SEJARAH DESA GUNUNG BATU DAN ARIA PENANGSANG, CEMPAKA, OKU TIMUR
I.SEJARAH DESA GUNUNG BATU, KEC.CEMPAKA.KAB.OKU TIMUR
Desa Gunung Batu saat itu adalah merupakan daerah yang terpencil, orang yang pertama kali membukanya adalah Ratu Sahibul yang berasal dari Demak beserta rombongan para pembesar bangsawan-bangsawan yang dibawanya. Ratu Sahibul sendiri adalah sebuah nama samaran untuk kepentingan dirinya dan untuk misi rahasia tertentu. Penamaan Ratu Sahibul di Jawa sendiri sangatlah aneh, jarang sekali terdengar masyarakat Jawa saat itu menggunakan nama-nama seperti ini. Kemungkinan nama ini baru muncul ketika ia menginjak tanah Sumatra Selatan , dalam hal ini nama ini kemungkinan besar telah muncul dari Skala Brak atau Kerajaan Abung (kerajaan-kerajaan Lampung pada pertengahan abad ke 15. Penamaan Gelar RATU sendiri adalah penamaan yang hanya diperuntukkan bagi orang yang memiliki kedudukan penting ditengah masyarakat Lampung atau Komering pada masa dahulu. Kebanyakan orang yang bergelar RATU lebih didominasi oleh pembesar kerajaan dalam hal ini gelar RATU lebih identik sebagai RAJA disebuah daerah. Didalam sejarah Komering nama Ratu Sahibul ini menjadi nenek moyang pertama Komering yang bermigrasi menuju daerah-daerah sekitar Komering lebih khusus lagi sebuah daerah yang dinamakan Gunung Batu. Hanya saja dalam sejarah Komering, penyebutannya sedikit berbeda, nama Ratu Sahibul disebut dalam sejarah Komering menjadi RATU SABIBUL.
Ketika tiba didesa Gunung Batu ini beliau dan rombongannya menggunakan Perahu yang besar. Hal ini sangat masuk akal, karena berdasarkan cerita muyang Layo (kakek dari ayah kami ) sungai Komering sering dilalui kapal-kapal kayu besar yang berasal dari berbagai daerah, jadi sangat masuk akal kalau jalur sungai komering menjadi jalur lintas untuk komunikasi dan juga perdagangan. Bisa dibayangkan kalau kondisi sungai Komering pada pertengahan abad ke 15, pasti sangat lebar dan deras. Sekarang saja sungai tersebut masih cukup besar , apalagi pada masa lalu. Perahu yang datang dari rombongan beliau ini ditambatkan pada suatu delta (Pulau kecil ditengah sungai). Tempat penambatan perahu itu sampai sekarang telah menjadi kebun yang besar. Tempat ini menjadi besar karena tambatan perahu itu menahan pasir yang datang dari hulu, sehingga karena itu berlangsung dalam proses yang lama, delta itu telah menjadi tanah baru yang dapat dibuat menjadi kebun. Sampai sekarang tanah itu dapat dilihat dari atas jembatan Desa Gunung Batu. Di Gunung Batu tempat ini lebih populer dengan nama Pulau Balak .
Dahulunya desa Gunung Batu ini ini bernama Muara Bangkulah, Kemudian berganti menjadi Suka Pindah kemudian berganti lagi menjadi Gunung Batu. Dulunya desa ini hanya terdapat 7 buah rumah. Posisi tempat tinggal mereka adalah didaerah Pematang Puding (dimakam Karia Ulung), Karia Ulung sendiri merupakan anak sulung Ratu Sahibul dan ia merupakan kepala desa pertama didesa Gunung Batu, sedangkan keluarga yang lain di Korbang (sekarang pemakaman keluarga penulis) dan di Gandar. Ketiga tanah-tanah yang ditempati pada masa itu merupakan tanah pertama yang timbul serta dapat didiami. Kemungkinan tanah-tanah itu merupakan pencarian terbaik dari tanah-tanah yang lain. Sedangkan Moyang Batin yang merupakan anak bungsu kandung Ratu Sahibul dan juga pengikut Pangeran Mas atau Moyang Karang Birahi berpindah menyeberang sungai. Posisinya sekarang adalah Mesjid di Liba tempat dimana Pangeran Mas mengajar Agama Islam. Dan hal inilah yang nantinya menimbulkan kebencian Ratu Sahibul dan Karia Ulung kepada penduduk yang telah pindah ini. Begitu bencinya Karia Ulung terhadap orang-orang yang pindah ini bila ia pergi ke sungai ia tidak mau melihat rumah-rumah dan wajah penduduk desa Gunung Batu yang telah berpindah. Bahkan yang menurut penulis sangat aneh karena begitu bencinya Karia Ulung digambarkan kalau sedang ke sungai ia berjalan mundur, padahal kalau ditafsirkan bukanlah seperti itu, tapi seperti yang terjadi adalah bahwa Karia Ulung tidak mau melihat wajah dan rumah-rumah orang Gunung Batu yang telah berpindah. Dan hal ini menurut penulis sangat masuk akal. Tentang kepindahan masyarakat Gunung Batu saat itu menurut kakek penulis karena daerah yang pertama kali dihuni ini cukup seram sehingga banyak penduduk yang tidak betah dikampung pertama ini. Penulispun merasakan bagaimana nuansa angkernya daerah Muara Bangkulah ini.
Desa Gunung Batu ini akhirnya terus berkembang dan dari situ terdapatlah “9 keturunan” yang mendiami daerah ini terdiri dari masing-masing latar belakang dan dari daerah yang berlainan. Diantara 9 keturunan ini ialah Ratu Sahibul lah yang penduduk asli Desa Gunung Batu karena dialah yang pertama kali membuka Desa Gunung Batu. Masyarakat Gunung Batu yang mengerti sejarah mengakui hal ini sampai sekarang, kalau penduduk asli Desa Gunung Batu diantaranya adalah keturunan dari Ratu Sahibul. Namun bagi orang yang tidak mengerti sejarah Desa Gunung Batu secara lengkap pastilah tidak menerima kenyataan seperti ini, namun bagi penulis itu tidaklah menjadi masalah bila ada orang yang berpendapat lain tentang versi sejarah Gunung Batu karena setiap orang pasti mempunyai pendapat masing-masing, hanya saja janganlah pendapat itu hanya sekedar bicara tanpa didasari fakta dan data otentik yang kuat, karena dikhawatirkan bila fakta dan datanya lemah bisa menjadi bias dalam melakukan reka ulang sejarah tersebut dan hasilnyapun itu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Penulisan sejarah inipun tidak memiliki kepentingan apa-apa, hanya untuk sekedar mengungkapkan fakta dan data bahwa Desa Gunung Batu sebenarnya bukanlah desa biasa. Desa Gunung Batu adalah merupakan desa yang memiliki sejarah yang sangat panjang. Desa Gunung Batu terbentuk karena adanya keinginan para pendirinya yang memiliki visi dan misi yang sangat panjang. Dan rasanya sayang sekali kalau sejarah Desa Gunung Batu ini tidak ditulis dengan detail dan lengkap, karena daerah ini berdasarkan penelitian penulis yang berlangsung kurang lebih 17 tahun, ternyata daerah desa Gunung Batu ini memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan Kerajaan Demak, Kerajaan Palembang, Sebagian wilayah Komering serta daerah-daerah lain seperti Indra Laya atau Prabumulih terutama dengan tokoh dengan tokoh sentralnya yaitu Ratu Sahibul. Sekali lagi nama Ratu Sahibul adalah merupakan nama samaran, nama ini bahkan di kota Indra Laya (Ogan Ilir) telah berubah menjadi SARIMAN RADEN KUNING. dan makam ini juga sering dikunjungi oleh beberapa penziarah. Adapun kenapa ia selalu melakukan perubahan nama, silahkan baca sejarah kerajaan Demak dan Sejarah Kerajaan Palembang khususnya Kerajaan Jipang lebih khusus lagi baca pada episode seorang pangeran atau tokoh yang menjadi kontroversi Kerajaan Demak karena sikapnya yang keras dan temperamental serta tidak mau tunduk pada penguasa demak saat itu. Sifat keras dan tidak mudah tunduk inilah yang nantinya sepertinya banyak diwariskan oleh penduduk desa Gunung Batu sampai sekarang. Dalam sebuah riwayat penguasa jawa, tokoh tersebut digambarkan telah tewas secara mengenaskan. Bahkan dari peristiwa ini telah menjadi olok-olok dalam budaya sastra Jawa dengan menggambarkan bahwa betapa bodoh dan tololnya tokoh ini ketika dikalahkan dalam pertempuran penguasa tersebut yang nantinya para penguasa tersebut menurunkan kerajaan Pajang, Mataram dan Raja-raja Jogya dan solo pada masa sekarang ini (Pakubuwono, Hamengkubuwono, dan 2 lagi saya lupa). Kisah ini akan sangat jelas terutama kalau kita membaca BABAD TANAH JAWA. Padahal dari cerita ayah kami, tokoh tersebut berhasil lolos dari pertarungan hidup dan mati itu. Pertarungan tersebut digambarkan terjadi ditepian sungai Bengawan Solo. Digambarkan pula bahwa tokoh itu menghadapi musuhnya seorang diri padahal saat itu musuhnya ada 4 orang yang berilmu tinggi dan 300 ratus pasukan berkuda. Sebuah cerita yang aneh yang menurut penulis cerita itu terlalu berlebihan dan mengada-ada karena cerita itu dibuat oleh penguasa yang merasa telah memenangkan dan menguasasi daerah kekuasaan tokoh tersebut, padahal kenyataan sebenarnya Ia berhasil lolos dengan selamat dan berhasil membawa keluarga, bangsawan dan para pengikutnya serta pusaka-pusaka penting kerajaan untuk menuju wilayah Sumatra Selatan dalam hal ini Komering dan Palembang. Kenapa ia memilih Komering dan Palembang silahkan perdalam lagi konflik antara tokoh ini dengan Penguasa Demak saat itu. Pusaka-pusaka penting yang dibawa beliau, saat ini dipegang oleh keluarga Pembarop Tamin didesa Gunung batu. Untuk mengetahui siapa tokoh tersebut silahkan baca buku yang telah saya sebutkan diatas dan silahkan simpulkan sendiri siapa nama asli tokoh RATU SAHIBUL ini..Sengaja saya tidak tulis nama aslinya disini karena ada pertimbangan tertentu. Alasan yang paling utama adalah agar saya dan keluarga besar saya tidak dianggap mengaku-ngaku berasal dari keturunan tokoh tersebut, sebab bila bicara tokoh tersebut akan banyak bicara pro dan kontra (kontroversi) terutama dalam sejarah penulisan kerajaan demak. Dan saya ingin mengambil jalan tengah dalam hal ini dengan mempersilahkan kepada pembaca untuk menyimpulkan sendiri siapa nama tokoh tersebut.
II. ORANG-ORANG YANG PERTAMA KALI DIDESA GUNUNG BATU
Diantara 9 keturunan yang pertama kali menetap Didesa Gunung Batu adalah :
1. Ratu Sahibul.
Makamnya berada di Kota Indra Laya (1 jam dari Palembang). Makamnya tidak lagi bernama Ratu Sahibul tapi sudah berganti nama menjadi Sariman Raden Kuning. Makam yang berada dipinggir sungai Kelekar ini dahulunya adalah pemakaman pengikut Ratu Sahibul, namun sekarang pemakaman itu sudah banyak dijadikan rumah-rumah penduduk, padahal juru kunci makam Ratu Sahibul yang terdahulu ini sudah mengingatkan untuk tidak membuat rumah dipemakaman tersebut, namun himbauan ini tidak diindahkan. Banyak orang yang nekat membuat rumah dipamakaman tersebut. Dari perbuatan mereka Juru Kunci yang terdahulu mengatakan bahwa orang-orang yang menjadikan tanah kuburan itu menjadi rumah hidupnya tidak ada yang berkah, mereka ada yang berpenyakitan, gila, bahkan ada yang mati tragis, wallahu a’lam. Makam Ratu Sahibul sendiri sampai saat ini masih terawat dengan baik. Makam tersebut berdampingan dengan kedua istrinya, satu lagi adalah makam putrinya yang meninggal saat remaja karena sakit. Peninggalan beliau ditempat ini hanya tinggal beberapa saja diantaranya: sendok nasi, tempat kopiah haji, keris berbentuk kecil dan salah satu kerisnya yang sangat terkenal dalam budaya sastra jawa. Sedangkan Anak-anak Ratu Sahibul ini semua berjumlah delapan orang terdiri dari 7 laki-laki dan 1 orang perempuan diantaranya adalah:
a. Yang paling sulung bernama asli Andong dan mempunyai gelar Karia Ulung. Beliau mempunyai tabiat yang sabar namun keras, dialah yang pertama menjadi Kepala Desa dengan Istilah Karia. Dia Dimakamkan persis dekat jendela rumahnya dan berdampingan dengan istrinya, didekat makam inilah rumah dan perkampungan didirikan dan merupakan perumahan yang pertama kali di Gunung Batu. Pada masa ini makamnya menyendiri dan jauh dari perkampungan penduduk Desa Gunung Batu. Dimakamnya ini masih ada tempat sirih istrinya. Konon pada masa-masa dahulu sering terjadi penampakan berupa ayam putih kerdil (Baruga) dan Harimau jadi-jadian. Karia Ulung sampai pada wafatnya tidak pernah mau melihat desa baru Gunung Batu yang telah dibangun diseberang sungai, ia sangat benci sekali dengan keberadaan desa ini. Entah kebenciannya disebabkan apa? apakah karena keras kepalanya orang-orang yang pindah tersebut atau ada hal yang lain.
b. Bernama asli Jaran, (orang ini unik karena ia mempunyai suara seperti perempuan, namun prilakunya tetap biasa dan normal) keturunannya sampai sekarang masih ada Di Desa Gunung Batu dan Baturaja. (Beliau adalah anak ke 2). Sebetulnya pada masa Moyang Layo masih hidup pernah dibuat sejarah secara lengkap yang dipegang oleh anak cucu beliau ini (Godung Tohir) namun kemudian hilang entah kemana. Beliau dimakamkan persis dekat dengan istrinya di pemakaman keluarga yaitu Korbang.
c. Ibul (Ibul ini nama asli!) beliau adalah anak ke 3, sedangkan nama lainnya adalah Ratu Paseh (atau Mas Pasai ?). Beliau ditinggalkan ditepi sungai Kelekar Didesa Gunung Ibul Kecamatan Cambai (Prabumulih Sumatra - Selatan kurang lebih 3 jam dari Palembang dengan kendaraan mobil) untuk persiapan menyerang Sriwijaya (Palembang) secara bersamaan dengan rencana orang tuanya, daerah Gunung Ibul ini merupakan dataran tinggi yang cukup sejuk dan sepertinya agak tertutup dari pandangan orang sehingga cukup baik bagus untuk berlatih perang.
Dari beliau tidak terdengar apakah ia mempunyai anak atau istri yang jelas makamnya saat ini masih ada dan cukup banyak yang menziarahi. Berdasarkan data yang penulis peroleh diakhir tahun 2011 kemarin, keterangan tentang keberadaan makam disini masih gelap, bahkan juru kunci makam ini tidak tahu menahu tentang asal usulnya. Sesepuh masyarakat Gunung Ibul yang bernama bapak Syibuddin yang berusia 90 tahun beranak 10 bercucu 30 dan bercicit 28 serta anak cicit 2 ini juga tidak tahu menahu. Beliau justru lebih banyak bercerita tentang tembang-tembang sriwijaya masa lalu yang membuat saya cukup ”pusing” dalam mengartikannya. Menurut cerita ayah penulis, Ilmu Salafiah yaitu ilmu andalan Ratu Sahibul yang terkenal jahat itu ditinggalkan disini.Dalam Budaya Jawa ilmu ini terkenal dengan nama Pancasona. Suatu ilmu langka yang saat ini sudah dilenyapkan oleh keluarga penulis karena berbau musyrik dan jahat. Inti dari ilmu ini adalah, betapapun orang itu terpisah tubuhnya (terpotong-potong) ia akan kembali hidup bila bersentuhan dengan air. Oleh karenanya Ratu Sahibul sampai akhir hidupnya selalu berada ditepi sungai. Dahulu menurut cerita dari ayah Penulis ada orang Gunung Batu yang pernah menggunakan jimat yang didapatinya dari tempat Makam Moyang Ibul. Orang itu bernama Batin Alam yang sampai wafatnya kehidupannya kurang beruntung. Menurut cerita bahwa Batin Alam ini membawa jimat atau pusaka yang diperolehnya dari tirakat dimakam Moyang Ibul namun lupa mengembalikan Jimat atau Pusaka tersebut, bahkan barang-barang itu ia buang kesungai. Memang biasanya orang yang menggunakan barang-barang seperti ini matinya tidak sempurna (Wallahu A’lam). Ilmu Salafiah sendiri menurut cerita Muyang Layo tidak diberikan kepada semua anak Ratu Sahibul, hal ini terbukti dengan kematian Tuan Kapar secara tragis di pinggir Sungai Musi. Padahal air adalah kunci utama ilmu ini. Dulu disekitar tahun-tahun 40 an ada orang yang pernah memiliki ilmu salafiah ini. Menurut paman penulis orang itu bernama Jaga man, orang ini pernah dikeroyok oleh tiga orang dan menerima tusukan sebanyak 24 tusukan, namun tidak tewas setelah ia minum air, entah bagimana caranya orang ini bisa mendapatkan ilmu salafiah ini. oleh karena itu orang yang memiliki ilmu ini identik dengan air, sudah pasti bagi yang mempunyai ilmu ini harus berdekatan dengan air dalam hal ini Sungai. Di tempat yang berdekatan dengan sungai baik itu terutama sekali sungai Komering ia dan anak anaknya mengajarkan orang-orang berbagai ilmu-ilmu kesaktian, baik itu ilmu kebal maupun ilmu-ilmu lainnya. Perlu diketahui ditempat asalnya yaitu di Kerajaan Jipang Panolan, Ratu Sahibul tempat tinggalnya berdekatan dengan sungai yaitu Sungai Bengawan Solo yang terkenal legendaris, jadi kalau pada perjalanannya ia selalu menetap dipinggir sungai, itu adalah sesuatu yang wajar karena ia memang sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini, ditambah rahasia ilmunya adalah air!!!. Oleh karena penulis ingin mempertegas kembali cerita populer dari Jawa yang mengatakan bahwa Ratu Sahibul tewas ditepi sungai Bengawan Solo adalah merupakan manipulasi sejarah yang telah dilakukan penguasa Demak yang akhirnya berubah menjadi kerajaan pajang saat itu. Biasalah yang namanya sejarah pasti akan ditulis berdasarkan keinginan penguasa saat itu.
d. Yang bernama asli Raden Mas Banding sedangkan nama samarannya adalah Raden Kuning (beliau anak ke 4). Menurut cerita beliau (Raden Mas Banding) satu-satunya yang memiliki paras yang cukup tampan dan gagah. Tentang nama Raden Kuning itu sendiri menjadi pertanyaan apakah disebabkan paras kulitnya yang kekuning-kuningan seperti kulit orang cina? atau karena ketampanan dan kegagahannya diiringi dengan paras kulitnya? atau ada faktor yang lain?. Dimakam raden Kuning ini biasanya orang banyak yang sering meminta-minta sesuatu. Biasanya yang berkaitan dengan nomor judi, karena menurut Juru kunci makam Raden Kuning ini semasa hidupnya konon paling gemar berjudi, wallahu a’lam. Ada hal yang menarik mengenai Moyang Ibul dan Raden Mas Banding, yaitu bahwa sebelumnya makam kedua orang ini sangat sulit diketemukan, karena minimnya informasi, apalagi makam Raden Mas Banding. Namun temuan terbaru menyebutkan bahwa Makam Moyang Ibul dan Raden Mas Banding ternyata satu tempat yaitu Di Desa Gunung Ibul Kabupaten Prabumulih Sumatra-Selatan. Pendapat ini didasarkan bahwa Makam Moyang Ibul sebagai kakak berada didepan!, sedangkan Raden Kuning atau Raden Mas Banding sangat berdekatan dan persis dibelakang Moyang Ibul!. Perlu diketahui bahwa hal ini sangat lazim dilakukan Di Desa Gunung Batu bahwa seorang kakak bila wafat ia harus berada didepan makam adik..
