Kamis, 02 Agustus 2012

Khadijah, The True Love Story of Muhammad

“… Demi Allah, aku tidak pernah mendapat pengganti yang lebih baik daripada khadijah. Ia yang beriman kepadaku ketika semua orang ingkar. Ia yang mempercayaiku ketika semua orang mendustakanku. Ia yang memberiku harta pada saat semua orang enggan memberi. Dan darinya, aku memperoleh keturunan, sesuatu yang tidak kuperoleh dari istri-istriku yang lain.” (Hadis Riwayat Ahmad)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad, penutup sekalian rasul, pribadi yang tentangnya Allah berfirman,
“Wahai Nabi! Sesungguhnya kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang mukmin bahwa sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.” (al-Ahzab (33) : 45-47)
Siapa yang tak kenal Khadijah? Ya, dialah Khadijah binti Khuwailid ibnu Asad ibnu Abdil Uzza ibnu Qushay. Istri pertama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang menerima salam dari Allah dan Jibril.
Kisah Khadijah, Ummul Mu’minin, selalu meninggalkan kesan yang mendalam. Betapa tidak? Ia adalah istri Rasulullah yang menjadi rekan pada saat-saat paling sulit dalam hidup beliau, istri yang selalu menawarkan cinta dan kasih sayang dalam kondisi apapun.

Saya, seorang perempuan akhir zaman, merasa perlu untuk membuat sebuah tulisan yang menggambarkan keistimewaan-keistimewaan Khadijah, yang semoga dapat menjadi teladan bagi kita-kaum perempuan-yang hidup di tengah maraknya eksploitasi perempuan. Keinginan ini muncul setelah membaca sebuah buku berjudul “Khadijah, The True Love Story of Muhammad”. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik kepada orang yang dengan tulus menghadiahkan buku tersebut kepada saya, 03 Juli 2011 silam.
Hal pertama yang perlu kita tegaskan di sini, bahwa Khadijah mendapat pemeliharaan dan bimbingan langsung dari Allah di sepanjang hidupnya. Allah yang menjaganya dari segala cela, sehingga penduduk Mekah menjulukinya dengan “Thahirah (wanita suci)”.
Jika ada wanita yang langsung menerima salam dari Allah, maka Khadijahlah orangnya. Suatu hari, malaikat Jibril mendatangi Rasulullah dan berkata , “Wahai Muhammad, sebentar lagi Khadijah akan membawakan makanan dan minuman untukmu. Kalau ia datang, sampaikan kepadanya salam dari Allah dan dariku.”
Cara Khadijah menjawab salam itu pun menunjukkan keluasan pandangan dan kedalaman perasaannya. Jawabannya mengandung pengagungan terhadap Allah, doa agar Allah menganugerahkan kepadanya kedamaian dan keselematan serta salam untuk Jibril yang telah menyampaikan kepadanya salam dari Allah. Khadijah berkata, “Allahlah pemelihara kedamaian dan sumber segala damai. Salamku untuk Jibril.”
Khadijah merupakan istri dan sahabat ideal yang selalu setia mendampingi serta menghibur Rasulullah dalam setiap kesulitan. Karena itulah Allah berkenan memberinya kabar gembira tentang sebuah rumah terbuat dari permata yang dibangun untuknya di surga. Rasulullah bersabda, “Aku diperintahkan untuk memberikan kabar gembira kepada khadijah bahwa akan dibangun untuknya di surga sebuah rumah dari permata; tak ada hiruk pikuk dan rasa lelah di sana.”
Aisyah pernah merasa sangat cemburu. Ia bercerita, “Aku tidak pernah merasa cemburu kepada seorang wanita sebesar rasa cemburuku pada kepada Khadijah. Aku tidak pernah melihatnya. Tetapi Rasulullah selalu menyebut dan mengingatnya. Ketika menyembelih seekor kambing, beliau selalu memotong sebagian dagingnya dan menghadiahkannya kepada sahabat-sahabat Khadijah.”
Dalam sebuah riwayat lain, Aisyah juga mengisahkan, “Rasulullah hampir tidak pernah keluar rumah tanpa menyebut dan memuji Khadijah. Hal itu membuatku cemburu. Kukatakan, ‘Bukankah ia hanya seorang wanita tua renta dan engkau telah diberi pengganti yang lebih baik daripadanya?’ Mendengar itu, beliau murka hingga bergetar bagian depan rambutnya. Beliau katakana, ‘Tidak. Demi Allah, aku tidak pernah mendapat pengganti yang lebih baik daripada khadijah. Ia yang beriman kepadaku ketika semua orang ingkar. Ia yang mempercayaiku ketika semua orang mendustakanku. Ia yang memberiku harta pada saat semua orang enggan memberi. Dan darinya, aku memperoleh keturunan, sesuatu yang tidak kuperoleh dari istri-istriku yang lain.’ Maka aku berjanji dalam hati untuk tidak mengatakan sesuatu yang buruk tentangnya lagi.
Rasulullah sendiri sangat menghormati Khadijah. Jasanya bagi penyebaran Islam sungguh tidak terkira. Di depan para sahabatnya, Rasulullah sering menyebut khadijah sebagai wanita yang paling utama di muka bumi. Ali Ibnu Abi Thalib pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik wanita dunia adala Maryam binti Imran. Sebaik-baik wanita dunia adalah Khadijah.”
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Anas, Rasulullah bersabda, “Wanita-wanita terbaik sepanjang sejarah adalah Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, dan Asiyah, istri Fir’aun.”
Salah satu contoh gamblang yang menunjukkan betapa berarti Khadijah di hati Rasulullah adalah sebuah peristiwa yang terjadi di tahun 8 Hijriah, 11 tahun setelah wafatnya Khadijah. Pada hari pembebasan Mekah (fath Makkah), Rasulullah menunjuk Zubair ibnu Awwam untuk memimpin sekelompok pasukan Muhajirin dan anshar. Beliau menyerahkan panji pasukan dan memerintahkan Zubair untuk menancapkannya di Hujun, sebuah dataran tinggi di Mekah. Beliau berpesan, “jangan tinggalkan tempat engkau tancapkan panji itu hingga aku mendatangimu.”
Sesampainya di Hujun, Abbas ibnu Abdil Muththalib berkata kepada Zubair, “Wahai Zubair, di sinilah Rasulullah memerintahkanmu untuk memancangkan panji pasukan.”
Di Hujun itulah terletak makam Khadijah. Dan tempat itu yang dipilih sebagai pusat komando dan pengawasan pasukan Islam pada perang pembebasan Mekah. Dari sana pula beliau memasuki Kota Mekah, pada hari ketika kaum muslimin berhasil mengalahkan kaum kafir Quraisy, ketika orang-orang memeluk Islam secara berbondong-bondong, ketika agama tauhid menghancurkan kemusyrikan. Pada hari yang bersejarah itu, Ka’bah dan Masjidil Haram dibersihkan darri berhala-berhala. Saat itu pula Rasulullah membacakan ayat,
“Dan katakanlah, ‘Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap.’ Sungguh, yang batil itu pasti lenyap.” (al-Isra’ (17) : 81)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar