Kanjeng Gusti Raden Mas Danang Jaya Suta Wijaya, atau Kanjeng Panembahan Kajenar,
atau Panembahan Senopati Ing Mataram, telah berwasiat kepada Trah Mataram :
Sikap Keutamaan
Seperti apakah sikap-sikap keutamaan itu
Dan bagaimanakah uraian penjelasannya?
Dalam menjawab perlulah diingat
Bahwa yang ada hanyalah dugaan
Karena bukanlah kata-kata yang penting
Tetapi perilaku dalam hidupmu.
Maka sikap-sikap keutamaan itu demikian:
Sebagai pandita sikapnya bijaksana dan waskita
Saleh dan taat pada agama,
mendalami sastra budaya,
Sebagai satria benar perwira dan bertata-krama
Gagah berani menjaga keselamatan masyarakat,
Sebagai pedagang semangatnya bekerja keras
Mengadakan barang dan memberi pekerjaan,
Sebagai petani sikapnya jujur,
rendah-hati,
dan bersahaja
Dipuji karena giat memelihara sawah dan ternak.
Satukanlah sikap kelimanya itu
Dalam hidup dan dalam pekerjaanmu,
karena sebagai pendeta belaka,
dapat melalaikan sesamanya
Sebagai satria semata,
sering lupa sebab-akibat derita manusia
Sebagai pedagang saja,
kerap mencari untung tanpa memberi
Sebagai petani saja,
sempit cakrawalanya dan mudah ditipu.
Kuasailah dan kendalikan dirimu
Serapkan pula
segala pengetahuan dan kebijaksanaan
Maka engkau
akan turut mengatur dunia.
Kanjeng
Gusti Pangeran Mas Danang Suta Wijaya (wafat di Kajenar,1601) adalah
pendiri Kesultanan Mataram yang memerintah sebagai raja pertama pada
tahun 1587-1601, bergelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin
Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa. Tokoh ini dianggap sebagai peletak
dasar-dasar Kesultanan Mataram. Riwayat hidupnya banyak digali dari
kisah-kisah tradisional, misalnya naskah-naskah babad karangan para
pujangga zaman berikutnya.
Danang Sutawijaya adalah putra sulung
pasangan Ki Ageng Pamanahan dan Nyai Sabinah. Menurut naskah-naskah
babad, ayahnya adalah keturunan Brawijaya raja terakhir Majapahit,
sedangkan ibunya adalah keturunan Sunan Giri anggota Walisanga. Hal ini
seolah-olah menunjukkan adanya upaya para pujangga untuk mengkultuskan
raja-raja Kesultanan Mataram sebagai keturunan orang-orang istimewa.
Nyai
Sabinah memiliki kakak laki-laki bernama Ki Juru Martani, yang
kemudian diangkat sebagai patih pertama Kesultanan Mataram. Ia ikut
berjasa besar dalam mengatur strategi menumpas Arya Penangsang pada
tahun 1549.
Sutawijaya juga diambil sebagai anak angkat oleh
Hadiwijaya bupati Pajang sebagai pancingan, karena pernikahan
Hadiwijaya dan istrinya sampai saat itu belum dikaruniai anak.
Sutawijaya kemudian diberi tempat tinggal di sebelah utara pasar
sehingga ia pun terkenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar.
Tahun
1549, adanya sayembara menumpas Arya Penangsang oleh Kasulthanan demak
Bintoro merupakan pengalaman perang pertama bagi Sutawijaya. Ia diajak
ayahnya ikut serta dalam rombongan pasukan supaya Hadiwijaya merasa
tidak tega dan menyertakan pasukan Pajang sebagai bala bantuan. Saat
itu Sutawijaya masih berusia belasan tahun.
Arya Penangsang
adalah Bupati Jipang Panolan yang telah membunuh Sunan Prawoto raja
terakhir Kesultanan Demak. Ia sendiri akhirnya tewas di tangan
Sutawijaya. Akan tetapi sengaja disusun laporan palsu bahwa kematian
Arya Penangsang akibat dikeroyok Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi,
karena jika Sultan Hadiwijaya sampai mengetahui kisah yang sebenarnya
(bahwa pembunuh Bupati Jipang Panolan adalah anak angkatnya sendiri),
dikhawatirkan ia akan lupa memberikan hadiah.