Didaerah Gunung Ibul ini juga yaitu sekitar 25 meter dari makam mereka ada makam yang lain, yaitu Makam Patih Gajah Mada. Menjadi sebuah pertanyaan?. Karena sepertinya ini bukan Makam Gajah Mada, kemungkinan ini adalah salah satu orang kepercayaan Moyang Ibul dan Moyang Raden Mas Banding. Kalaupun ia bernama Gajah Mada kemungkinan besar hanya kemiripan nama saja. Sebab Gajah Mada hidup diera Majapahit sedangkan Moyang Ibul dan Raden Mas Banding hidup di masa Kerajaan Demak dan Kesultanan Palembang. Perlu diketahui jarak antara masa Ratu Sahibul dengan Gajah Mada sangatlah berjauhan sekitar kurang lebih 100 Tahun. Yang juga memperkuat alasan bahwa ini bukan Gajah Mada, kemungkinan hulu balang Moyang Ibul dan Raden Mas Banding, adalah bahwa makam ini sangat jauh dari makam Moyang Ibul dan Raden Mas Banding. Artinya ini menandakan bahwa orang yang dikubur disini tidak ada hubungan darah dengan Moyang Ibul dan Raden Mas Banding. Kemungkinan besar ini hanya salah satu tempat peninggalan Gajah Mada, karena ternyata di Lampungpun katanya ada pula makam Gajah Mada, demikian juga di pulau Jawa. Kalaupun seandainya itu memang makam Gajah Mada, bisa saja tempat itu digunakan kembali oleh Moyang Ibul dan Raden Mas Banding untuk persiapan dalam rangka menyerang Sriwijaya (Palembang) dan mengasah ilmu ilmu mereka. Tempat ini juga bila dilihat secara geografis memang cocok untuk mengasah ilmu-ilmu kedigjayaan. Di Desa Gunung Batu sendiri makam yang tidak ada hubungan darah atau kekerabatan dilarang keras untuk berdekatan kecuali mendapat ijin dari fihak ahli waris itupun sangat jarang terjadi. Di Gunung Batu sendiri makam keluarga berada pada tempatnya masing-masing.
Kalau kita melihat kasus ini, sepertinya ada kemiripan dengan kasus Moyang Batin, sebab Moyang Batin dimakamkan berjauhan dengan makam Karang Birahi alias Pangeran Mas (padahal sebenarnya ini adalah tempat mengajarnya saja!). Kasus ini jadinya mirip dengan 2 kakak beradik ini. Jadi siapa sebenarnya Gajah Mada disini? Gurunyakah? Siapakah dia ini?. Yang lebih aneh lagi kenapa jadi Gajah Mada yang lebih populer dibandingkan Moyang Ibul dan Raden Mas Banding?, Padahal kenyataannya daerah ini mereka berdualah yang pertama kali tiba dan membuka daerah ini terbukti dengan nama daerah ini yaitu “Desa Gunung Ibul”.
Bisa saja pada waktu itu mereka bisa mencari ketenaran diri sendiri, apakah mereka tidak butuh ketenaran? Sangat musykil sekali karena mereka adalah orang-orang muda yang masih berambisi terhadap sesuatu, sehingga figur tentang Gajah Mada ini bisa saja mereka bisa lenyapkan atau mereka kaburkan. Mungkin saja kalau mereka ambisi, mereka bisa hancurkan keberadaan makam itu (dengan catatan kalau itu memang makam Gajah Mada!). Kenapa kesempatan ini tidak mereka lakukan, malah justru mereka pelihara kondisi ini. Padahal mereka ini terkenal sebagai orang-orang yang pemberani. Pantang bagi mereka untuk mendengar kata-kata takut.
Asumsi yang tepat akhirnya kita dapat berkesimpulan, mungkin ini adalah salah satu strategi mereka yang ingin menghilangkan jejak, mereka dalam penyamarannya mungkin lebih menggembar-gemborkan mitos tentang Gajah Mada ini ketimbang diri mereka, walaupun pada kenyataannya mereka hidup cukup lama di daerah ini bahkan akhirnya dimakamkan disini. Sehingga selama kurang lebih 500 tahun justru merekalah yang tidak terkenal , mereka ternyata bermain dibelakang layar!!!.
Sampai saat ini pun apakah mereka sudah menikah dan memiliki keturunan belum terpecahkan. Juru kunci makam mereka sendiri tidak tahu sama sekali tentang latar belakang sejarah daerah ini. Kalaupun makam kedua orang ini pada akhirnya menyendiri, sepertinya itu faktor keamanan saja, karena pada dasarnya mereka adalah pelarian-pelarian politik dan sedang melakukan tugas yang rahasia. Dan inilah salah satu kehebatan mereka dalam menghilangkan jejak dan status diri mereka, sangat luar biasa sekali!. Kalau melihat hal yang demikian sepertinya pada masa itu kondisinya begitu mencekam!!! Karena begitu kuatnya keinginan untuk menghilangkan informasi tentang diri mereka. Situasi ini mirip mungkin pada masa orde baru. Dimana semua musuh politik diburu. Mereka mungkin dalam memberikan keterangan selalu berlainan kepada orang lain, kecuali hanya pada pengikut dan anak cucunya, karena tingkat kewaspadaan mereka sangat tinggi. Ini juga dilatar belakangi oleh ayah mereka.
Makam-makam ini juga setelah direnungkan lebih dalam, secara kebetulan berada di pinggir sungai. Dan ini adalah ciri khas bahwa mereka semua dalam perjalanan dan bertempat tinggal selalu berdekatan dengan sungai. Walaupun Moyang Ibul dan Raden Mas Banding berlokasi Ditepi Kelekar, sehingga dari hal ini mungkin ketika menuju daerah ini mereka tidak lewat melalui sungai Komering melainkan lewat jalan darat, namun dalam berkomunikasi tetap saja lewat sungai, mungkin yang menjadi pertanyaan dimana mereka berpisah. Yang lebih mencengangkan dan sangat aneh sekaligus menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang menggantung, ternyata sungai tempat mereka dimakamkan yaitu sungai Kelekar, ternyata tembus ke daerah Indra Laya (kurang lebih 3 jam) dan tepat persis didekat makam Ratu Sahibul. Ini juga diperkuat dan dicocokkan dengan Peta Topografi yang ternyata arah sungai itu bersambung Ke Indra Laya. Sungai Kelekar ini bila penulis amati ternyata berwarna hitam bening (maksudnya terlihat warna airnya hitam pekat namun setelah dilihat dari dekat ternyata bening), yang berarti sungai ini kemungkinan besar berasal dari mata air rawa, dan memang daerah Prabumulih dan Indra Laya masih didominasi oleh banyak rawa. Di Indra Laya sendiri nanti sungai Kelekar ini akan bertemu dengan Sungai Ogan. Bahwa untuk memperkuat pendapat-pendapat diatas terutama dalam penyamarannya, didalam perjalanan sekeluarga ini, mereka menyamar dengan menggunakan kata-kata “Ratu” yang artinya seorang “pemimpin atau raja dalam Bahasa Jawa”. Pada masa itu pemakaian nama tersebut sudah lazim dilakukan hanya pada pembesar kerajaan-kerajaan saja. Didaerah Komering dan sekitarnya pemakaian nama tersebut juga cukup banyak, contohnya didaerah Minanga yang menurut sejarah merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya tempo dulu. Bahkan didaerah Minanga lebih banyak lagi diketemukan peninggalan arkeologis yang penting.
Mengenai nama Desa Gunung Ibul sendiri, nama desa ini adalah berasal dari Moyang Ibul dan seperti sudah menjadi kebiasaan adat Desa Gunung Batu bahwa dalam menentukan keputusan atau pendapat, yang lebih menentukan adalah anak yang lebih tua oleh sebab itu Desa Gunung Ibul yang memberikan namanya adalah Moyang Ibul bukan Raden Mas Banding (Karena Moyang Ibul kakak dari Raden Mas Banding). Hal ini juga diperkuat dengan pencantuman nama Moyang Ibul Sendiri. Sedangkan kata “GUNUNG”, mungkin dengan ini ia akan mengingatkan bahwa Desa Gunung Ibul dan Desa Gunung Batu ada hubungan Historis, dan hebatnya lagi ini baru terungkap sekarang setelah direnungkan dari perjalanan-perjalanan mereka. Mungkin ini adalah salah satu petunjuk bahwa anak cucunya harus mencari kunci jawaban sendiri, karena pada dasarnya kedua orang ini mirip dengan misi ayahnya yaitu selalu menyembunyikan identitas diri.
e. Yang bernama asli Ratu Sejagat sedangkan nama yang diberikan orang lain adalah Tuan kapar (anak Ke 5). Ratu Sejagat memiliki perangai yang tidak jauh berbeda dengan ayahnya. Pada perkembangannya kedepan ternyata Ratu Sejagat tidak sabar untuk menyerang Kerajaan Sriwijaya (Palembang). Secara kebetulan sifat dan tabiat dari anak Ratu Sahibul ini tidak jauh berbeda dengan bapaknya yaitu keras dan bengis, temperamental, dan kurang perhitungan. Pada perkembangannya Ratu Sejagat selalu mendesak ayahnya untuk menyerang segera Kerajaan Sriwijaya (Palembang). Jiwa mudanya bergolak terus dan tidak sabaran. Ia merasa sudah cukup sakti dan gagah sehingga bagi dia apalagi yang harus ditunggu?. Tapi ayahnya selalu menghalangi. Sebelum ia menyerang Kerajaan Sriwijayapun ayahnya masih terus memperingatkan dan menyuruh beliau untuk bersabar karena kondisi mereka masih lemah dan belajar dari pengalaman. Namun apa yang terjadi?, Ratu Sejagat akhirnya pergi tanpa bisa dihalangi. Ia menyerang secara membabi buta Kerajaan Sriwijaya, dan yang cukup aneh ia menyerang seorang diri tanpa pengawalan dari pasukannya, mungkin ia merasa sakti dan tidak ada yang mampu mengalahkan ilmunya padahal ilmu itu sebenarnya masih ada yang lebih baik. Seorang diri ia menyerang selama kurang lebih 5 - 6 bulan dengan cara bergerilya dan hanya bermodalkan senjata tajam berupa Keris dan bercelana pendek warna hitam dengan berselendangkan kain menyamping. Dalam hal penyerangan ini lagi lagi sejarah terulang! Dimana ia mengikuti jejak ayahnya dalam bertempur, ia menyerang Kerajaan Palembang hanya seorang diri, ia hanya bermodalkan kesaktian tanpa strategi. Walaupun demikian cukup banyak prajurit Sriwijaya (Palembang) yang tewas karena ulahnya, menurut riwayat keluarga prajurit yang ia bunuh berjumlah ribuan (Wallahu A’lam). Hasil dari serangan-serangan Ratu Sejagat ini, akhirnya Ratu Sejagat bisa masuk ke Benteng Kerajaan. Dari riwayat diceritakan beliau cukup sulit untuk dibunuh karena mempunyai kekuatan yang sangat dahsyat, beliau kebal dari senjata tajam dan cukup sulit ditundukkan, hal ini berlangsung kurang lebih 5 - 6 bulan, saking lamanya sampai-sampai pada akhirnya fihak Kerajaan Palembang mendapatkan akal untuk membunuh beliau. Dimasa gerilya beliau, fihak kerajaan akhirnya sempat membuat semacam penjara atau kurungan besi dalam sebuah kolam didaerah Benteng dekat dari Sungai Musi (Palembang). Kolam itu diisi buah kelapa yang cukup banyak. Konon jumlah kelapa itu ribuan. Dalam sebuah pertempuran Ratu Sejagat akhirnya dijebak untuk mendekati kolam itu, setelah dekat dengan kolam itu akhirnya beliau terjebak dan terkurung dikolam ini,. Berhari-hari konon menurut cerita 40 hari ia berenang kesana-kemari untuk menggapai apa yang bisa diraih, namun setelah berhari- hari ia berenang dikolam itu, akhirnya lama-kelamaan ia merasa kelelahan dan tidak lama kemudian akhirnya ia tewas secara tragis. Setelah tewas dalam kurungan besi itu kemudian mayat Ratu Sejagat itu dibuang ke Sungai Musi, mayat itu terkapar-kapar (terombang ambing) tak tentu arah terbawa kesana-kemari terbawa arus Sungai Musi tanpa ada yang memperdulikannya, tapi Allah memang adil setelah beberapa saat mayat itu terlantar akhirnya mayat itu ditemukan oleh Pedagang Arab yang menurut cerita leluhur penulis adalah Bangsa Aip atau sekarang lebih populer dengan Golongan Habib. Sebelumnya Habib itu bermimpi didatangi oleh arwah Ratu Sejagat yang mengatakan bahwa tubuhnya tersangkut di jangkar perahunya dan mohon untuk dimakamkan, dalam mimpi itu Ratu Sejagat mendoakan anak keturunan dari Habib itu mendapatkan kebaikan dari Allah berupa rezeki bila menguburkan mayatnya. Akhirnya keesokan harinya pedagang itu melihat memang ada mayat yang tersangkut di perahunya, dan dengan kesukarelaannya akhirnya orang arab itu memakamkan mayat Ratu Sejagat dipinggir sungai Musi. Pedagang Arab itu akhirnya menetap didekat sekitar makam Ratu Sejagat sampai beranak cucu dan keturunannya sampai sekarang masih ada dan keberadaan mereka berada disekitar samping makam. Konon menurut cerita kehidupan Habib itu mendapatkan Karunia dari Allah SWT berupa keberkahan luar biasa dalam segala usahanya karena berbuat baik dan keikhlasan hatinya dalam menolong sesamanya walaupun sudah menjadi mayat. Makam Ratu Sejagat inipun sampai sekarang masih ada dan terkenal dengan nama Makam Tuan Kapar, dinamakan Makam Tuan Kapar karena mayatnya dulu terkapar-kapar, makam ini terdapat didaerah Seberang Bombaru dipinggir Sungai Musi Palembang atau di 14 Ulu Kelurahan Sebrang Ulu (tidak jauh dari Jembatan Ampera). Makam ini juga ditumbuhi Pohon Bungur yang cukup tinggi dan satu-satunya makam yang ada didaerah itu. Sampai saat ini makam itu dijaga oleh Juru Kunci yang keturunan dari Bangsa Aip tersebut. Keturunan terakhir dari para Juru Kunci makam ini yaitu Bapak Apu, sedangkan neneknya yang seharusnya banyak tahu tentang tuan kapar ini sudah lanjut usia, kurang lebih 90 tahun. Beliau sudah tidak mampu berdiri dan berbicara. Dan Di tahun 2012 ini informasi tentang Tuan kapar ditempat ini sangat minim, justru dari penulislah info ini akan diberikan. Perawakan dan fisik dari Tuan Kapar itu sendiri adalah tinggi besar, hitam legam mirip orang India.
Dahulu pada masa Moyang Layo dan Kakenda Bakri (akas Qori) masih hidup apabila mereka berziarah ketempat ini, beliau disambut Juri Kunci (Ibu dari Bapak Najib juri kunci yang kemarin tahun 2010 wafat) dengan memotong Ayam sebagai penghormatan terhadap anak cucu Tuan Kapar (walau dari jalur yang lain).
f.Bernama asli Mas Raden, (Beliau anak ke 6), beliau ini mempunyai keinginan aneh dimana ingin beristri bidadari sehingga demi mewujudkan keinginannya ia lalu melakukan tapa di hutan yang bernama Talang Pulau, sebuah daerah yang masih berawa dan masih berada di sekitar Desa Gunung Batu yang sampai sekarang masih terdapat peninggalannya berupa kolam kecil beserta ikannya. Tempat ini sangat susah dicapai karena kemisteriusannya, konon apabila ada orang yang masuk daerah ini tidak akan bisa keluar lagi. Dalam menjalankan tapa itu beliau mohon kepada kakaknya Karia Ulung untuk menjaganya sampai 40 hari. Dalam 40 hari ini tapanya itu tidak boleh lebih atau kurang bila kurang gagal begitu pula bila lebih pun gagal. Pada usahanya yang pertama ternyata Karia Ulung kakaknya, mendatangi sebelum genap 40 hari sehingga gagal dan kecewalah ia, padahal sebelumnya ia sudah mengatakan untuk tidak melanggar perjanjian ini sehingga dengan terpaksa ia harus mengulang tapanya. Namun untuk keinginannya yang kedua justru keinginannya digagalkan sendiri oleh kakaknya Karia Ulung yang merasa kesal dengan keinginan adiknya ini karena dianggap sangat aneh!, sehingga ketika Mas Raden bertapa selama 40 hari sesuai perjanjian dengan kakaknya, justru kakaknya membiarkan lebih dari 40 hari sehingga akhirnya ia tewas secara mengenaskan, setelah lebih dari 40 hari dari waktu yang telah disepakati itu kakaknya datang ketempat pertapaan Mas Raden untuk menengoknya, namun disini Karia Ulung cuma menemukan tulang belulang adiknya, kemudian tulang belulang adiknya segera dikuburkan. Tak beberapa lama kakaknya didatangi Mas Raden dalam bentuk gaib pada waktu setelah Magrib dengan bertolak pinggang, yang menyatakan kecewa dan marah karena kakaknya sengaja menginginkan kematiannya dan akhirnya Mas Raden membuat semacam perjanjian gaib yang tidak boleh dilanggar sampai kini oleh keturunan Karia Ulung. Perjanjian itu sendiri berbunyi Mas Raden meminta daerah kekuasaanya meliputi daerah Korbang (sekitar Desa Gunung Batu kurang lebih 1 kilometer, berdekatan dengan pemakaman keluarga) dan sekitarnya untuk tidak ada yang mengambil dan menguasainya kemudian menjadi miliknya. Makam Mas Raden sendiri berada menyendiri didaerah Korbang dan dinaungi oleh pohon duku yang miring yang saat ini sudah tumbang karena dimakan usia.
g. Dan yang paling bungsu (anak ke 7) yang bernama asli Pangeran Sukalilo dan bergelar Moyang Batin yang merupakan anak angkat penyebar agama (Pangeran Mas atau Karang Birahi?). Moyang Batin pada perkembangannya diperintahkan ayah angkatnya untuk menyebarkan (berdakwah) Agama Islam. Karang Birahi atau Pangeran Mas sendiri tidak mempunyai anak. Moyang Batin merupakan anak yang paling baik budi bahasanya, taat, serta mempunyai kemampuan agama yang cukup baik dibanding saudara-saudaranya yang lain. Karakter Moyang Batin ini mirip sekali dengan Pamannya Aria Sekati yang berjiwa lembut dan penyabar. Nama Batin sendiri dalam tradisi Desa Gunung Batu sangatlah terhormat dan istimewa. Dari beliau ini muncul keturunan-keturunan Penghulu atau pemuka-pemuka Agama (kalau sekarang Kyai). Keturunannya pun banyak bertebaran di Palembang, Gunung Batu, Jakarta, Bandung, dll. Salah satu Keturunan langsung dari Moyang Batin ini adalah Ibu Kami, yaitu H Habsoh yang merupakan penduduk asli kampung satu tempo dulu.
