerajaannya.
  3. Pakubuwana IV (1788 - 1820)
  4. Pakubuwana V (1820 - 1823)
  5. Pakubuwana VI (1823 - 1830), diangkat sebagai pahlawan nasional Indonesia; juga dikenal dengan nama Pangeran Bangun Tapa.
  6. Pakubuwana VII (1830 - 1858)
  7. Pakubuwana VIII (1859 - 1861)
  8. Pakubuwana IX (1861 - 1893)
  9. Pakubuwana X (1893 - 1939)
  10. Pakubuwana XI (1939 - 1944)
  11. Pakubuwana XII (1944 - 2004)

Kasultanan Yogyakarta

 

Hamengkubuwana atau Hamengkubuwono atau Hamengku Buwono atau lengkapnya Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalogo Ngabdurahman Sayiddin Panotogomo Khalifatullah adalah gelar bagi raja Kesultanan Yogyakarta sebagai penerus Kerajaan Mataram Islam di Yogyakarta. Dinasti Hamengkubuwana tercatat sebagai dinasti yang gigih memperjuangkan kemerdekaan pada masa masing-masing, antara lain Hamengkubuwana I atau nama mudanya Pangeran Mangkubumi, kemudian penerusnya yang salah satunya adalah ayah dari Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro, yaitu Hamengkubuwana III. Sri Sultan Hamengkubuwana IX pernah menjabat sebagai wakil presiden Indonesia yang kedua.
Yang bertahta saat ini adalah Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Daftar sultan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.


No. Nama Dari Sampai Keterangan
1. Sri Sultan Hamengkubuwono I 13 Februari 1755 24 Maret 1792
2. Sri Sultan Hamengkubuwono II 2 April 1792 akhir 1810 periode pertama
3. Sri Sultan Hamengkubuwono III akhir 1810 akhir 1811 periode pertama  

Sri Sultan Hamengkubuwono II akhir 1811 20 Juni 1812 periode kedua

Sri Sultan Hamengkubuwono III 29 Juni 1812 3 November 1814 periode kedua  
4. Sri Sultan Hamengkubuwono IV 9 November 1814 6 Desember 1823
5. Sri Sultan Hamengkubuwono V 19 Desember 1823 17 Agustus 1826 periode pertama

Sri Sultan Hamengkubuwono II 17 Agustus 1826 2 Januari 1828 periode ketiga

Sri Sultan Hamengkubuwono V 17 Januari 1828 5 Juni 1855 periode kedua
6. Sri Sultan Hamengkubuwono VI 5 Juli 1855 20 Juli 1877
7. Sri Sultan Hamengkubuwono VII 22 Desember 1877 29 Januari 1921
8. Sri Sultan Hamengkubuwono VIII 8 Februari 1921 22 Oktober 1939
9. Sri Sultan Hamengkubuwono IX 18 Maret 1940 2 Oktober 1988
10. Sri Sultan Hamengkubuwono X 7 Maret 1989 sekarang

Praja Mangkunagaran di Surakarta

  1. Mangkunagara I (Raden Mas Said) (1757 - 1795)
  2. Mangkunagara II (1796 - 1835)
  3. Mangkunagara III (1835 - 1853)
  4. Mangkunagara IV (1853 - 1881)
  5. Mangkunagara V (1881 - 1896)
  6. Mangkunagara VI (1896 - 1916)
  7. Mangkunagara VII (1916 -1944)
  8. Mangkunagara VIII (1944 - 1987)
  9. Mangkunagara IX (1987 - sekarang)

Kadipaten Paku Alaman di Yogyakarta

  1. Paku Alam I (1813 - 1829)
  2. Paku Alam II (1829 - 1858)
  3. Paku Alam III (1858 - 1864)
  4. Paku Alam IV (1864 - 1878)
  5. Paku Alam V (1878 - 1900)
  6. Paku Alam VI (1901 - 1902)
  7. Paku Alam VII (1903 - 1938)
  8. Paku Alam VIII (1938 - 1998)
  9. Paku Alam IX (1998 - sekarang)