Usai sayembara, Ki
Panjawi mendapatkan tanah Pati dan menjadi bupati di sana sejak tahun
1549, sedangkan Ki Ageng Pamanahan baru mendapatkan tanah Mataram sejak
tahun 1556.
Sepeninggal Ki Ageng Pamanahan tahun 1575,
Sutawijaya menggantikan kedudukannya sebagai pemimpin Mataram, bergelar
Senapati Ingalaga (yang artinya “panglima di medan perang”).
Pada
tahun 1576 Ngabehi Wilamarta dan Ngabehi Wuragil dari Pajang tiba
untuk menanyakan kesetiaan Mataram, mengingat Senapati sudah lebih dari
setahun tidak menghadap Sultan Hadiwijaya. Senapati saat itu sibuk
berkuda di desa Lipura, seolah tidak peduli dengan kedatangan kedua
utusan tersebut. Namun kedua pejabat senior itu pandai menjaga perasaan
Sultan Hadiwijaya melalui laporan yang mereka susun.
Senapati
memang ingin menjadikan Mataram sebagai kerajaan merdeka. Ia sibuk
mengadakan persiapan, baik yang bersifat material ataupun spiritual,
misalnya membangun benteng, melatih tentara, sampai menghubungi
penguasa Laut Kidul dan Gunung Merapi. Senapati juga berani membelokkan
para mantri pamajegan dari Kedu dan Bagelen yang hendak menyetor pajak
ke Pajang. Para mantri itu bahkan berhasil dibujuknya sehingga
menyatakan sumpah setia kepada Senapati.
Sultan Hadiwijaya resah
mendengar kemajuan anak angkatnya. Ia pun mengirim utusan menyelidiki
perkembangan Mataram. Yang diutus adalah Arya Pamalad Tuban, Pangeran
Benawa, dan Patih Mancanegara. Semuanya dijamu dengan pesta oleh
Senapati. Hanya saja sempat terjadi perselisihan antara Raden Rangga
(putra sulung Senapati) dengan Arya Pamalad.
Pada tahun 1582
Sultan Hadiwijaya menghukum buang Tumenggung Mayang ke Semarang karena
membantu anaknya yang bernama Raden Pabelan, menyusup ke dalam
keputrian menggoda Ratu Sekar Kedaton, putri bungsu Sultan. Raden
Pabelan sendiri dihukum mati dan mayatnya dibuang ke Sungai Laweyan. Ibu
Pabelan adalah adik Senapati. Maka Senapati pun mengirim para mantri
pamajegan untuk merebut Tumenggung Mayang dalam perjalanan
pembuangannya.
Perbuatan Senapati ini membuat Sultan Hadiwijaya
murka. Sultan pun berangkat sendiri memimpin pasukan Pajang menyerbu
Mataram. Perang terjadi. Pasukan Pajang dapat dipukul mundur meskipun
jumlah mereka jauh lebih banyak.
Sultan Hadiwijaya jatuh sakit
dalam perjalanan pulang ke Pajang. Ia akhirnya meninggal dunia namun
sebelumnya sempat berwasiat agar anak-anaknya jangan ada yang membenci
Senapati serta harus tetap memperlakukannya sebagai kakak sulung.
Senapati sendiri ikut hadir dalam pemakaman ayah angkatnya itu.
Arya
Pangiri adalah menantu Sultan Hadiwijaya yang menjadi adipati Demak.
Ia didukung Panembahan Kudus berhasil merebut takhta Pajang pada tahun
1583 dan menyingkirkan Pangeran Benawa menjadi adipati Jipang.
Pangeran
Benawa kemudian bersekutu dengan Senapati pada tahun 1586 karena
pemerintahan Arya Pangiri dinilai sangat merugikan rakyat Pajang. Perang
pun terjadi. Arya Pangiri tertangkap dan dikembalikan ke Demak.
Pangeran
Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Senapati namun ditolak.
Senapati hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram.
Pangeran Benawa pun diangkat menjadi raja Pajang sampai tahun 1587.
Sepeninggalnya,
ia berwasiat agar Pajang digabungkan dengan Mataram. Senapati
dimintanya menjadi raja. Pajang sendiri kemudian menjadi bawahan
Mataram, dengan dipimpin oleh Pangeran Gagak Baning, adik Senapati.