Empat orang kakak beradik ini (Yaitu : Karia Ulung, Jaran, Mas Raden, Moyang Batin) ditinggalkan dan dimakamkan Didesa Gunung Batu, sedangkan Ratu Sahibul melanjutkan perjalanan ke Indra Laya dengan membawa istrinya yang bernama Nyi Mas…. (menurut Sejarah Demak bernama Nyi Kiemas).
Kisah dari Ratu Sahibul adalah setelah kematian Ratu Sejagat akhirnya beliau Ratu Sahibul menetap dengan anaknya yang lain, (selain dengan Ratu Sejagat atau Tuan Kapar) yaitu putri satu-satunya yang bernama Siti Rukiah yang nisannya tertera berangka tahun 1641 (angka yang masih menjadi pertanyaan) dan bertuliskan “adik Ratu Paseh” (Siti Rukiah wafat saat masih remaja) dan tinggal sampai akhir hayatnya Di Desa Indra Laya. Sebenarnya didesa terakhir ini beliau sudah sempat menyiapkan pasukan perang bersama Ratu Sejagat anaknya, namun ternyata ambisi itu tidak mampu ia wujudkan. Didesa terakhir ini ia sempat menikah lagi namun tidak mempunyai anak. Didesa ini ia dimakamkan bersama para pengikut dan orang-orang kepercayaannya. Namun disayangkan pada masa sekarang ini makam-makam dari pengikutnya sudah berubah alih menjadi perumahan. Bahkan di tahun 2012 ini keberadaan makam Ratu Sahibul ini disampingnya telah dibuat mesjid. Makamnyapun baru-baru ini telah dipugar dengan orang-orang yang mengaku sebagai keturunannya.
Dalam kasus anak-anak yang dibawa Ratu Sahibul untuk menyerang Sriwijaya (Palembang) kemungkinan besar mereka sangat diandalkan Ratu Sahibul, mereka juga rata-rata masih bujangan. Faktor Karia Ulung, Jaran, Mas Raden, Batin tetap tinggal di Gunung Batu kemungkinan ada beberapa faktor, dan faktor-faktor ini sangat mungkin bisa diterima dengan akal sehat.yaitu…
1 Mereka yang ada di Gunung Batu sebagian besar sudah menikah dan mempunyai anak kecuali Mas Raden. Oleh sebab itu mungkin mereka merasa mempunyai tanggung jawab, sehingga tidak berambisi lagi dalam mengejar dan mencari kekuasaan. Disamping itu seperti Moyang Batin, ia lebih suka mengikuti gurunya ketimbang ayahnya.
2. Mungkin mereka ditugaskan untuk menjaga Desa Gunung Batu karena Desa Gunung Batu adalah desa yang baru dibentuk sehingga rawan akan gangguan dari daerah lain (seperti pada kasus Kerajaan Abung menyerang Komering ).
3.Mereka mungkin sudah jenuh terhadap perjalanan yang tidak pasti yang telah dilakukan oleh ayahnya. Apalagi dengan kondisi yang berpindah- pindah terus sehingga mungkin bagi mereka terasa membosankan (lebih tidak pasti lagi ketika status mereka dalam pelarian politik), apalagi kalau mereka harus membawa anak dan istri. Perjalanan pada masa itu juga terlalu sangat beresiko dan serba terbatas, semua fasilitas transportasi pada masa itu mungkin sangat sederhana sehingga perjalanan bisa ditempuh dengan waktu yang lama. Pada akhirnya mereka tidak mau ikut serta. Mereka mungkin sudah merasa bahagia dan damai dengan tinggal Di Desa Gunung Batu.
4.Seperti biasa dalam sebuah keluarga ada yang setuju ada yang tidak setuju ketika dihadapkan pada sebuah pilihan hidup. Mungkin orang- orang yang menetap Di Gunung Batu ini tetap bertahan berdasarkan alasan-alasan diatas.
Dalam masalah-masalah ini kalau diamati sepertinya telah terjadi beberapa pertentangan antar mereka dalam memutuskan dan berkeinginan menyerang Sriwijaya (Palembang) dengan berpindah dari Desa Gunung Batu. Kenapa demikian? sebab kalau dipikir secara logika tidak mungkin mereka yang 4 orang ini berani untuk tidak mau mengikuti perjalanan menuju Sriwjaya (Palembang), kenapa demikian? Karena Ratu Sahibul dalam perjalanannya dari Jawa sampai Sumatra selalu membawa sanak keluarganya. Sangat aneh sekali! mengapa? Sebab bahwa Ratu Sahibul ini wataknya adalah pemberang, bengis, pendendam, dan sering memaksakan kehendak. Apalagi bila sudah marah dan keinginannya tidak tercapai sangat berbahaya sekali. Namun kenapa untuk kali ini ia hanya bisa membawa 3 orang anaknya saja. Apa yang telah terjadi? .
Sepertinya mungkin anaknya yang di Desa Gunung Batu sudah belajar dari kegagalan-kegagalan terdahulu, terutama ketika ayahnya harus menyingkir dari Kerajaan Demak, sehingga mereka tidak mau lagi mengalami kegagalan kedua kali di Sriwijaya (Palembang) ini, sepertinya kesan yang sangat sangat kuat sekali. Kalaupun Ratu Sahibul masih berambisi ingin merebut Sriwijaya (Palembang) mungkin karena ia pernah merasakan nikmatnya menjadi seorang penguasa. Begitu juga mungkin anak-anaknya yang merasa sebagai anak seorang penguasa dengan status sebagai Pangeran atau Raden, sehingga mau tak mau terus ikut dalam perjalanannya ke Gunung Ibul dan Indra Laya. Kekuasaan mungkin menjadi impian mereka (yang selama itu sudah dirampas oleh Penguasa Demak). Selain faktor kekuasaan, faktor lain adalah dendam!. Karena fakta sejarah yang tertulis dalam sejarah, Demak dan Palembang kedua daerah tersebut adalah merupakan bekas jajahan Majapahit dan memiliki kaitan dan hubungan yang erat baik dari Kekeluargaan dan Kerajaan. Mungkin sekali pada akhirnya Ratu Sahibul akan menuntut balas, karena mungkin menurutnya, dia sudah merasa dirampas hak dan segala miliknya baik dari segi politik, materi maupun kedudukannya sebagai seorang penguasa. Ditambah lagi bahwa begitu banyak sejarah yang telah diputar balikkan oleh Penguasa Demak tentang dirinya, semua tentang dirinya selalu bernuansa negatif dan buruk, semua berita yang terdengar dan terkabarkan pada masyarakat Jawa selalu penuh dengan nilai-nilai yang berdasarkan kepentingan mereka saja (Kerajaan Demak). Berita tentang dia selalu bernuansa dengan keburukan dan kebodohan dalam melakukan setiap hal. Ada berita yang tidak kalah mengejutkan, disamping 7 orang anak laki- laki keturunan Ratu Sahibul ini penulis pernah terkejut ketika membaca sebuah Majalah Islam yang bernama Sabili, terutama pada edisi khusus tentang masa-masa emas perkembangan Agama Islam di Indonesia. Dikatakan dalam majalah itu bahwa salah seorang tokoh pemberontak DI / TII yang legendaris karena sikapnya yang sangat keras dan Radikal yang bernama Marijan Kartosuwiryo adalah keturunan dari Ratu Sahibul. Ia lahir di Cepu yaitu tempat asal-usul Ratu Sahibul lahir. Hanya saja yang menjadi pertanyaan penulis dia ini nasab dan silsilahnya dari jalur mana? Ini yang masih menjadi pelacakan penulis. Sampai saat ini penulis belum mendapat data yang cukup tentang nasab dari Kartosuwiryo ini. Mudah-mudahan hal ini bisa terjawab dengan tuntas. Keturunannya dari Ratu Sahibul saat ini ada yang Di Jakarta, Bandung, Serang, Cikampek, Tangerang, Cilacap, Bekasi, Palembang, Baturaja, Lampung, Jambi, dll.
2. Tuan Di Jawa
(Hulung Balang beliau). Makam orang ini kabarnya sangat panjang. Makamnya Didesa Gunung Batu. Beliau tidak punya keturunan.
3. Kyai Patih (Penasehat Ratu Sahibul),
keturunannya pada saat ini adalah keturunan Haji Saad yang dahulu pada masa Moyang Layo terkenal sebagai penakluk dan pawang buaya. Ternyata Ilmu buaya ini dimiliki pula Oleh Ayah dari Bapak Andre Thalib Saad ini, tidak kalah dari ilmunya Jaka Tingkir dari Kerajaan Pajang. Bermain dan berdiri diatas buaya adalah hal yang biasa bagi Haji Saad. Buaya buat Haji Saad seperti kawan main saja. Menurut paman dan ibu Penulis Haji Saad bila memanggil buaya untuk menuju rumahnya, buaya-buaya itu seperti anak-anak kecil saja dan anehnya buaya-buaya tersebut tunduk kepada Haji Saad ini. Yang mungkin protes adalah tetangga-tetangganya yang kedatangan buaya-buaya tersebut. Orang-orangtua digunung Batu yang usianya diatas 75 tahun pasti pernah mendengar kisah Haji Saad ini. Menurut paman penulis, rahasia dari ilmu haji Saad inilah lagi-lagi mirip dengan Ratu Sahibul (rata-rata mengaku dirinya Tuhan). Dan menurut Haji Saad bila memiliki ilmu ini dan tidak segera tobat sebelum mati, maka neraka jahanamlah imbalannya. Haji Saad dan Moyang Layo (kakek dari Ayah Penulis) berteman akrab sekali dan mereka berdua ini sama-sama mengetahui sejarah asli lahirnya desa Gunung Batu. Dulu Haji Saad hampir dibacok oleh orang yang bernama Cik Hasan namun berhasil dihalangi dan didamaikan oleh Moyang Layo, dari peristiwa inilah kedua orang ini bersahabat. Keturunan Haji Saad ini antara lain Almarhum Saleh Saad (Ayah dari Kakanda Iskandar Bagus Saad Jakarta) di Palembang dan Jakarta, Almarhum Hanafi Saad di Jakarta, Bapak Andre Thalib Saad di Jakarta, Bapak Kodir Saad, Bapak Syafii Saad, Kakanda Iskandar Saad di Jakarta, Kakanda Zulkarnaen Saad dan seluruh keluarga Almarhum Haji Saad). Makam Patih ini berada Di Desa Gunung Batu. Saat ini keturunannya ada yang berada di Jakarta, Palembang, Australia, dll. Berdasarkan cerita versi Kerajaan Demak dan Pajang usia dari Patihnya Ratu Sahibul sangat tua dan matang. Patih ini juga dikatakan tewas satu paket dengan Ratu Sahibul padahal kenyataannya ia berhasil lolos dengan rombongan Ratu Sahibul.Jadi kalau pada akhirnya ia dimakamkan di Desa Gunung Batu itu wajar saja karena usia Patih ini sudah sangat uzur dan sudah tidak mungkin mengikuti terus menerus perjalanan Ratu Sahibul untuk menyerbu Kerajaan Palembang. Kemungkinan lain juga, bisa saja ia ditugaskan dan menata Desa Gunung Batu bersama anak-anak Ratu Sahibul yang belum berpengalaman dalam dunia pemerintahan. Menurut Ayah penulis makam Kyai Patih dahulunya sering dijadikan tempat meminta-minta karena dianggap keramat. Makam ini bentuknya panjang dan besar. Dahulu banyak sekali orang yang melakukan hal-hal yang diluar akal di makam ini.. 3 orang ini (Ratu Sahibul, Kyai patih, Tuan Di Jawa) adalah orang-orang yang lebih dahulu menetap di Desa Gunung Batu.
4. Jangkaru,
Makamnya ada Di Gunung Batu. Keturunannya diantaranya, Kyai Patih Cotti Jangkaru, Saleh Jangkaru, Bapak Abdulah Jangkaru (Ayah Buaya) di Bogor Cijeruk, Pamang Jangkaru, Arbain Jangkaru, Mustika Ali Jangkaru, Zulkipli Jangkaru, serta Kakek dari Pamanda penulis yaitu Abdullah Tugu, serta nama-nama lainnya yang belum sempat tersebut). Menurut Sejarah beliau berasal dari Lampung (Tulang Bawang atau Kerajaan Abung).Saat ini keturunan beliau hampir sudah tidak ada lagi didesa Gunung Batu. Semua sudah keluar dan merantau, ada yang di Jakarta, Bandung, Bogor, dll, bahkan anak cucunya ada yang berhasil menjadi presenter Acara Trans 7 yaitu Jejak Petualang yang bernama Riani Jangkaru. Menurut keterangan dari ayah kami fisik rata-rata keturunan dari jangkaru ini tinggi, gagah dan besar. Keturunan Jangkaru dan leluhur penulis ini berlangsung dengan baik, terutama pada masa Moyang layo.
5. Singagandung
Beliau adalah abdi dalem (pembantu setia) Moyang Karang Birahi / Pangeran Mas (Singagandung berasal dari Batak Sumatra Utara), tentang nama dari orang ini adalah karena ketika dia datang ke Gunung Batu dari arah hulu bergandeng (dalam bahasa Gunung Batu yaitu gandung) yang artinya “mengikuti” Moyang Karang Birahi dalam menyebarkan Agama Islam. Konon Singagandung ini katanya sangat penurut sekali dan setia kepada gurunya. Apa yang diperintahkan gurunya selalu diikuti. Keturunannya adalah Almarhum Kakenda Sayadi atau Bacok, Yusuf Labuay, Haji Ibrohim, Kyai Patih Mutung, Sangun Ratu (kakek Almarhum Abu Kosim Sindapati ayah dari kakanda Titan Binari dan Bobot), Keluarga Besar Pamanda Hamid Ratu Ali (Pak Gadung). keturunannya ada yang di Jakarta, Palembang, dan lain-lain.
6. Moyang Dalom
(Berasal dari Cirebon Jawa Barat, salah satu keturunannya adalah Nenenda Maimunah atau nenek penulis dari fihak laki-laki atau istri kakenda Raden Keramo). Orang ini tidak dimakamkan Didesa Gunung Batu. Orang ini juga menjadi pertanyaan apakah dia abdi dalem Ratu Sahibul, karena nama Dalom dalam bahasa kamus bahasa Indonesia artinya adalah abdi dalem. Keturunan beliau saat ini ada yang di Jakarta, Palembang, dll.
7. Moyang Bungkuk
Keturunannya adalah Mentri Kosim serta masih banyak lagi yang lainnya yang belum tersebut disejarah Gunung batu ini. Orang ini dari data yang didapatkan sangat minim sekali.
8. Moyang Mas Sipa
Berasal dari Cina, keturunannya adalah Mamang Mangku (paman dari penulis), Raden Sattar (mertua dari kakak penulis) dan nama-nama yang lain yang belum disebut. Dikomplek pemakaman ini terkenal dengan keangkerannya. Yang lebih unik lagi sebagian besar yang dimakamkan disini banyak yang wafatnya tidak normal, ada yang dibunuh, ada yang tertabrak dan keanehan-keanehan lain. Tertera dibeberapa nisan pemakaman didaerah ini sekitar abad ke 16 dan 17 Masehi. Keturunannya saat ini sudah menyebar, ada yang di Palembang, di Jakarta, Batam, Serang, Cileungsi,dll.
9. Nenek Moyang dari Bapak Haji Salim R.A Thoha
(Berasal dari Arab namun tidak diketahui dari Arab mana apakah golongan Sayyid atau hanya golongan non habib). Yang penulis ketahui keturunannya adalah Karay (mantan Kepala Desa), Akip Toha, Nenenda Panji atau Ibunda dari bibi penulis (istri Pamanda Haji Ali Hasan) dan Bapak Salim RA Toha. Banyak keturunan dari moyang ini sampai sekarang ciri khas wajah kearabannya masih belum hilang, keturunannya pada masa sekarang ada yang di Tangerang, Jakarta, Palembang, dll. Haji Toha dimasa dahulu terkenal karena memiliki perahu yang sangat besar. Dahulu untuk memiliki perahu yang besar dibutuhkan biaya yang sangat banyak. Oleh karena itu Haji Toha ini terkenal di GUnung Batu sebagai pemilik perahu yang besar.
Mereka inilah yang pertama kali yang tinggal di Gunung Batu. Untuk membuktikan bahwa Desa Gunung Batu dihuni oleh 9 Keturunan, saat ini komplek pemakaman yang terdapat didesa Gunung Batu terdiri dari 9 lokasi yang berlainan, apabila ada yang wafat maka akan terlihat dari jalur mana keturunannya berada. Kalau ada warga Desa Gunung Batu yang telah puluhan tahun tinggal diluar Gunung Batu dan ingin tahu mereka berasal dari keturunan fihak mana, maka bisa dilihat makam leluhur atau kakek dan nenek mereka berada dimana. Dan diharapkan bagi mereka untuk tidak malu mengakui asal-usul leluhur-leluhur mereka itu, baik yang dari Batak, Jawa, Cirebon, Arab, Cina, Lampung, karena dari mereka inilah kita lahir. Dari mereka inilah kita mengenal agama Islam yang mayoritas dianut 100% oleh warga Desa Gunung Batu.
Para leluhur-leluhur ini juga mempunyai tingkah laku yang beraneka ragam. Namun untuk menjaga persaudaraan antar masyarakat Desa Gunung Batu tidaklah perlu diungkap kelemahan dan cacat dari para leluhur-leluhur ini. Disamping tidak etis lagi pula tidak ada gunanya untuk dibahas, apalagi pada masa sekarang antara para keturunan atau anak cucu leluhur-leluhur ini sudah terjalin tali persaudaraan dengan jalan pernikahan, pengangkatan saudara, dll. Penulis sendiri dipesan oleh ayah penulis untuk tidak mencantumkan kelemahan-kelemahan leluhur warga Desa Gunung Batu guna menjaga tali silturahmi dan nama baik leluhur-lehuhur tersebut. Jadi pada intinya masyarakat Gunung Batu adalah bersaudara walaupun masyarakatnya sudah banyak yang merantau. Selain yang disebutkan diluar Desa Gunung Batu, sampai saat ini mayoritas para anak cucu leluhur-leluhur ini masih banyak yang tinggal di Desa Gunung Batu.
Perlu diketahui nama-nama yang mereka pakai kebanyakan ini masih dipengaruhi budaya Animisme, sebuah budaya yang lebih mengagungkan kehebatan kehebatan benda-benda seperti Pohon dan Binatang. Memang saat itu daerah Komering khususnya didaerah huluan masih banyak orang-orang yang belum Islam. Jadi bila kita dengar nama-nama yang identik dengan nama- nama binatang tidak usah heran. Nama-nama seperti Kumbang, Harimau, Harimau, Macan, Singa, Gajah, dll sudah lazim dipakai dalam pemakaian nama seseorang, kemudian datang Islam sedikit demi sedikit hal itu mulai berubah, walapun sampai saat ini masih ada saja yang mempunyai nama yang berbau binatang. Dalam hal ini daerah-daerah lain yang juga sama dengan Desa Gunung Batu yaitu daerah Minanga.
Dari 9 keturunan ini sebenarnya masih ada 2 lagi, namun mereka wafat masih muda dalam keadaan masih remaja dan gadis (mereka sempat menjalin cinta namun akhirnya tidak menikah), mereka adalah Patih Rangga dan Moyang Morli. Itulah beberapa 9 keturunan tersebut.
Disamping 9 keturunan ini pada abad sekitar 18 Masehi yaitu pada masa masa Kolonial Belanda. Banyak para pelarian-pelarian politik dari Kerajaan Palembang menuju daerah Komering termasuk Desa Gunung Batu untuk menyelamatkan diri. Pelarian-pelarian ini terdiri dari pembesar-pembesar kerajaan Palembang terdiri dari para selir dan pejabat-pejabat. Ada juga yang dari Cina dan Arab, salah satu keturunan-keturunan para pembesar Palembang ini adalah Kakek dari Pamanda Hamid Saleh, Pamanda Darussalam Saleh, Pamanda Mamak Saleh yang bernama Pembaop Amak serta nenek mereka yang bernama Cik Asiah serta nenek dari fihak Ibu Penulis yang bernama Cik Ayu yang berayahkan Kimas Agus. Mereka biasanya digelari dengan gelar “Cik dan Cek”. Para pendatang-pendatang ini ketika wafat mereka dikuburkan berdasarkan keturunan-keturunan dari 9 yang telah disebutkan, tetapi sudah tentu yang berdasarkan atas kaitan dengan tali perkawinan atau hubungan darah dengan para nenek moyang ini walaupun hubungannya sangat tipis. Menurut ibu penulis terutama neneknya, beliau neneknya masih memiliki hubungan darah (tipis sekali..) dari Sultan Mahmud Badarrudin II tapi dari jalur selir karena dibelakang nama ibunda kami tertera Cik, sedangkan paman kami Ali Hasan memakai Cek.
Pada masa Kemerdekaan sekitar tahun 1945 Didesa Gunung Batu juga pernah terjadi pergolakan yang dahsyat dalam merebut kemerdekaan. Hal ini banyak dibuktikan dengan banyaknya para pejuang kemerdekaan yang melakukan perlawanan disini. Bahkan sempat menjadi Base Camp (Markas) Perjuangan dengan nama Resimen 44. Diantara Pejuang-Pejuang bangsa itu adalah, Mayor Arsad, Mayor Tobing (Pertamina), Letnan Jendral Ibnu Sutowo bekas (Dirut Pertamina), Brigadir Jenderal Ryacudu (Ayah dari mantan KSAD yaitu Ryamizad Ryacudu), Kemudian Letnan Jendral Alamsyah Ratu Perwira Negara (Mantan Menteri Agama) era Orde Baru. Secara kebetulan kedua orang terakhir inilah adalah orang Abung!. Alamsyah dan Ryacudu ini bahkan pernah menginap sekitar 1 bulan setengah dirumah Kepala Desa Kyai Patih Muksin yang masih terhitung kakek dari penulis, bahkan yang memberi Kyai Patih Muksin ONH ke Masjidil Haram adalah Alamsyah Ratu Perwiranegara
Sedangkan untuk masa sekarang yaitu tahun 2012 kondisi Desa Gunung Batu Sudah bercampur baur sesuai dengan perkembangan zaman, ada yang dari Cina, Jawa dll. Penduduk yang hidup saat ini sudah bervariasi, bahkan sudah banyak yang merantau jauh dan meninggalkan desa kelahirannya untuk menetap di daerah lain. Bahkan ada satu daerah di Palembang yang bernama Sungai Batang yang dijuluki Desa Gunung Batu ke 2 karena daerah hamper 90 % didiami oleh warga Desa Gunung Batu. Desa Gunung Batu ramai bila musim buah-buahan saja seperti terutama Duku, Durian, Rambutan, Manggis dll, dan juga hari Raya Idul Fitri. Apabila dalam kehidupan sehari-hari Desa Gunung Batu menjadi lengang dan sepi. Kebanyakan para penduduk lebih memilih untuk ke huma (tempat menanam padi, jagung dan tanaman buah-buahan, dan lain-lain). Selain ke Huma Mereka juga ada yang mencari ikan atau berburu binatang atau mencari kayu bakar di Hutan.
III. Jalur Perjalanan Ratu Sahibul dan Rombongan leluhur Desa Gunung Batu”
Dimulai Kerajaan Demak khususnya Jipang Panolan. Sekarang kota Demak berada di Jawa Tengah berupa Kabupaten. Kemungkinan besar perjalanan awal beliau dimulai dari Kerajaan Jipang Panolan (sekarang menjadi Desa Jipang Kebupaten Cepu Jawa Tengah). Dari Jipang kemungkinan besar singgah Di Kerajaan Banten, kemudian dari sini dilanjutkan menuju Sekala Berak (sekarang bernama Skala Brak). Saat ini daerah Skala Berak berada Di Lampung Barat Khususnya di Desa Bawang Negeri Kecamatan Bukit Balik. Daerah ini berdekatan dengan Liwa (Bengkulu), dan berbatasan dengan Lampung Utara. Skala Berak yang dimaksud disini adalah Skala Brak yang saat itu posisinya masih berdekatan dengan sungai-sungai besar dan pesisir pantai Sumatra. Skala Berak adalah sebuah daerah tua yang sudah lama ada pada masa Kerajaan Sriwijaya dan merupakan daerah lintas segala kegiatan yang ramai baik dari segi Perekonomian, Militer dan Pendidikan Para Agamawan Budha, dan sampai sekarang daerah itu masih ada. Di Skala Brak berdasarkan informasi yang saya peroleh dari putra asli daerah Skala Brak, masih banyak peninggalan-peninggalan pusaka yang tidak terurus, mudah-mudahan saja Ratu Sahibul ditempat ini meninggalkan sesuatu. Dari Skala Berak ini rombongan beliau menuju ke Desa Tanjung Kemala (Kerajaan Abung di Lampung) daerah ini posisinya antara daerah Kotabumi dan Bukit Kemuning di Lampung. Setelah sempat menetap di desa Tanjung Kemala ini kemudian perjalanan dilanjutkan ke Surabaya Nikan (Ogan Komering Ulu) masih daerah OKU Timur, tempat ini berdekatan dengan desa Kutanegara dan terisolasi dari dunia luar karena berada diseberang sungai komering, namun sekarang untuk menuju daerah Surabaya Nikan ini sudah dibuat jembatan besar dan tidak perlu naik perahu lagi, jembatan tersebut bahkan sudah bisa dilalui mobil, jembatan ini diresmikan pertengahan tahun 2010.
Di Surabaya Nikan ini beliau sempat menetap cukup lama, disini beliau sempat menanam pohon kelapa sebanyak 40 batang serta meninggalkan batu lesung yang cukup besar yang lokasinya persis berada disamping rumah penduduk asli Surabaya nikan, hanya saja berdasarkan informasi Bapak Bukhori (Mantan Camat Pancoran Jakarta Selatan yang asli Surabaya Nikan) pohon kelapa sebanyak 40 batang itu telah ditebang dan dijadikan perumahan. Surabaya Nikan ini pernah didatangi oleh ayah penulis dan pamanda tugu pada sekitar tahun 1980 an .
Dari Surabaya Nikan ini perjalanan kemudian dilanjutkan ke Desa Gunung Batu. Didesa Gunung Batu inilah beliau membuat perkampungan dengan waktu yang cukup lama yang nantinya Desa Gunung Batu menjadi salah satu desa yang usianya lumayan tua terutama dilingkungan wilayah Komering dan akhirnya perjalanan beliau berakhir dan dimakamkan di desa Indra Laya (Ogan Ilir) Sumatra Selatan. Saat ini Indra Laya sudah menjadi Kota yang lumayan sibuk di OI. Daerah-daerah ini rata-rata semua berada di pinggir sungai khususnya sungai Komering. Dari Tanjung Kemala sampai Indra Laya jalur sungainya menyatu, kurang lebih 125 km meter kehilir bertemu dengan Kota Palembang. Ini juga diperkuat dengan analisa Peta Topografi wilayah Sumsel.
IV. SEKILAS TENTANG DESA JIPANG DAERAH ASAL-USUL RATU SAHIBUL DAN LELUHUR DESA GUNUNG BATU
Daerah Jipang saat ini adalah berada pada Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Jawa Tengah. Didaerah ini nama tokoh ini sangatlah dihormati karena menurut mereka tokoh ini adalah orang yang jujur dan pemberani walaupun sikapnya sangat kasar dan keras. Menurut kabar dari teman penulis daerah Jipang adalah sebuah daerah yang diliputi aura Mistik. Nuansa gaib masih cukup kental didaerah ini. Karakter masyarakatnya sangat keras dan bersuara lantang. Mirip sekali dengan orang Gunung Batu bila bersuara dan berdialog. Banyak sekali didaerah ini pantangan-pantangan yang tidak boleh dilanggar. Dan masyarakat kebanyakan masih sangat menghormati larangan-larangan ini. Untuk memperkuat data-data ini penulis belum lama ini berkunjung kedaerah Jipang (tanggal 21-24 April 2005). Tadinya penulis tidaklah begitu memberikan perhatian terhadap Jipang ini, karena penulis waktu itu berkesimpulan bahwa nama Jipang telah lenyap bersama dengan lenyapnya kebesaran nama tokoh ini ditambah juga dengan perjalanan waktu.
Kunjungan penulis kedaerah ini juga karena informasi dari sebuah majalah dan teman penulis yang bernama M Akim yang ternyata orang asli Cepu. Daerah teman penulis ini bila dikaitkan dengan Jipang ternyata mempunyai hubungan yang kuat karena daerah Cepu merupakan wilayah kekuasaan dari tokoh ini. Jarak dari Cepu (St. Kereta Api) sampai Jipang sendiri sekitar 7 Km dan itu hanya bisa ditempuh dengan Ojek.
Bila membicarakan tentang Sosok Ratu Sahibul atau..........), di Cepu banyak orang sangat berhati-hati sekali, karena mereka sangat khawatir bila terjadi sesuatu apabila membicarakan sosok yang keras ini. Pada mulanya penulis menganggap hal ini terlalu mengada-ada, karena menurut penulis buat apa orang takut terhadap orang yang sudah wafat. Justru orang yang masih hiduplah yang harus tunduk kepada yang mematikan orang tersebut. Penulis ketika mendengar cerita-cerita ini menjadi prihatin dan heran kenapa manusia harus takut kepada orang yang sudah mati. Sedangkan orang yang sudah mati tersebut membutuhkan pertolongan dari kita yang hidup, terutama sekali dengan memberikan doa.
Dari kunjungan penulis yang serba singkat ini penulis mendapati banyak hal dan informasi yang berharga. Jipang yang begitu dianggap angker ternyata merupakan desa yang menurut penulis adalah desa yang cukup makmur, penduduknya ternyata sopan dan bersahaja. Hanya saja yang membuat penulis terkejut, ternyata tempat ini memiliki kesamaan dengan Desa Gunung Batu. Persamaan itu misalnya dengan bentuk tanah, bentuk sungai, corak budaya, Suhu cuacanya yang panas, dan terutama karakter orangnya.
Melihat hal ini penulis sampai geleng-geleng kepala karena ternyata tokoh ini memilih Desa Gunung Batu alasannya karena ternyata bentuk tanah dan tumbuhannya serta yang lain-lainya mirip dengan Jipang. Penulis waktu itu sampai berkata, pantas saja kalau Desa Gunung Batu dipilih sebagai tempat untuk menetap, yang terpenting dari itu semua, tokoh ini tidak pernah meninggalkan sungai sebagai bagian hidupnya, dan juga jangan lupa bahwa air adalah kekuatan dari ilmunya. Air bukanlah tempat sialnya, air sungai terutama, adalah andalan hidupnya, jadi salah besar bila orang Jipang atau musuh tokoh ini mengatakan ia sial karena menyeberangi sungai, justru itu adalah kekuatan dan ketangguhannya. Kepercayaan ini sampai sekarang masih dipertahankan dengan melarang orang luar yang mau menyeberangi sungai. Ya… lagi-lagi keterangan musuh lebih banyak yang diperhatikan ketimbang keterangan yang sesungguhnya.
Dari kunjungan ini, penulis sempat berdialog dengan Kepala Desa Jipang yang bernama Bapak Triyono. Dari dialog itu penulis banyak mendapatkan data-data dan keterangan yang cukup berharga walaupun masih minim, bahkan dari dialog itu penulis lebih banyak memberikan keterangan dan berusaha memperjelas duduk persoalan yang sebenarnya tentang masalah dan riwayat tokoh ini. Namun demikian keterangan-keterangan dari Bapak Triyono ini tetap penulis cantumkan sebagai penambahan data.
Diantara data-data yang telah diberikan oleh Bapak Triyono itu adalah, bahwa pada tahun 1999 pernah diadakan penelitian oleh Tim Arkeologi untuk menyelidiki tentang Jipang. Penelitian itu dilakukan selama 10 hari dan hanya mendapatkan hasil yang sangat mengecewakan karena tidak ada yang dapat diperoleh. Penelitian ini juga gagal karena tidak mendapatkan dukungan dari para sesepuh yang tidak mau bercerita tentang Jipang apalagi tentang tokoh ini. Ketakutan para sesepuh ini menurut Bapak Triyono karena mereka takut dan khawatir kualat bila bercerita tentang beliau ini, terutama tentang cerita gugurnya tokoh ini. Penulis dan ayah penulis berdialog tentang masalah ini, kenapa muncul ada kesan takut dan khawatir seperti ini. Menurut Ayah penulis, itu merupakan hal yang wajar saja karena kemungkinan terbesar bahwa tokoh ini sebelum melakukan pengungsian besar-besaran ke Desa Gunung Batu tentu memberikan kesan yang mendalam kepada orang yang telah ditinggalkanya seperti orang-orang kepercayaannya dan juga para prajuritnya yang masih setia. Kesan yang ditinggalkannya sudah pasti dalam bentuk perintah atau bahkan bukan tidak mungkin ancaman dalam bentuk sumpah. Secara kebetulan menurut Ayah penulis sosok beliau ini mempunyai prinsip yang tegas dan pantang mundur terhadap apa yang telah dia ucapkan, terutama sekali bila beliau sudah melakukan sebuah sumpah. Tentang hal ini sampai sekarang dilingkungan keluarga penulis apabila ada hal yang sudah sangat menyakitkan dan cenderung tidak bisa dimaafkan sumpahlah merupakan jalan terakhir walaupun sebenarnya cara ini sangat tidak baik karena membuat anak cucu yang mendapat sumpah secara psikologis ikut merasakan sehingga akhirnya secara tidak langsung mereka terkena akibat dari sumpah tersebut. Jika direnungi Nabi Muhammad saja tidak pernah menyumpahi umatnya, apalagi kita.
Perintah atau sumpah yang telah dikeluarkan oleh tokoh ini itu mungkin salah satunya adalah bahwa para pengikutnya yang masih tersisa diperintahkan untuk merahasiakan keberadaan dirinya dan juga melarang dengan keras untuk tidak bercerita masalah kematiannya karena memang beliau tidak tewas dalam pertempuran dengan musuhnya. Dari hal ini menurut penulis sangatlah masuk akal karena dia adalah orang paling tidak suka dibantah dan dilawan, jadi wajar saja apabila kepercayaan terhadap dirinya masih sangat kuat untuk dipatuhi. Menurut penulis ini juga salah satu gerakan politik dari beliau untuk menyerang balik berita yang mengatakan bahwa beliau sudah tewas. Jadi walaupun beliau telah pergi beliau sudah menanamkan gerakan politik yang cantik untuk menghadapi para musuh-musuhnya. Sehingga pada akhirnya tidak semua rakyat Jipang atau Demak percaya pada keterangan dari fihak Pajang mengenai kabar berita tentang tewasnya beliau apalagi dimakamkan di Kadilangu Demak. Padahal jarak Demak sangat jauh ditempuh apalagi pada masa itu kendaraan masih tradisional. Dikatakan lagi oleh Bapak Triyono bahwa beliau ini tewas dalam keadaan Bujangan. Menurut ayah penulis sangat tidak masuk akal dan kenapa orang Jipang tidak memahami arti dari semua ini. menurut ayah penulis wajarkah bila seorang raja tidak mempunyai seorang istri? Menurut ayah penulis hal paling masuk akal adalah mungkin ini adalah salah satu taktik beliau ini agar para anak dan istrinya selamat dari kejaran para musuh-musuhnya karena musuh menduga beliau ini tidak mempunyai anak. Asumsi yang kedua berita ini mungkin dari musuhnya, sehingga ada kesan bahwa bersamaan tewasnya tokoh ini maka hilang pula dinasti Kerajaannya. Namun penulis lebih cenderung untuk mengikuti hal yang pertama, karena penulis pernah menonton sandiwara di RCTI sekitar tahun 2003 dimana digambarkan bahwa tokoh ini mempunyai istri yang bernama Nyi Kemas, Nyi kemas ini sering memanas manasi suasana. Pemeran tokoh ini sendiri adalah Sujiwo Tejo, sedangkan Nyi Kemas adalah Pelawak Ulfa Dwijayanti. Dari sandiwara ini saja sudah jelas bahwa tokoh ini mempunyai istri, tapi lagi-lagi sumber sandiwara ini memakai skenario sejarah Pajang!!. Karena disini saja sudah disebutkan bahwa sesungguhnya beliau mempunyai anak dan istri serta hidup dengan tenang. Jadi bagaimana mungkin beliau masih bujangan?