Maka
sejak itu, Senapati menjadi raja pertama Mataram bergelar Panembahan.
Ia tidak mau memakai gelar Sultan untuk menghormati Sultan Hadiwijaya
dan Pangeran Benawa. Istana pemerintahannya terletak di Kotagede.
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya, daerah-daerah bawahan di Jawa Timur
banyak yang melepaskan diri. Persekutuan adipati Jawa Timur tetap
dipimpin Surabaya sebagai negeri terkuat. Pasukan mereka berperang
melawan pasukan Mataram di Mojokerto namun dapat dipisah utusan Giri
Kedaton.
Selain Pajang dan Demak yang sudah dikuasai Mataram,
daerah Pati juga sudah tunduk secara damai. Pati saat itu dipimpin
Adipati Pragola putra Ki Panjawi. Kakak perempuannya (Ratu Waskitajawi)
menjadi permaisuri utama di Mataram. Hal itu membuat Pragola menaruh
harapan bahwa Mataram kelak akan dipimpin keturunan kakaknya itu.
Pada
tahun 1590 gabungan pasukan Mataram, Pati, Demak, dan Pajang bergerak
menyerang Madiun. Adipati Madiun adalah Rangga Jemuna (putra bungsu
Sultan Trenggana) yang telah mempersiapkan pasukan besar menghadang
penyerangnya. Melalui tipu muslihat cerdik, Madiun berhasil direbut.
Rangga Jemuna melarikan diri ke Surabaya, sedangkan putrinya yang
bernama Retno Dumilah diambil sebagai istri Senapati.
Pada tahun
1591 terjadi perebutan takhta di Kediri sepeninggal bupatinya. Putra
adipati sebelumnya yang bernama Raden Senapati Kediri diusir oleh
adipati baru bernama Ratujalu hasil pilihan Surabaya. Senapati Kediri
kemudian diambil sebagai anak angkat Panembahan Senapati Mataram dan
dibantu merebut kembali takhta Kediri. Perang berakhir dengan kematian
bersama Senapati Kediri melawan Adipati Pesagi (pamannya).
Pada
tahun 1595 adipati Pasuruhan berniat tunduk secara damai pada Mataram
namun dihalang-halangi panglimanya, yang bernama Rangga Kaniten. Rangga
Kaniten dapat dikalahkan Panembahan Senapati dalam sebuah perang
tanding. Ia kemudian dibunuh sendiri oleh adipati Pasuruhan, yang
kemudian menyatakan tunduk kepada Mataram.
Pada tahun 1600
terjadi pemberontakan Adipati Pragola dari Pati. Pemberontakan ini
dipicu oleh pengangkatan Retno Dumilah putri Madiun sebagai permaisuri
kedua Senapati. Pasukan Pati berhasil merebut beberapa wilayah sebelah
utara Mataram. Perang kemudian terjadi dekat Sungai Dengkeng di mana
pasukan Mataram yang dipimpin langsung oleh Senapati sendiri berhasil
menghancurkan pasukan Pati.
Panembahan Senapati alias Danang Sutawijaya meninggal dunia pada tahun
1601 saat berada di desa Kajenar. Ia kemudian dimakamkan di Kotagede.
Putra yang ditunjuk sebagai raja selanjutnya adalah yang lahir dari
putri Pati, bernama Mas Jolang.
http://pembayun-mangir.blogspot.com/2013/01/makam-nyimas-utari-sandi-jayaningsih.html
BalasHapusSara RF Maryudati Prabakusuma, S.IP ( Yud Kusuma ), menyusun silsilaH Leluhur dari garis Ayah dan garis Ibu. Saya Dinasti Ke 10 dari Ng SDIS KS Paku Buwana I, yang juga Dinasti ke 20 dari Prabu Brawijaya V Majapahit jalur Raden Bondan Kejawan. Pesan dari Panembahan Senopati tsb ada pada diri saya juga. Meski kadang saya difitnah dengan sesuatu yang tak mungkin saya lakukan, namun saya tetap berjiwa ksatria. Saban tahun setidaknya saya ngabyantara sowan ke Makam Raja-raja leluhur saya.
BalasHapusRahayu rahayu rahayu
Sangat baik unt disimak khusus nya yg masih menyangkut silsilah trah mataram menjadi faham adanya
BalasHapus