Dari gerakan-gerakan yang dilakukan oleh beliau ini ini, yang lebih mencengangkan lagi, begitu takutnya orang dengan beliau apalagi dengan Desa Jipang, semua apa yang ada di Jipang sampai sekarang tidak ada yang berani untuk mengambilnya baik itu berupa tanah, batu, air, pasir atau yang lainnya. Untuk masalah pasir tambang, Desa Jipang sampai sekarang pasirnya tidak ada yang berani membelinya karena menurut Bapak Triyono sudah banyak contoh yang menunjukkan bahwa pasir Desa Jipang sering menimbulkan hal-hal yang kurang baik dan selalu diliputi dengan kesialan. Aneh memang bila melihat fenomena ini. Padahal kalau dipikir-pikir kenapa orang harus takut kepada manusia yang telah wafat, padahal yang berhak ditakuti itu hanyalah ALLAH!!!!. Kepercayaan ini terus berlangsung hingga sekarang. tentang Perintah ini yang telah dikeluarkan ini sudah tentu sangat ditaati karena beliau juga disamping disegani beliau juga sangat ditakuti karena sifatnya yang keras. Pada masa itu titah atau perintah seorang pemimpin sangatlah dipatuhi bahkan sampai kepada anak keturunan dari para pengikut-pengikut itu sumpah atau perintah itu terus dipertahankan.
Kepercayaan–kepercayaan ini makin tumbuh subur didesa Jipang ditambah dengan banyaknya kejadian-kejadian aneh yang sering terjadi bila ada pelanggaran pelanggaran yang terjadi. Penulis sendiri mendapatakan kesan bahwa untuk masuk kedaerah ini orang betul-betul harus menjaga tata tertib dan adat budaya setempat sekalipun terkadang tidak sesuai dengan nalar. Penulis sendiri ketika masuk kedaerah ini sangatlah berhati-hati apalagi sampai menganggap remeh. Walaupun demikian perasaan penulis biasa saja karena penulis merasa bahwa ini adalah tanah leluhur penulis jadi penulis tidak merasa takut justru penulis merasa seperti sudah kembali ketanah air dan rumah sendiri, walaupun demikian penulis tidak mau sombong apalagi membanggakan diri kepada orang Jipang. Justru penulis sangat mewanti-wanti kepada bapak Triyono untuk tidak menceritakan siapa diri penulis sebenarnya. Penulis waktu itu sangat takut bila diri penulis diliputi sifat sombong dan takabur (semoga ALLAH SWT melindungi penulis dari hal yang buruk ini….)
Investigasi penulis didesa Jipang ini juga mendapatkan data bahwa Istana, mesjid dan peninggalan-peninggalan yang lain sudah tidak ada lagi, semua lenyap karena berbagai faktor. Padahal setelah direbutnya seluruh kekuasaan Jipang oleh Pajang, daerah Jipang sampai abad ke 17 Masehi masih menjadi daerah yang sangat penting. Daerah itu selalu digunakan oleh orang-orang Pajang untuk berbagai kepentingan. Namun walaupun demikian sudah tentu faktor yang paling kuat membuat kondisi desa Jipang dan seluruh peninggalannya lenyap karena adanya perjalanan waktu yang sudah sekian ratus tahun. Jadi wajar saja apabila peninggalan itu lenyap. Kita tidak usah heran dengan hal ini, karena Demak, Pajajaran, Majapahit, Sriwijaya yang begitu besar saja Istananya sudah sangat sulit untuk dilacak apalagi Jipang yang hanya berupa kerajaan kecil. Yang ada mungkin hanya berupa sebuah perkiraan-perkiraan berdasarkan logika dan analisa. Secara kekuasaan, penulis melihat bahwa tanah yang ditinggalkan beliau ini sangatlah luas. Sekarang ini tanah itu menjadi hamparan sawah yang sangat luas, luas sawah itu menurut Bapak Triyono sekitar 68 hektar belum ditambah dengan tanah-tanah yang lain.. Sawah-sawah itu dikelilingi pohon-pohon yang besar. Hal ini sangat cocok bila ditinjau dari sebuah daerah kerajaan masa lalu yang selalu disekelilingnya ditumbuhi pohon. Hal ini mungkin ada maksudnya, mungkin diantara maksudnya untuk melindungi serangan dari fihak musuh. Disamping sawah, penulis juga melihat di Jipang ada pemakaman umum yang bernama Gedung Ageng Jipang, menurut Bapak Triyono Gedung yang sekarang menjadi pemakaman umum ini dahulunya mungkin merupakan tempat makanan atau Gedung Pusaka dan merupakan Gedung Khusus untuk Kerajaan Jipang Panolan. Tempat yang sekarang menjadi pemakaman umum ini karakternya mirip dengan desa Gunung Batu. Dipemakaman umum ini ditemukan para pengikut beliau ini yang telah dimakamkan, untuk masuk makam ini kita harus membuka sendal dan bersikap hormat. Namun yang membuat penulis terkejut dipemakaman umum ini penulis menemukan makam warga yang beragama Kristen, bahkan Di Jipang ini telah berdiri Gereja Katolik yang bernama Santo Petrus. Sebuah hal yang ironis karena Jipang Panolan adalah salah satu tempat penyebaran Agama Islam pada masa lalu, bahkan tempat sempat terkenal dan berjaya karena Ayah Sunan Kudus lahir disini demikian pula tokoh ini.
Menurut Bapak Triyono di Jipang pada masa Kerajaan Jipang berjaya ada sebuah pesantren. Dan pesantren itu pernah didatangi oleh 9 orang santri yang mau belajar. Tapi kemudian santri-santri ini dibunuh oleh tentara Jipang karena dicurigai sebagai prajurit Pajang, padahal menurut Bapak Triyono ketika akan dibunuh para santri itu akan menunaikan Sholat Magrib. Tapi akhirnya para santri ini dibunuh dengan kejam oleh tentara Jipang. Makam mereka ini sampai sekarang terawat dengan baik dan dinamakan dengan nama makam Santri Songo.
Itulah sekilas hal-hal yang telah penulis dapati dari perjalanan tanggal 21 April sampai 24 April tahun 2005. Sudah tentu dari perjalanan ini masih banyak hal yang belum penulis dapati, karena penulis belum bertemu dengan para sesepuh Desa Jipang ini. Namun pada prinsipnya penulis sangat lega dan bersyukur kepada ALLAH SWT karena sejarah yang gelap dan misteri telah berhasil penulis pecahkan terutama asal-usul tokoh pendiri desa Gunung Batu ini. Dan menurut ayah penulis memang itu yang kita butuhkan, lebih dari itu semua hanya sebagai penguat walaupun dari versi sejarah orang Jipang itu sendiri. Kenapa hal ini dibicarakan karena sudah jelas versi sejarah keluarga penulis merupakan hal yang paling utama karena sejarah itu diceritakan secara turun temurun melalui para leluhur terlepas benar atau salah. Dan yang menjadi keyakinan penulis bahwa orang-orang yang menyampaikan sejarah dan riwayat itu mempunyai riwayat hidup yang baik dan lisannya cukup bisa dipercaya. Apalagi didalam lingkungan keluarga penulis dilarang keras untuk sombong, mengada-ada (mengarang berita atau sejarah yang tidak benar), mengadu domba dll. Hanya saja untuk masalah prinsip apalagi yang menyangkut kebenaran dan kejujuran harus dipertahankan sampai titik darah yang penghabisan, dan juga keluarga penulis dilarang untuk tidak takut dalam mempertahankan prinsip ini karena itu adalah hal yang harus dijunjung tinggi.
Dari data yang serba singkat ini paling tidak menjadi gambaran tentang asal-usul sejarah dari seorang yang telah menggemparkan Kerajaan Demak karena sepak terjangnya yaitu beliau ini.
V. WAJAH DESA GUNUNG BATU PADA MASA SEKARANG , 2012
Wajah Desa Gunung Batu pada masa kini bila dilihat dan diamati sangatlah memprihatinkan. Desa ini boleh dikatakan sangat tertinggal bila dibandingkan dengan desa-desa sekitarnya baik dari segi perekonomian maupun pendidikannya. Apalagi belum lama ini Desa Gunung Batu juga ditimpa musibah (TAHUN 2005 yaitu berupa banjir yang sangat besar yang melanda sebagian kawasan Komering dan Lampung dimulai dari kawasan Lampung (Sungai Tulang Bawang) sampai kedesa Gunung Batu dan desa-desa yang lain. Dalam Sejarah Desa Gunung Batu belum pernah terjadi banjir sebesar ini. Akibat dari banjir ini tentu bertambah beratlah beban hidup orang Gunung Batu.) dan 2012 ini kembali terjadi lagi banjir dengan skup yang tidak terlalu besar.
Begitulah fenomena yang baru-baru ini menimpa Desa Gunung Batu yaitu berupa banjir besar. Namun patut juga harus disadari dan disyukuri bahwa tidak ada korban jiwa, bila dibandingkan dengan daerah lain sangatlah jauh bila dibandingkan dengan musibah besar yang menimpa rakyat Aceh yaitu Gempa Bumi dan Gelombang Laut Tsunami, begitu juga saudara-saudara kita diberbagai daerah yang tertimpa gempa bumi dengan skala yang lumayan besar yang meluluh lantakkan bangunan, rumah, dan menewaskan banyak manusia seperti rakyat Papua Di Nabire, rakyat Di Alor NTT, Rakyat Di Palu Sulawesi, rakyat Di Lumajang Malang Jawa Timur, Rakyat Di Garut Jawa Barat, Gempa Bumi Nias, Mudah- mudahan hal ini menjadi peringatan terhadap masyarakat Gunung Batu agar mereka sadar.
Dengan adanya kejadian ini yaitu musibah banjir semakin terpuruk saja kondisi perekonomian rakyat Gunung Batu dan menambah masalah baru yang komplek, dari masalah kepemimpinan mantan kepala desa yang tersangkut korupsi, kejahatan, moral yang ambruk, sengketa tanah wakaf madrasah/sekolah negeri yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, perekonomian yang serba sulit dan segudang masalah-masalah lain. Sehingga saat ini semakin tertinggallah kondisi desa Gunung Batu.
Akhirnya disaat desa-desa lain sudah berbenah maju, Desa Gunung Batu sampai pada kondisi sekarang ini lebih disibukkan dengan adanya kasus- kasus kejahatan seperti perampokan, apalagi saat ini seperti perjudian sudah menjadi makanan mereka sehari-hari. Kita tidak usah heran apabila mendengar kabar bahwa Si A tewas, Si B merampok atau si C si D atau yang lain-lainnya memasang nomor undian atau berjudi. Paling-paling setiap orang merasa “tahu sama tahu sajalah” yang penting diri mereka tidak saling mengganggu. Dapat dikatakan kasus-kasus kejahatan seringkali terjadi Di Gunung Batu. Saking banyaknya tindak kejahatan di daerah ini sampai-sampai orang mengatakan bahwa Gunung Batu identik dengan penjahat, sebuah penilaian yang boleh diperdebatkan namun pada kenyataannya hal ini tidak bisa kita bantah karena kenyataannya memang seperti demikian. Dan yang lebih unik lagi dalam sejarahnya, sedari dulu Desa Gunung Batu sangat terkenal susah ditembus atau dimasuki apalagi bila terjadi tawuran antar warga desa. Desa Gunung Batu cukup disegani dan ditakuti karena prilaku orang-orangnya yang berani berkelahi dengan siapapun, apalagi penggunaan senjata tajam bagi masyarakat Gunung Batu dalam perkelahian adalah hal yang sehari-hari biasa terjadi. Jangan heran kalau kita mendengar sudah begitu banyak korban yang tewas karena senjata senjata tajam ini.
Mayoritas tabiat orang Gunung Batu sudah begitu dikenal sifat kerasnya oleh kampung atau desa-desa yang lain. Mereka dikenal oleh kampong lain berjiwa pendendam, walaupun peristiwanya sudah puluhan tahun.Mereka akan tetap ingat dan suatu saat pasti akan membalas bila masalah tersebut tidak diselesaikan secara adat. Bagi orang Gunung Batu lebih baik mendahului daripada didahului. Soal hukum setelah peristiwa terjadi, itu adalah soal nanti. Bila terdengar akan terjadi perkelahian antar desa, warga Gunung Batu akan bersatu padu untuk mempertahankan tanah dan kehormatan Gunung Batu apalagi bila harga diri mereka terinjak-injak. Dan memang sedari dulu Desa Gunung Batu semenjak Zaman Kerajaan Abung sampai sekarang merupakan sebuah desa yang satu-satunya yang tidak pernah kalah melawan siapapun apalagi sampai terjajah. Begitulah karakter rakyat Desa Gunung Batu yang memang keras-keras (mungkin keras kepala!) serta identik dengan kejahatan. Kita tidaklah usah heran apabila akhir-akhir ini sering terdengar warga Gunung Batu tewas di Kampung orang lain dalam kasus kejahatan yang mereka lakukan. Ini ironis sekali kalau dilihat pada kondisi 40 atau 50 tahun yang lalu. Padahal kalau kita lihat pada masa awal-awal kemerdekaan dan masa-masa tahun 60 dan 70 an Desa Gunung Batu begitu ramai dan boleh dibilang cukup lumayan dalam perekonomian dan pendidikan, apalagi saat itu orang-orang tua yang berpengaruh masih hidup. Moralitas Desa Gunung Batu saat itu cukup baik hal ini juga ditunjang oleh banyaknya pengajian-pengajian yang dilakukan para Kyai atau Penghulu pada masa itu. Kejahatan pada masa itu memang ada namun tidak separah sekarang karena masih banyak orang-orang tua yang berpengaruh. Desa Gunung Batu saat itu sangat terkenal dengan berbagai macam kegiatan dan budaya serta keramaian, namun sekarang apa yang terjadi? Gunung Batu hanya ramai pada saat musim buah-buahan saja. para penduduk yang merasa perekonomiannya rendah lebih memilih keluar dan mencari nafkah didaerah orang, karena bila mereka tetap menetap Didesa Gunung Batu tentulah sangat sulit. Karena untuk mencari nafkah Didesa Gunung Batu memang sangat sulit. Perekonomian Didesa Gunung Batu lebih mengandalkan hasil panen buah-buahan dan padi, selebihnya hanya warung-warung yang dapat dihitung dengan jari. Usaha wiraswasta sangat jarang sekali terdengar. Paling-paling kegiatan untuk mencari uang biasanya menenun kain dengan kayu (mantok), itupun dilakukan oleh wanita. Lagi-lagi yang terdengar adalah tentang berbagai tindak kasus-kasus kejahatan saja.
Kita memang tahu wajah Desa Gunung Batu memang tercipta bukan semata-mata kesalahan dari penduduknya, kesalahan itu terjadi karena ketidak tahuan mereka terhadap apa yang mereka lakukan, kesalahan itu juga harus diperbaiki oleh orang-orang yang merantau kedaerah orang. Walau bagaimanapun ikatan darah dan tempat janganlah pernah dilupakan. Karena walaupun saat ini kita sudah berjauhan tugas kita adalah membenahi permasalahan ini.
Kita memang tahu bahwa mayoritas orang-orang Gunung Batu itu sulit untuk diatur dan ditata karena pada mulanya desa ini didirikan oleh sekumpulan orang-orang berbeda asal dan keturunan dan rata-rata mereka sebagian adalah para bangsawan sehingga sifat asli sebagai seorang penguasa adalah sulit untuk dikritik apalagi untuk diatur, masing-masing mereka mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga kadang-kadang hal itu terbawa pada anak keturunannya yang susah untuk disatukan.
Berdasarkan dari nama saja, Gunung Batu mencerminkan arti yang menyiratkan ketinggian hati orang-orangnya. Gunung itu sendiri karena orang orangnya merasa tinggi dan tidak pernah mau tunduk kepada siapapun dan itu sudah dibuktikan dari masa kemasa bahwa begitulah kondisi watak orang-orang Gunung Batu. Tentang nama Batu itu sendiri karena watak orang-orang yang berdiam didaerah ini sangat keras kepala, susah diatur dan mau menang sendiri. (itulah penilaian sementara yang terjadi namun fakta tetap mendekati penilaian ini)
Namun ada juga hal-hal baik yang dapat kita ambil contoh Di desa Gunung Batu ini. Gunung Batu boleh dikatakan sangat menjaga hubungan suami istri. Hubungan Suami istri betul-betul dijadikan sesuatu yang sakral sekalipun ada poligami. Hebatnya lagi tingkat perceraian kecil sekali terjadi, ini terjadi dari zaman dahulu, perceraian sesuatu yang tabu terjadi di Gunung Batu, Betapapun parahnya keadaan rumah tangga mereka jarang terjadi perceraian. Kalau memang terjadi perceraian diantara suami istri tersebut. Itu adalah aib. Karena Di Gunung Batu apabila terjadi hal seperti ini akan menjadi pembicaraan yang hangat dan menjadi perhatian.
Tentang budaya lokal yang sering dilakukan didesa Gunung Batu juga cukup bisa diiambil contoh, misalnya penyambutan orang yang baru pulang haji, biasanya dilakukan dengan cukup meriah disertai dengan arak-arakan. Yang lainnya misalnya Pernikahan yang dilakukan dengan musik khas desa Gunung Batu yaitu Jidur (Tanjidor) dan diarak keliling sekitar kampung. Pengangkatan saudara bila terjadi masalah juga menjadi solusi yang cukup efektif dalam menyelesaikan masalah. Patungan bersama bila ada kegiatan pernikahan atau yang dinamakan Pumpungan juga menjadi budaya yang kuat. Kegiatan tahlilan juga sangat kuat dilakukan didesa ini, bahkan bila ada yang wafat bila fihak keluarga tidak melakukan tahlilan akan menjadi bahan pembicaraan kampung. Balas jasa atau Sakai juga sering dilakukan terutama pada saat pernikahan dan tahlilan, misalnya kalau dulu ia pernah dibantu dengan gula pasir, biasanya ia akan membalas dengan gula pasir yang sepadan, kalau dulu ia pernah memberi beras satu liter, maka ia akan dibalas dengan satu liter dengan fihak-fihak yang mengadakan acara tersebut.
Kebaikan yang juga bisa kita ambil didesa Gunung Batu adalah dalam sistem kekeluargaannya. Di Gunung Batu Sistem kekeluargaan sangat kuat, masing-masing saling menjaga. Bila kita masih ada hubungan darah dengan seseorang walapun sangat tipis sekali tetap saja kita masih dianggap saudara mereka. Masing-masing keluarga yang berkaitan walaupun berjauhan tempat, selama masih ada hubungan tetap bisa saling mengunjungi dan bersilaturahmi. Ketika didaerah orangpun ketika ia mendengar ada orang yang satu Gunung Batu biasanya terjadi tali perhubungan yang baik.
Kebaikan yang lain adalah dalam menilai seseorang walapun ini masih menjadi perdebatan contohnya misalnya saat akan menikah atau mau menjadi kepala desa, orang-orang Gunung Batu akan melihat asal-usul orang tersebut secara mendetail baik dari segi ahlak dan moral, padahal yang menilai belum tentu baik, namun kenyataanya itulah yang terjadi. Semua hal yang kita lakukan akan dilihat dan diperhatikan baik dari segi keturunan, perekonomian, pekerjaan, dan yang lain lain. Tingkat kesalahan sekecil apapun akan menjadi perhatian masyarakat. Para pemuka agama pun bila tidak berhati-hati omongannya tidak akan diperhatikan, mereka justru lebih segan pada penjahat, jadi untuk mengatur orang Gunung Batu diperlukan manusia yang kuat dan cerdik baik dari segi Ilmunya ,Agamanya, Pekenomiannya, dan yang pasti tidak lembek, ia harus keras, tegas, berwibawa, dan jika perlu mempunyai ilmu beladiri dan ilmu-ilmu yang mendukungnya. Karena menghadapi orang Gunung Batu berarti bagaikan seperti menghadapi hutan belantara yang dipenuhi binatang liar dan dikurung oleh benteng yang susah dirobohkan. Gunung Batu adalah sesuatu yang benar-benar unik dan menantang, sekali lagi hanya orang yang mempunyai jiwa pemimpin yang bisa menghadapi kondisi desa yang sangat unik ini.
Sumber penulisan :
1. Tradisi lisan turun temurun
2. Berbagai referensi Buku sejarah dan buku ilmiah penunjang lainnya
3. Berbagai majalah yang berkaitan dengan tokoh dan pendiri Desa Gunung Batu
4. Wawancara dengan juru kunci makam
5. Pengamatan ditempat-tempat yang memiliki hubungan historis dengan Penelitian
6. Pengamatan peta Topografi
7. Berbagai website
Desa Gunung Batu saat itu adalah merupakan daerah yang terpencil, orang yang pertama kali membukanya adalah Ratu Sahibul yang berasal dari Demak beserta rombongan para pembesar bangsawan-bangsawan yang dibawanya. Ratu Sahibul sendiri adalah sebuah nama samaran untuk kepentingan dirinya dan untuk misi rahasia tertentu. Penamaan Ratu Sahibul di Jawa sendiri sangatlah aneh, jarang sekali terdengar masyarakat Jawa saat itu menggunakan nama-nama seperti ini. Kemungkinan nama ini baru muncul ketika ia menginjak tanah Sumatra Selatan , dalam hal ini nama ini kemungkinan besar telah muncul dari Skala Brak atau Kerajaan Abung (kerajaan-kerajaan Lampung pada pertengahan abad ke 15. Penamaan Gelar RATU sendiri adalah penamaan yang hanya diperuntukkan bagi orang yang memiliki kedudukan penting ditengah masyarakat Lampung atau Komering pada masa dahulu. Kebanyakan orang yang bergelar RATU lebih didominasi oleh pembesar kerajaan dalam hal ini gelar RATU lebih identik sebagai RAJA disebuah daerah. Didalam sejarah Komering nama Ratu Sahibul ini menjadi nenek moyang pertama Komering yang bermigrasi menuju daerah-daerah sekitar Komering lebih khusus lagi sebuah daerah yang dinamakan Gunung Batu. Hanya saja dalam sejarah Komering, penyebutannya sedikit berbeda, nama Ratu Sahibul disebut dalam sejarah Komering menjadi RATU SABIBUL.
Ketika tiba didesa Gunung Batu ini beliau dan rombongannya menggunakan Perahu yang besar. Hal ini sangat masuk akal, karena berdasarkan cerita muyang Layo (kakek dari ayah kami ) sungai Komering sering dilalui kapal-kapal kayu besar yang berasal dari berbagai daerah, jadi sangat masuk akal kalau jalur sungai komering menjadi jalur lintas untuk komunikasi dan juga perdagangan. Bisa dibayangkan kalau kondisi sungai Komering pada pertengahan abad ke 15, pasti sangat lebar dan deras. Sekarang saja sungai tersebut masih cukup besar , apalagi pada masa lalu. Perahu yang datang dari rombongan beliau ini ditambatkan pada suatu delta (Pulau kecil ditengah sungai). Tempat penambatan perahu itu sampai sekarang telah menjadi kebun yang besar. Tempat ini menjadi besar karena tambatan perahu itu menahan pasir yang datang dari hulu, sehingga karena itu berlangsung dalam proses yang lama, delta itu telah menjadi tanah baru yang dapat dibuat menjadi kebun. Sampai sekarang tanah itu dapat dilihat dari atas jembatan Desa Gunung Batu. Di Gunung Batu tempat ini lebih populer dengan nama Pulau Balak .
Dahulunya desa Gunung Batu ini ini bernama Muara Bangkulah, Kemudian berganti menjadi Suka Pindah kemudian berganti lagi menjadi Gunung Batu. Dulunya desa ini hanya terdapat 7 buah rumah. Posisi tempat tinggal mereka adalah didaerah Pematang Puding (dimakam Karia Ulung), Karia Ulung sendiri merupakan anak sulung Ratu Sahibul dan ia merupakan kepala desa pertama didesa Gunung Batu, sedangkan keluarga yang lain di Korbang (sekarang pemakaman keluarga penulis) dan di Gandar. Ketiga tanah-tanah yang ditempati pada masa itu merupakan tanah pertama yang timbul serta dapat didiami. Kemungkinan tanah-tanah itu merupakan pencarian terbaik dari tanah-tanah yang lain. Sedangkan Moyang Batin yang merupakan anak bungsu kandung Ratu Sahibul dan juga pengikut Pangeran Mas atau Moyang Karang Birahi berpindah menyeberang sungai. Posisinya sekarang adalah Mesjid di Liba tempat dimana Pangeran Mas mengajar Agama Islam. Dan hal inilah yang nantinya menimbulkan kebencian Ratu Sahibul dan Karia Ulung kepada penduduk yang telah pindah ini. Begitu bencinya Karia Ulung terhadap orang-orang yang pindah ini bila ia pergi ke sungai ia tidak mau melihat rumah-rumah dan wajah penduduk desa Gunung Batu yang telah berpindah. Bahkan yang menurut penulis sangat aneh karena begitu bencinya Karia Ulung digambarkan kalau sedang ke sungai ia berjalan mundur, padahal kalau ditafsirkan bukanlah seperti itu, tapi seperti yang terjadi adalah bahwa Karia Ulung tidak mau melihat wajah dan rumah-rumah orang Gunung Batu yang telah berpindah. Dan hal ini menurut penulis sangat masuk akal. Tentang kepindahan masyarakat Gunung Batu saat itu menurut kakek penulis karena daerah yang pertama kali dihuni ini cukup seram sehingga banyak penduduk yang tidak betah dikampung pertama ini. Penulispun merasakan bagaimana nuansa angkernya daerah Muara Bangkulah ini.
Desa Gunung Batu ini akhirnya terus berkembang dan dari situ terdapatlah “9 keturunan” yang mendiami daerah ini terdiri dari masing-masing latar belakang dan dari daerah yang berlainan. Diantara 9 keturunan ini ialah Ratu Sahibul lah yang penduduk asli Desa Gunung Batu karena dialah yang pertama kali membuka Desa Gunung Batu. Masyarakat Gunung Batu yang mengerti sejarah mengakui hal ini sampai sekarang, kalau penduduk asli Desa Gunung Batu diantaranya adalah keturunan dari Ratu Sahibul. Namun bagi orang yang tidak mengerti sejarah Desa Gunung Batu secara lengkap pastilah tidak menerima kenyataan seperti ini, namun bagi penulis itu tidaklah menjadi masalah bila ada orang yang berpendapat lain tentang versi sejarah Gunung Batu karena setiap orang pasti mempunyai pendapat masing-masing, hanya saja janganlah pendapat itu hanya sekedar bicara tanpa didasari fakta dan data otentik yang kuat, karena dikhawatirkan bila fakta dan datanya lemah bisa menjadi bias dalam melakukan reka ulang sejarah tersebut dan hasilnyapun itu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Penulisan sejarah inipun tidak memiliki kepentingan apa-apa, hanya untuk sekedar mengungkapkan fakta dan data bahwa Desa Gunung Batu sebenarnya bukanlah desa biasa. Desa Gunung Batu adalah merupakan desa yang memiliki sejarah yang sangat panjang. Desa Gunung Batu terbentuk karena adanya keinginan para pendirinya yang memiliki visi dan misi yang sangat panjang. Dan rasanya sayang sekali kalau sejarah Desa Gunung Batu ini tidak ditulis dengan detail dan lengkap, karena daerah ini berdasarkan penelitian penulis yang berlangsung kurang lebih 17 tahun, ternyata daerah desa Gunung Batu ini memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan Kerajaan Demak, Kerajaan Palembang, Sebagian wilayah Komering serta daerah-daerah lain seperti Indra Laya atau Prabumulih terutama dengan tokoh dengan tokoh sentralnya yaitu Ratu Sahibul. Sekali lagi nama Ratu Sahibul adalah merupakan nama samaran, nama ini bahkan di kota Indra Laya (Ogan Ilir) telah berubah menjadi SARIMAN RADEN KUNING. dan makam ini juga sering dikunjungi oleh beberapa penziarah. Adapun kenapa ia selalu melakukan perubahan nama, silahkan baca sejarah kerajaan Demak dan Sejarah Kerajaan Palembang khususnya Kerajaan Jipang lebih khusus lagi baca pada episode seorang pangeran atau tokoh yang menjadi kontroversi Kerajaan Demak karena sikapnya yang keras dan temperamental serta tidak mau tunduk pada penguasa demak saat itu. Sifat keras dan tidak mudah tunduk inilah yang nantinya sepertinya banyak diwariskan oleh penduduk desa Gunung Batu sampai sekarang. Dalam sebuah riwayat penguasa jawa, tokoh tersebut digambarkan telah tewas secara mengenaskan. Bahkan dari peristiwa ini telah menjadi olok-olok dalam budaya sastra Jawa dengan menggambarkan bahwa betapa bodoh dan tololnya tokoh ini ketika dikalahkan dalam pertempuran penguasa tersebut yang nantinya para penguasa tersebut menurunkan kerajaan Pajang, Mataram dan Raja-raja Jogya dan solo pada masa sekarang ini (Pakubuwono, Hamengkubuwono, dan 2 lagi saya lupa). Kisah ini akan sangat jelas terutama kalau kita membaca BABAD TANAH JAWA. Padahal dari cerita ayah kami, tokoh tersebut berhasil lolos dari pertarungan hidup dan mati itu. Pertarungan tersebut digambarkan terjadi ditepian sungai Bengawan Solo. Digambarkan pula bahwa tokoh itu menghadapi musuhnya seorang diri padahal saat itu musuhnya ada 4 orang yang berilmu tinggi dan 300 ratus pasukan berkuda. Sebuah cerita yang aneh yang menurut penulis cerita itu terlalu berlebihan dan mengada-ada karena cerita itu dibuat oleh penguasa yang merasa telah memenangkan dan menguasasi daerah kekuasaan tokoh tersebut, padahal kenyataan sebenarnya Ia berhasil lolos dengan selamat dan berhasil membawa keluarga, bangsawan dan para pengikutnya serta pusaka-pusaka penting kerajaan untuk menuju wilayah Sumatra Selatan dalam hal ini Komering dan Palembang. Kenapa ia memilih Komering dan Palembang silahkan perdalam lagi konflik antara tokoh ini dengan Penguasa Demak saat itu. Pusaka-pusaka penting yang dibawa beliau, saat ini dipegang oleh keluarga Pembarop Tamin didesa Gunung batu. Untuk mengetahui siapa tokoh tersebut silahkan baca buku yang telah saya sebutkan diatas dan silahkan simpulkan sendiri siapa nama asli tokoh RATU SAHIBUL ini..Sengaja saya tidak tulis nama aslinya disini karena ada pertimbangan tertentu. Alasan yang paling utama adalah agar saya dan keluarga besar saya tidak dianggap mengaku-ngaku berasal dari keturunan tokoh tersebut, sebab bila bicara tokoh tersebut akan banyak bicara pro dan kontra (kontroversi) terutama dalam sejarah penulisan kerajaan demak. Dan saya ingin mengambil jalan tengah dalam hal ini dengan mempersilahkan kepada pembaca untuk menyimpulkan sendiri siapa nama tokoh tersebut.
II. ORANG-ORANG YANG PERTAMA KALI DIDESA GUNUNG BATU
Diantara 9 keturunan yang pertama kali menetap Didesa Gunung Batu adalah :
1. Ratu Sahibul.
Makamnya berada di Kota Indra Laya (1 jam dari Palembang). Makamnya tidak lagi bernama Ratu Sahibul tapi sudah berganti nama menjadi Sariman Raden Kuning. Makam yang berada dipinggir sungai Kelekar ini dahulunya adalah pemakaman pengikut Ratu Sahibul, namun sekarang pemakaman itu sudah banyak dijadikan rumah-rumah penduduk, padahal juru kunci makam Ratu Sahibul yang terdahulu ini sudah mengingatkan untuk tidak membuat rumah dipemakaman tersebut, namun himbauan ini tidak diindahkan. Banyak orang yang nekat membuat rumah dipamakaman tersebut. Dari perbuatan mereka Juru Kunci yang terdahulu mengatakan bahwa orang-orang yang menjadikan tanah kuburan itu menjadi rumah hidupnya tidak ada yang berkah, mereka ada yang berpenyakitan, gila, bahkan ada yang mati tragis, wallahu a’lam. Makam Ratu Sahibul sendiri sampai saat ini masih terawat dengan baik. Makam tersebut berdampingan dengan kedua istrinya, satu lagi adalah makam putrinya yang meninggal saat remaja karena sakit. Peninggalan beliau ditempat ini hanya tinggal beberapa saja diantaranya: sendok nasi, tempat kopiah haji, keris berbentuk kecil dan salah satu kerisnya yang sangat terkenal dalam budaya sastra jawa. Sedangkan Anak-anak Ratu Sahibul ini semua berjumlah delapan orang terdiri dari 7 laki-laki dan 1 orang perempuan diantaranya adalah:
a. Yang paling sulung bernama asli Andong dan mempunyai gelar Karia Ulung. Beliau mempunyai tabiat yang sabar namun keras, dialah yang pertama menjadi Kepala Desa dengan Istilah Karia. Dia Dimakamkan persis dekat jendela rumahnya dan berdampingan dengan istrinya, didekat makam inilah rumah dan perkampungan didirikan dan merupakan perumahan yang pertama kali di Gunung Batu. Pada masa ini makamnya menyendiri dan jauh dari perkampungan penduduk Desa Gunung Batu. Dimakamnya ini masih ada tempat sirih istrinya. Konon pada masa-masa dahulu sering terjadi penampakan berupa ayam putih kerdil (Baruga) dan Harimau jadi-jadian. Karia Ulung sampai pada wafatnya tidak pernah mau melihat desa baru Gunung Batu yang telah dibangun diseberang sungai, ia sangat benci sekali dengan keberadaan desa ini. Entah kebenciannya disebabkan apa? apakah karena keras kepalanya orang-orang yang pindah tersebut atau ada hal yang lain.
b. Bernama asli Jaran, (orang ini unik karena ia mempunyai suara seperti perempuan, namun prilakunya tetap biasa dan normal) keturunannya sampai sekarang masih ada Di Desa Gunung Batu dan Baturaja. (Beliau adalah anak ke 2). Sebetulnya pada masa Moyang Layo masih hidup pernah dibuat sejarah secara lengkap yang dipegang oleh anak cucu beliau ini (Godung Tohir) namun kemudian hilang entah kemana. Beliau dimakamkan persis dekat dengan istrinya di pemakaman keluarga yaitu Korbang.
c. Ibul (Ibul ini nama asli!) beliau adalah anak ke 3, sedangkan nama lainnya adalah Ratu Paseh (atau Mas Pasai ?). Beliau ditinggalkan ditepi sungai Kelekar Didesa Gunung Ibul Kecamatan Cambai (Prabumulih Sumatra - Selatan kurang lebih 3 jam dari Palembang dengan kendaraan mobil) untuk persiapan menyerang Sriwijaya (Palembang) secara bersamaan dengan rencana orang tuanya, daerah Gunung Ibul ini merupakan dataran tinggi yang cukup sejuk dan sepertinya agak tertutup dari pandangan orang sehingga cukup baik bagus untuk berlatih perang.
Dari beliau tidak terdengar apakah ia mempunyai anak atau istri yang jelas makamnya saat ini masih ada dan cukup banyak yang menziarahi. Berdasarkan data yang penulis peroleh diakhir tahun 2011 kemarin, keterangan tentang keberadaan makam disini masih gelap, bahkan juru kunci makam ini tidak tahu menahu tentang asal usulnya. Sesepuh masyarakat Gunung Ibul yang bernama bapak Syibuddin yang berusia 90 tahun beranak 10 bercucu 30 dan bercicit 28 serta anak cicit 2 ini juga tidak tahu menahu. Beliau justru lebih banyak bercerita tentang tembang-tembang sriwijaya masa lalu yang membuat saya cukup ”pusing” dalam mengartikannya. Menurut cerita ayah penulis, Ilmu Salafiah yaitu ilmu andalan Ratu Sahibul yang terkenal jahat itu ditinggalkan disini.Dalam Budaya Jawa ilmu ini terkenal dengan nama Pancasona. Suatu ilmu langka yang saat ini sudah dilenyapkan oleh keluarga penulis karena berbau musyrik dan jahat. Inti dari ilmu ini adalah, betapapun orang itu terpisah tubuhnya (terpotong-potong) ia akan kembali hidup bila bersentuhan dengan air. Oleh karenanya Ratu Sahibul sampai akhir hidupnya selalu berada ditepi sungai. Dahulu menurut cerita dari ayah Penulis ada orang Gunung Batu yang pernah menggunakan jimat yang didapatinya dari tempat Makam Moyang Ibul. Orang itu bernama Batin Alam yang sampai wafatnya kehidupannya kurang beruntung. Menurut cerita bahwa Batin Alam ini membawa jimat atau pusaka yang diperolehnya dari tirakat dimakam Moyang Ibul namun lupa mengembalikan Jimat atau Pusaka tersebut, bahkan barang-barang itu ia buang kesungai. Memang biasanya orang yang menggunakan barang-barang seperti ini matinya tidak sempurna (Wallahu A’lam). Ilmu Salafiah sendiri menurut cerita Muyang Layo tidak diberikan kepada semua anak Ratu Sahibul, hal ini terbukti dengan kematian Tuan Kapar secara tragis di pinggir Sungai Musi. Padahal air adalah kunci utama ilmu ini. Dulu disekitar tahun-tahun 40 an ada orang yang pernah memiliki ilmu salafiah ini. Menurut paman penulis orang itu bernama Jaga man, orang ini pernah dikeroyok oleh tiga orang dan menerima tusukan sebanyak 24 tusukan, namun tidak tewas setelah ia minum air, entah bagimana caranya orang ini bisa mendapatkan ilmu salafiah ini. oleh karena itu orang yang memiliki ilmu ini identik dengan air, sudah pasti bagi yang mempunyai ilmu ini harus berdekatan dengan air dalam hal ini Sungai. Di tempat yang berdekatan dengan sungai baik itu terutama sekali sungai Komering ia dan anak anaknya mengajarkan orang-orang berbagai ilmu-ilmu kesaktian, baik itu ilmu kebal maupun ilmu-ilmu lainnya. Perlu diketahui ditempat asalnya yaitu di Kerajaan Jipang Panolan, Ratu Sahibul tempat tinggalnya berdekatan dengan sungai yaitu Sungai Bengawan Solo yang terkenal legendaris, jadi kalau pada perjalanannya ia selalu menetap dipinggir sungai, itu adalah sesuatu yang wajar karena ia memang sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini, ditambah rahasia ilmunya adalah air!!!. Oleh karena penulis ingin mempertegas kembali cerita populer dari Jawa yang mengatakan bahwa Ratu Sahibul tewas ditepi sungai Bengawan Solo adalah merupakan manipulasi sejarah yang telah dilakukan penguasa Demak yang akhirnya berubah menjadi kerajaan pajang saat itu. Biasalah yang namanya sejarah pasti akan ditulis berdasarkan keinginan penguasa saat itu.
d. Yang bernama asli Raden Mas Banding sedangkan nama samarannya adalah Raden Kuning (beliau anak ke 4). Menurut cerita beliau (Raden Mas Banding) satu-satunya yang memiliki paras yang cukup tampan dan gagah. Tentang nama Raden Kuning itu sendiri menjadi pertanyaan apakah disebabkan paras kulitnya yang kekuning-kuningan seperti kulit orang cina? atau karena ketampanan dan kegagahannya diiringi dengan paras kulitnya? atau ada faktor yang lain?. Dimakam raden Kuning ini biasanya orang banyak yang sering meminta-minta sesuatu. Biasanya yang berkaitan dengan nomor judi, karena menurut Juru kunci makam Raden Kuning ini semasa hidupnya konon paling gemar berjudi, wallahu a’lam. Ada hal yang menarik mengenai Moyang Ibul dan Raden Mas Banding, yaitu bahwa sebelumnya makam kedua orang ini sangat sulit diketemukan, karena minimnya informasi, apalagi makam Raden Mas Banding. Namun temuan terbaru menyebutkan bahwa Makam Moyang Ibul dan Raden Mas Banding ternyata satu tempat yaitu Di Desa Gunung Ibul Kabupaten Prabumulih Sumatra-Selatan. Pendapat ini didasarkan bahwa Makam Moyang Ibul sebagai kakak berada didepan!, sedangkan Raden Kuning atau Raden Mas Banding sangat berdekatan dan persis dibelakang Moyang Ibul!. Perlu diketahui bahwa hal ini sangat lazim dilakukan Di Desa Gunung Batu bahwa seorang kakak bila wafat ia harus berada didepan makam adik..
Didaerah Gunung Ibul ini juga yaitu sekitar 25 meter dari makam mereka ada makam yang lain, yaitu Makam Patih Gajah Mada. Menjadi sebuah pertanyaan?. Karena sepertinya ini bukan Makam Gajah Mada, kemungkinan ini adalah salah satu orang kepercayaan Moyang Ibul dan Moyang Raden Mas Banding. Kalaupun ia bernama Gajah Mada kemungkinan besar hanya kemiripan nama saja. Sebab Gajah Mada hidup diera Majapahit sedangkan Moyang Ibul dan Raden Mas Banding hidup di masa Kerajaan Demak dan Kesultanan Palembang. Perlu diketahui jarak antara masa Ratu Sahibul dengan Gajah Mada sangatlah berjauhan sekitar kurang lebih 100 Tahun. Yang juga memperkuat alasan bahwa ini bukan Gajah Mada, kemungkinan hulu balang Moyang Ibul dan Raden Mas Banding, adalah bahwa makam ini sangat jauh dari makam Moyang Ibul dan Raden Mas Banding. Artinya ini menandakan bahwa orang yang dikubur disini tidak ada hubungan darah dengan Moyang Ibul dan Raden Mas Banding. Kemungkinan besar ini hanya salah satu tempat peninggalan Gajah Mada, karena ternyata di Lampungpun katanya ada pula makam Gajah Mada, demikian juga di pulau Jawa. Kalaupun seandainya itu memang makam Gajah Mada, bisa saja tempat itu digunakan kembali oleh Moyang Ibul dan Raden Mas Banding untuk persiapan dalam rangka menyerang Sriwijaya (Palembang) dan mengasah ilmu ilmu mereka. Tempat ini juga bila dilihat secara geografis memang cocok untuk mengasah ilmu-ilmu kedigjayaan. Di Desa Gunung Batu sendiri makam yang tidak ada hubungan darah atau kekerabatan dilarang keras untuk berdekatan kecuali mendapat ijin dari fihak ahli waris itupun sangat jarang terjadi. Di Gunung Batu sendiri makam keluarga berada pada tempatnya masing-masing.
Kalau kita melihat kasus ini, sepertinya ada kemiripan dengan kasus Moyang Batin, sebab Moyang Batin dimakamkan berjauhan dengan makam Karang Birahi alias Pangeran Mas (padahal sebenarnya ini adalah tempat mengajarnya saja!). Kasus ini jadinya mirip dengan 2 kakak beradik ini. Jadi siapa sebenarnya Gajah Mada disini? Gurunyakah? Siapakah dia ini?. Yang lebih aneh lagi kenapa jadi Gajah Mada yang lebih populer dibandingkan Moyang Ibul dan Raden Mas Banding?, Padahal kenyataannya daerah ini mereka berdualah yang pertama kali tiba dan membuka daerah ini terbukti dengan nama daerah ini yaitu “Desa Gunung Ibul”.
Bisa saja pada waktu itu mereka bisa mencari ketenaran diri sendiri, apakah mereka tidak butuh ketenaran? Sangat musykil sekali karena mereka adalah orang-orang muda yang masih berambisi terhadap sesuatu, sehingga figur tentang Gajah Mada ini bisa saja mereka bisa lenyapkan atau mereka kaburkan. Mungkin saja kalau mereka ambisi, mereka bisa hancurkan keberadaan makam itu (dengan catatan kalau itu memang makam Gajah Mada!). Kenapa kesempatan ini tidak mereka lakukan, malah justru mereka pelihara kondisi ini. Padahal mereka ini terkenal sebagai orang-orang yang pemberani. Pantang bagi mereka untuk mendengar kata-kata takut.
Asumsi yang tepat akhirnya kita dapat berkesimpulan, mungkin ini adalah salah satu strategi mereka yang ingin menghilangkan jejak, mereka dalam penyamarannya mungkin lebih menggembar-gemborkan mitos tentang Gajah Mada ini ketimbang diri mereka, walaupun pada kenyataannya mereka hidup cukup lama di daerah ini bahkan akhirnya dimakamkan disini. Sehingga selama kurang lebih 500 tahun justru merekalah yang tidak terkenal , mereka ternyata bermain dibelakang layar!!!.
Sampai saat ini pun apakah mereka sudah menikah dan memiliki keturunan belum terpecahkan. Juru kunci makam mereka sendiri tidak tahu sama sekali tentang latar belakang sejarah daerah ini. Kalaupun makam kedua orang ini pada akhirnya menyendiri, sepertinya itu faktor keamanan saja, karena pada dasarnya mereka adalah pelarian-pelarian politik dan sedang melakukan tugas yang rahasia. Dan inilah salah satu kehebatan mereka dalam menghilangkan jejak dan status diri mereka, sangat luar biasa sekali!. Kalau melihat hal yang demikian sepertinya pada masa itu kondisinya begitu mencekam!!! Karena begitu kuatnya keinginan untuk menghilangkan informasi tentang diri mereka. Situasi ini mirip mungkin pada masa orde baru. Dimana semua musuh politik diburu. Mereka mungkin dalam memberikan keterangan selalu berlainan kepada orang lain, kecuali hanya pada pengikut dan anak cucunya, karena tingkat kewaspadaan mereka sangat tinggi. Ini juga dilatar belakangi oleh ayah mereka.
Makam-makam ini juga setelah direnungkan lebih dalam, secara kebetulan berada di pinggir sungai. Dan ini adalah ciri khas bahwa mereka semua dalam perjalanan dan bertempat tinggal selalu berdekatan dengan sungai. Walaupun Moyang Ibul dan Raden Mas Banding berlokasi Ditepi Kelekar, sehingga dari hal ini mungkin ketika menuju daerah ini mereka tidak lewat melalui sungai Komering melainkan lewat jalan darat, namun dalam berkomunikasi tetap saja lewat sungai, mungkin yang menjadi pertanyaan dimana mereka berpisah. Yang lebih mencengangkan dan sangat aneh sekaligus menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang menggantung, ternyata sungai tempat mereka dimakamkan yaitu sungai Kelekar, ternyata tembus ke daerah Indra Laya (kurang lebih 3 jam) dan tepat persis didekat makam Ratu Sahibul. Ini juga diperkuat dan dicocokkan dengan Peta Topografi yang ternyata arah sungai itu bersambung Ke Indra Laya. Sungai Kelekar ini bila penulis amati ternyata berwarna hitam bening (maksudnya terlihat warna airnya hitam pekat namun setelah dilihat dari dekat ternyata bening), yang berarti sungai ini kemungkinan besar berasal dari mata air rawa, dan memang daerah Prabumulih dan Indra Laya masih didominasi oleh banyak rawa. Di Indra Laya sendiri nanti sungai Kelekar ini akan bertemu dengan Sungai Ogan. Bahwa untuk memperkuat pendapat-pendapat diatas terutama dalam penyamarannya, didalam perjalanan sekeluarga ini, mereka menyamar dengan menggunakan kata-kata “Ratu” yang artinya seorang “pemimpin atau raja dalam Bahasa Jawa”. Pada masa itu pemakaian nama tersebut sudah lazim dilakukan hanya pada pembesar kerajaan-kerajaan saja. Didaerah Komering dan sekitarnya pemakaian nama tersebut juga cukup banyak, contohnya didaerah Minanga yang menurut sejarah merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya tempo dulu. Bahkan didaerah Minanga lebih banyak lagi diketemukan peninggalan arkeologis yang penting.
Mengenai nama Desa Gunung Ibul sendiri, nama desa ini adalah berasal dari Moyang Ibul dan seperti sudah menjadi kebiasaan adat Desa Gunung Batu bahwa dalam menentukan keputusan atau pendapat, yang lebih menentukan adalah anak yang lebih tua oleh sebab itu Desa Gunung Ibul yang memberikan namanya adalah Moyang Ibul bukan Raden Mas Banding (Karena Moyang Ibul kakak dari Raden Mas Banding). Hal ini juga diperkuat dengan pencantuman nama Moyang Ibul Sendiri. Sedangkan kata “GUNUNG”, mungkin dengan ini ia akan mengingatkan bahwa Desa Gunung Ibul dan Desa Gunung Batu ada hubungan Historis, dan hebatnya lagi ini baru terungkap sekarang setelah direnungkan dari perjalanan-perjalanan mereka. Mungkin ini adalah salah satu petunjuk bahwa anak cucunya harus mencari kunci jawaban sendiri, karena pada dasarnya kedua orang ini mirip dengan misi ayahnya yaitu selalu menyembunyikan identitas diri.
e. Yang bernama asli Ratu Sejagat sedangkan nama yang diberikan orang lain adalah Tuan kapar (anak Ke 5). Ratu Sejagat memiliki perangai yang tidak jauh berbeda dengan ayahnya. Pada perkembangannya kedepan ternyata Ratu Sejagat tidak sabar untuk menyerang Kerajaan Sriwijaya (Palembang). Secara kebetulan sifat dan tabiat dari anak Ratu Sahibul ini tidak jauh berbeda dengan bapaknya yaitu keras dan bengis, temperamental, dan kurang perhitungan. Pada perkembangannya Ratu Sejagat selalu mendesak ayahnya untuk menyerang segera Kerajaan Sriwijaya (Palembang). Jiwa mudanya bergolak terus dan tidak sabaran. Ia merasa sudah cukup sakti dan gagah sehingga bagi dia apalagi yang harus ditunggu?. Tapi ayahnya selalu menghalangi. Sebelum ia menyerang Kerajaan Sriwijayapun ayahnya masih terus memperingatkan dan menyuruh beliau untuk bersabar karena kondisi mereka masih lemah dan belajar dari pengalaman. Namun apa yang terjadi?, Ratu Sejagat akhirnya pergi tanpa bisa dihalangi. Ia menyerang secara membabi buta Kerajaan Sriwijaya, dan yang cukup aneh ia menyerang seorang diri tanpa pengawalan dari pasukannya, mungkin ia merasa sakti dan tidak ada yang mampu mengalahkan ilmunya padahal ilmu itu sebenarnya masih ada yang lebih baik. Seorang diri ia menyerang selama kurang lebih 5 - 6 bulan dengan cara bergerilya dan hanya bermodalkan senjata tajam berupa Keris dan bercelana pendek warna hitam dengan berselendangkan kain menyamping. Dalam hal penyerangan ini lagi lagi sejarah terulang! Dimana ia mengikuti jejak ayahnya dalam bertempur, ia menyerang Kerajaan Palembang hanya seorang diri, ia hanya bermodalkan kesaktian tanpa strategi. Walaupun demikian cukup banyak prajurit Sriwijaya (Palembang) yang tewas karena ulahnya, menurut riwayat keluarga prajurit yang ia bunuh berjumlah ribuan (Wallahu A’lam). Hasil dari serangan-serangan Ratu Sejagat ini, akhirnya Ratu Sejagat bisa masuk ke Benteng Kerajaan. Dari riwayat diceritakan beliau cukup sulit untuk dibunuh karena mempunyai kekuatan yang sangat dahsyat, beliau kebal dari senjata tajam dan cukup sulit ditundukkan, hal ini berlangsung kurang lebih 5 - 6 bulan, saking lamanya sampai-sampai pada akhirnya fihak Kerajaan Palembang mendapatkan akal untuk membunuh beliau. Dimasa gerilya beliau, fihak kerajaan akhirnya sempat membuat semacam penjara atau kurungan besi dalam sebuah kolam didaerah Benteng dekat dari Sungai Musi (Palembang). Kolam itu diisi buah kelapa yang cukup banyak. Konon jumlah kelapa itu ribuan. Dalam sebuah pertempuran Ratu Sejagat akhirnya dijebak untuk mendekati kolam itu, setelah dekat dengan kolam itu akhirnya beliau terjebak dan terkurung dikolam ini,. Berhari-hari konon menurut cerita 40 hari ia berenang kesana-kemari untuk menggapai apa yang bisa diraih, namun setelah berhari- hari ia berenang dikolam itu, akhirnya lama-kelamaan ia merasa kelelahan dan tidak lama kemudian akhirnya ia tewas secara tragis. Setelah tewas dalam kurungan besi itu kemudian mayat Ratu Sejagat itu dibuang ke Sungai Musi, mayat itu terkapar-kapar (terombang ambing) tak tentu arah terbawa kesana-kemari terbawa arus Sungai Musi tanpa ada yang memperdulikannya, tapi Allah memang adil setelah beberapa saat mayat itu terlantar akhirnya mayat itu ditemukan oleh Pedagang Arab yang menurut cerita leluhur penulis adalah Bangsa Aip atau sekarang lebih populer dengan Golongan Habib. Sebelumnya Habib itu bermimpi didatangi oleh arwah Ratu Sejagat yang mengatakan bahwa tubuhnya tersangkut di jangkar perahunya dan mohon untuk dimakamkan, dalam mimpi itu Ratu Sejagat mendoakan anak keturunan dari Habib itu mendapatkan kebaikan dari Allah berupa rezeki bila menguburkan mayatnya. Akhirnya keesokan harinya pedagang itu melihat memang ada mayat yang tersangkut di perahunya, dan dengan kesukarelaannya akhirnya orang arab itu memakamkan mayat Ratu Sejagat dipinggir sungai Musi. Pedagang Arab itu akhirnya menetap didekat sekitar makam Ratu Sejagat sampai beranak cucu dan keturunannya sampai sekarang masih ada dan keberadaan mereka berada disekitar samping makam. Konon menurut cerita kehidupan Habib itu mendapatkan Karunia dari Allah SWT berupa keberkahan luar biasa dalam segala usahanya karena berbuat baik dan keikhlasan hatinya dalam menolong sesamanya walaupun sudah menjadi mayat. Makam Ratu Sejagat inipun sampai sekarang masih ada dan terkenal dengan nama Makam Tuan Kapar, dinamakan Makam Tuan Kapar karena mayatnya dulu terkapar-kapar, makam ini terdapat didaerah Seberang Bombaru dipinggir Sungai Musi Palembang atau di 14 Ulu Kelurahan Sebrang Ulu (tidak jauh dari Jembatan Ampera). Makam ini juga ditumbuhi Pohon Bungur yang cukup tinggi dan satu-satunya makam yang ada didaerah itu. Sampai saat ini makam itu dijaga oleh Juru Kunci yang keturunan dari Bangsa Aip tersebut. Keturunan terakhir dari para Juru Kunci makam ini yaitu Bapak Apu, sedangkan neneknya yang seharusnya banyak tahu tentang tuan kapar ini sudah lanjut usia, kurang lebih 90 tahun. Beliau sudah tidak mampu berdiri dan berbicara. Dan Di tahun 2012 ini informasi tentang Tuan kapar ditempat ini sangat minim, justru dari penulislah info ini akan diberikan. Perawakan dan fisik dari Tuan Kapar itu sendiri adalah tinggi besar, hitam legam mirip orang India.
Dahulu pada masa Moyang Layo dan Kakenda Bakri (akas Qori) masih hidup apabila mereka berziarah ketempat ini, beliau disambut Juri Kunci (Ibu dari Bapak Najib juri kunci yang kemarin tahun 2010 wafat) dengan memotong Ayam sebagai penghormatan terhadap anak cucu Tuan Kapar (walau dari jalur yang lain).
f.Bernama asli Mas Raden, (Beliau anak ke 6), beliau ini mempunyai keinginan aneh dimana ingin beristri bidadari sehingga demi mewujudkan keinginannya ia lalu melakukan tapa di hutan yang bernama Talang Pulau, sebuah daerah yang masih berawa dan masih berada di sekitar Desa Gunung Batu yang sampai sekarang masih terdapat peninggalannya berupa kolam kecil beserta ikannya. Tempat ini sangat susah dicapai karena kemisteriusannya, konon apabila ada orang yang masuk daerah ini tidak akan bisa keluar lagi. Dalam menjalankan tapa itu beliau mohon kepada kakaknya Karia Ulung untuk menjaganya sampai 40 hari. Dalam 40 hari ini tapanya itu tidak boleh lebih atau kurang bila kurang gagal begitu pula bila lebih pun gagal. Pada usahanya yang pertama ternyata Karia Ulung kakaknya, mendatangi sebelum genap 40 hari sehingga gagal dan kecewalah ia, padahal sebelumnya ia sudah mengatakan untuk tidak melanggar perjanjian ini sehingga dengan terpaksa ia harus mengulang tapanya. Namun untuk keinginannya yang kedua justru keinginannya digagalkan sendiri oleh kakaknya Karia Ulung yang merasa kesal dengan keinginan adiknya ini karena dianggap sangat aneh!, sehingga ketika Mas Raden bertapa selama 40 hari sesuai perjanjian dengan kakaknya, justru kakaknya membiarkan lebih dari 40 hari sehingga akhirnya ia tewas secara mengenaskan, setelah lebih dari 40 hari dari waktu yang telah disepakati itu kakaknya datang ketempat pertapaan Mas Raden untuk menengoknya, namun disini Karia Ulung cuma menemukan tulang belulang adiknya, kemudian tulang belulang adiknya segera dikuburkan. Tak beberapa lama kakaknya didatangi Mas Raden dalam bentuk gaib pada waktu setelah Magrib dengan bertolak pinggang, yang menyatakan kecewa dan marah karena kakaknya sengaja menginginkan kematiannya dan akhirnya Mas Raden membuat semacam perjanjian gaib yang tidak boleh dilanggar sampai kini oleh keturunan Karia Ulung. Perjanjian itu sendiri berbunyi Mas Raden meminta daerah kekuasaanya meliputi daerah Korbang (sekitar Desa Gunung Batu kurang lebih 1 kilometer, berdekatan dengan pemakaman keluarga) dan sekitarnya untuk tidak ada yang mengambil dan menguasainya kemudian menjadi miliknya. Makam Mas Raden sendiri berada menyendiri didaerah Korbang dan dinaungi oleh pohon duku yang miring yang saat ini sudah tumbang karena dimakan usia.
g. Dan yang paling bungsu (anak ke 7) yang bernama asli Pangeran Sukalilo dan bergelar Moyang Batin yang merupakan anak angkat penyebar agama (Pangeran Mas atau Karang Birahi?). Moyang Batin pada perkembangannya diperintahkan ayah angkatnya untuk menyebarkan (berdakwah) Agama Islam. Karang Birahi atau Pangeran Mas sendiri tidak mempunyai anak. Moyang Batin merupakan anak yang paling baik budi bahasanya, taat, serta mempunyai kemampuan agama yang cukup baik dibanding saudara-saudaranya yang lain. Karakter Moyang Batin ini mirip sekali dengan Pamannya Aria Sekati yang berjiwa lembut dan penyabar. Nama Batin sendiri dalam tradisi Desa Gunung Batu sangatlah terhormat dan istimewa. Dari beliau ini muncul keturunan-keturunan Penghulu atau pemuka-pemuka Agama (kalau sekarang Kyai). Keturunannya pun banyak bertebaran di Palembang, Gunung Batu, Jakarta, Bandung, dll. Salah satu Keturunan langsung dari Moyang Batin ini adalah Ibu Kami, yaitu H Habsoh yang merupakan penduduk asli kampung satu tempo dulu.
Empat orang kakak beradik ini (Yaitu : Karia Ulung, Jaran, Mas Raden, Moyang Batin) ditinggalkan dan dimakamkan Didesa Gunung Batu, sedangkan Ratu Sahibul melanjutkan perjalanan ke Indra Laya dengan membawa istrinya yang bernama Nyi Mas…. (menurut Sejarah Demak bernama Nyi Kiemas).
Kisah dari Ratu Sahibul adalah setelah kematian Ratu Sejagat akhirnya beliau Ratu Sahibul menetap dengan anaknya yang lain, (selain dengan Ratu Sejagat atau Tuan Kapar) yaitu putri satu-satunya yang bernama Siti Rukiah yang nisannya tertera berangka tahun 1641 (angka yang masih menjadi pertanyaan) dan bertuliskan “adik Ratu Paseh” (Siti Rukiah wafat saat masih remaja) dan tinggal sampai akhir hayatnya Di Desa Indra Laya. Sebenarnya didesa terakhir ini beliau sudah sempat menyiapkan pasukan perang bersama Ratu Sejagat anaknya, namun ternyata ambisi itu tidak mampu ia wujudkan. Didesa terakhir ini ia sempat menikah lagi namun tidak mempunyai anak. Didesa ini ia dimakamkan bersama para pengikut dan orang-orang kepercayaannya. Namun disayangkan pada masa sekarang ini makam-makam dari pengikutnya sudah berubah alih menjadi perumahan. Bahkan di tahun 2012 ini keberadaan makam Ratu Sahibul ini disampingnya telah dibuat mesjid. Makamnyapun baru-baru ini telah dipugar dengan orang-orang yang mengaku sebagai keturunannya.
Dalam kasus anak-anak yang dibawa Ratu Sahibul untuk menyerang Sriwijaya (Palembang) kemungkinan besar mereka sangat diandalkan Ratu Sahibul, mereka juga rata-rata masih bujangan. Faktor Karia Ulung, Jaran, Mas Raden, Batin tetap tinggal di Gunung Batu kemungkinan ada beberapa faktor, dan faktor-faktor ini sangat mungkin bisa diterima dengan akal sehat.yaitu…
1 Mereka yang ada di Gunung Batu sebagian besar sudah menikah dan mempunyai anak kecuali Mas Raden. Oleh sebab itu mungkin mereka merasa mempunyai tanggung jawab, sehingga tidak berambisi lagi dalam mengejar dan mencari kekuasaan. Disamping itu seperti Moyang Batin, ia lebih suka mengikuti gurunya ketimbang ayahnya.
2. Mungkin mereka ditugaskan untuk menjaga Desa Gunung Batu karena Desa Gunung Batu adalah desa yang baru dibentuk sehingga rawan akan gangguan dari daerah lain (seperti pada kasus Kerajaan Abung menyerang Komering ).
3.Mereka mungkin sudah jenuh terhadap perjalanan yang tidak pasti yang telah dilakukan oleh ayahnya. Apalagi dengan kondisi yang berpindah- pindah terus sehingga mungkin bagi mereka terasa membosankan (lebih tidak pasti lagi ketika status mereka dalam pelarian politik), apalagi kalau mereka harus membawa anak dan istri. Perjalanan pada masa itu juga terlalu sangat beresiko dan serba terbatas, semua fasilitas transportasi pada masa itu mungkin sangat sederhana sehingga perjalanan bisa ditempuh dengan waktu yang lama. Pada akhirnya mereka tidak mau ikut serta. Mereka mungkin sudah merasa bahagia dan damai dengan tinggal Di Desa Gunung Batu.
4.Seperti biasa dalam sebuah keluarga ada yang setuju ada yang tidak setuju ketika dihadapkan pada sebuah pilihan hidup. Mungkin orang- orang yang menetap Di Gunung Batu ini tetap bertahan berdasarkan alasan-alasan diatas.
Dalam masalah-masalah ini kalau diamati sepertinya telah terjadi beberapa pertentangan antar mereka dalam memutuskan dan berkeinginan menyerang Sriwijaya (Palembang) dengan berpindah dari Desa Gunung Batu. Kenapa demikian? sebab kalau dipikir secara logika tidak mungkin mereka yang 4 orang ini berani untuk tidak mau mengikuti perjalanan menuju Sriwjaya (Palembang), kenapa demikian? Karena Ratu Sahibul dalam perjalanannya dari Jawa sampai Sumatra selalu membawa sanak keluarganya. Sangat aneh sekali! mengapa? Sebab bahwa Ratu Sahibul ini wataknya adalah pemberang, bengis, pendendam, dan sering memaksakan kehendak. Apalagi bila sudah marah dan keinginannya tidak tercapai sangat berbahaya sekali. Namun kenapa untuk kali ini ia hanya bisa membawa 3 orang anaknya saja. Apa yang telah terjadi? .
Sepertinya mungkin anaknya yang di Desa Gunung Batu sudah belajar dari kegagalan-kegagalan terdahulu, terutama ketika ayahnya harus menyingkir dari Kerajaan Demak, sehingga mereka tidak mau lagi mengalami kegagalan kedua kali di Sriwijaya (Palembang) ini, sepertinya kesan yang sangat sangat kuat sekali. Kalaupun Ratu Sahibul masih berambisi ingin merebut Sriwijaya (Palembang) mungkin karena ia pernah merasakan nikmatnya menjadi seorang penguasa. Begitu juga mungkin anak-anaknya yang merasa sebagai anak seorang penguasa dengan status sebagai Pangeran atau Raden, sehingga mau tak mau terus ikut dalam perjalanannya ke Gunung Ibul dan Indra Laya. Kekuasaan mungkin menjadi impian mereka (yang selama itu sudah dirampas oleh Penguasa Demak). Selain faktor kekuasaan, faktor lain adalah dendam!. Karena fakta sejarah yang tertulis dalam sejarah, Demak dan Palembang kedua daerah tersebut adalah merupakan bekas jajahan Majapahit dan memiliki kaitan dan hubungan yang erat baik dari Kekeluargaan dan Kerajaan. Mungkin sekali pada akhirnya Ratu Sahibul akan menuntut balas, karena mungkin menurutnya, dia sudah merasa dirampas hak dan segala miliknya baik dari segi politik, materi maupun kedudukannya sebagai seorang penguasa. Ditambah lagi bahwa begitu banyak sejarah yang telah diputar balikkan oleh Penguasa Demak tentang dirinya, semua tentang dirinya selalu bernuansa negatif dan buruk, semua berita yang terdengar dan terkabarkan pada masyarakat Jawa selalu penuh dengan nilai-nilai yang berdasarkan kepentingan mereka saja (Kerajaan Demak). Berita tentang dia selalu bernuansa dengan keburukan dan kebodohan dalam melakukan setiap hal. Ada berita yang tidak kalah mengejutkan, disamping 7 orang anak laki- laki keturunan Ratu Sahibul ini penulis pernah terkejut ketika membaca sebuah Majalah Islam yang bernama Sabili, terutama pada edisi khusus tentang masa-masa emas perkembangan Agama Islam di Indonesia. Dikatakan dalam majalah itu bahwa salah seorang tokoh pemberontak DI / TII yang legendaris karena sikapnya yang sangat keras dan Radikal yang bernama Marijan Kartosuwiryo adalah keturunan dari Ratu Sahibul. Ia lahir di Cepu yaitu tempat asal-usul Ratu Sahibul lahir. Hanya saja yang menjadi pertanyaan penulis dia ini nasab dan silsilahnya dari jalur mana? Ini yang masih menjadi pelacakan penulis. Sampai saat ini penulis belum mendapat data yang cukup tentang nasab dari Kartosuwiryo ini. Mudah-mudahan hal ini bisa terjawab dengan tuntas. Keturunannya dari Ratu Sahibul saat ini ada yang Di Jakarta, Bandung, Serang, Cikampek, Tangerang, Cilacap, Bekasi, Palembang, Baturaja, Lampung, Jambi, dll.
2. Tuan Di Jawa
(Hulung Balang beliau). Makam orang ini kabarnya sangat panjang. Makamnya Didesa Gunung Batu. Beliau tidak punya keturunan.
3. Kyai Patih (Penasehat Ratu Sahibul),
keturunannya pada saat ini adalah keturunan Haji Saad yang dahulu pada masa Moyang Layo terkenal sebagai penakluk dan pawang buaya. Ternyata Ilmu buaya ini dimiliki pula Oleh Ayah dari Bapak Andre Thalib Saad ini, tidak kalah dari ilmunya Jaka Tingkir dari Kerajaan Pajang. Bermain dan berdiri diatas buaya adalah hal yang biasa bagi Haji Saad. Buaya buat Haji Saad seperti kawan main saja. Menurut paman dan ibu Penulis Haji Saad bila memanggil buaya untuk menuju rumahnya, buaya-buaya itu seperti anak-anak kecil saja dan anehnya buaya-buaya tersebut tunduk kepada Haji Saad ini. Yang mungkin protes adalah tetangga-tetangganya yang kedatangan buaya-buaya tersebut. Orang-orangtua digunung Batu yang usianya diatas 75 tahun pasti pernah mendengar kisah Haji Saad ini. Menurut paman penulis, rahasia dari ilmu haji Saad inilah lagi-lagi mirip dengan Ratu Sahibul (rata-rata mengaku dirinya Tuhan). Dan menurut Haji Saad bila memiliki ilmu ini dan tidak segera tobat sebelum mati, maka neraka jahanamlah imbalannya. Haji Saad dan Moyang Layo (kakek dari Ayah Penulis) berteman akrab sekali dan mereka berdua ini sama-sama mengetahui sejarah asli lahirnya desa Gunung Batu. Dulu Haji Saad hampir dibacok oleh orang yang bernama Cik Hasan namun berhasil dihalangi dan didamaikan oleh Moyang Layo, dari peristiwa inilah kedua orang ini bersahabat. Keturunan Haji Saad ini antara lain Almarhum Saleh Saad (Ayah dari Kakanda Iskandar Bagus Saad Jakarta) di Palembang dan Jakarta, Almarhum Hanafi Saad di Jakarta, Bapak Andre Thalib Saad di Jakarta, Bapak Kodir Saad, Bapak Syafii Saad, Kakanda Iskandar Saad di Jakarta, Kakanda Zulkarnaen Saad dan seluruh keluarga Almarhum Haji Saad). Makam Patih ini berada Di Desa Gunung Batu. Saat ini keturunannya ada yang berada di Jakarta, Palembang, Australia, dll. Berdasarkan cerita versi Kerajaan Demak dan Pajang usia dari Patihnya Ratu Sahibul sangat tua dan matang. Patih ini juga dikatakan tewas satu paket dengan Ratu Sahibul padahal kenyataannya ia berhasil lolos dengan rombongan Ratu Sahibul.Jadi kalau pada akhirnya ia dimakamkan di Desa Gunung Batu itu wajar saja karena usia Patih ini sudah sangat uzur dan sudah tidak mungkin mengikuti terus menerus perjalanan Ratu Sahibul untuk menyerbu Kerajaan Palembang. Kemungkinan lain juga, bisa saja ia ditugaskan dan menata Desa Gunung Batu bersama anak-anak Ratu Sahibul yang belum berpengalaman dalam dunia pemerintahan. Menurut Ayah penulis makam Kyai Patih dahulunya sering dijadikan tempat meminta-minta karena dianggap keramat. Makam ini bentuknya panjang dan besar. Dahulu banyak sekali orang yang melakukan hal-hal yang diluar akal di makam ini.. 3 orang ini (Ratu Sahibul, Kyai patih, Tuan Di Jawa) adalah orang-orang yang lebih dahulu menetap di Desa Gunung Batu.
4. Jangkaru,
Makamnya ada Di Gunung Batu. Keturunannya diantaranya, Kyai Patih Cotti Jangkaru, Saleh Jangkaru, Bapak Abdulah Jangkaru (Ayah Buaya) di Bogor Cijeruk, Pamang Jangkaru, Arbain Jangkaru, Mustika Ali Jangkaru, Zulkipli Jangkaru, serta Kakek dari Pamanda penulis yaitu Abdullah Tugu, serta nama-nama lainnya yang belum sempat tersebut). Menurut Sejarah beliau berasal dari Lampung (Tulang Bawang atau Kerajaan Abung).Saat ini keturunan beliau hampir sudah tidak ada lagi didesa Gunung Batu. Semua sudah keluar dan merantau, ada yang di Jakarta, Bandung, Bogor, dll, bahkan anak cucunya ada yang berhasil menjadi presenter Acara Trans 7 yaitu Jejak Petualang yang bernama Riani Jangkaru. Menurut keterangan dari ayah kami fisik rata-rata keturunan dari jangkaru ini tinggi, gagah dan besar. Keturunan Jangkaru dan leluhur penulis ini berlangsung dengan baik, terutama pada masa Moyang layo.
5. Singagandung
Beliau adalah abdi dalem (pembantu setia) Moyang Karang Birahi / Pangeran Mas (Singagandung berasal dari Batak Sumatra Utara), tentang nama dari orang ini adalah karena ketika dia datang ke Gunung Batu dari arah hulu bergandeng (dalam bahasa Gunung Batu yaitu gandung) yang artinya “mengikuti” Moyang Karang Birahi dalam menyebarkan Agama Islam. Konon Singagandung ini katanya sangat penurut sekali dan setia kepada gurunya. Apa yang diperintahkan gurunya selalu diikuti. Keturunannya adalah Almarhum Kakenda Sayadi atau Bacok, Yusuf Labuay, Haji Ibrohim, Kyai Patih Mutung, Sangun Ratu (kakek Almarhum Abu Kosim Sindapati ayah dari kakanda Titan Binari dan Bobot), Keluarga Besar Pamanda Hamid Ratu Ali (Pak Gadung). keturunannya ada yang di Jakarta, Palembang, dan lain-lain.
6. Moyang Dalom
(Berasal dari Cirebon Jawa Barat, salah satu keturunannya adalah Nenenda Maimunah atau nenek penulis dari fihak laki-laki atau istri kakenda Raden Keramo). Orang ini tidak dimakamkan Didesa Gunung Batu. Orang ini juga menjadi pertanyaan apakah dia abdi dalem Ratu Sahibul, karena nama Dalom dalam bahasa kamus bahasa Indonesia artinya adalah abdi dalem. Keturunan beliau saat ini ada yang di Jakarta, Palembang, dll.
7. Moyang Bungkuk
Keturunannya adalah Mentri Kosim serta masih banyak lagi yang lainnya yang belum tersebut disejarah Gunung batu ini. Orang ini dari data yang didapatkan sangat minim sekali.
8. Moyang Mas Sipa
Berasal dari Cina, keturunannya adalah Mamang Mangku (paman dari penulis), Raden Sattar (mertua dari kakak penulis) dan nama-nama yang lain yang belum disebut. Dikomplek pemakaman ini terkenal dengan keangkerannya. Yang lebih unik lagi sebagian besar yang dimakamkan disini banyak yang wafatnya tidak normal, ada yang dibunuh, ada yang tertabrak dan keanehan-keanehan lain. Tertera dibeberapa nisan pemakaman didaerah ini sekitar abad ke 16 dan 17 Masehi. Keturunannya saat ini sudah menyebar, ada yang di Palembang, di Jakarta, Batam, Serang, Cileungsi,dll.
9. Nenek Moyang dari Bapak Haji Salim R.A Thoha
(Berasal dari Arab namun tidak diketahui dari Arab mana apakah golongan Sayyid atau hanya golongan non habib). Yang penulis ketahui keturunannya adalah Karay (mantan Kepala Desa), Akip Toha, Nenenda Panji atau Ibunda dari bibi penulis (istri Pamanda Haji Ali Hasan) dan Bapak Salim RA Toha. Banyak keturunan dari moyang ini sampai sekarang ciri khas wajah kearabannya masih belum hilang, keturunannya pada masa sekarang ada yang di Tangerang, Jakarta, Palembang, dll. Haji Toha dimasa dahulu terkenal karena memiliki perahu yang sangat besar. Dahulu untuk memiliki perahu yang besar dibutuhkan biaya yang sangat banyak. Oleh karena itu Haji Toha ini terkenal di GUnung Batu sebagai pemilik perahu yang besar.
Mereka inilah yang pertama kali yang tinggal di Gunung Batu. Untuk membuktikan bahwa Desa Gunung Batu dihuni oleh 9 Keturunan, saat ini komplek pemakaman yang terdapat didesa Gunung Batu terdiri dari 9 lokasi yang berlainan, apabila ada yang wafat maka akan terlihat dari jalur mana keturunannya berada. Kalau ada warga Desa Gunung Batu yang telah puluhan tahun tinggal diluar Gunung Batu dan ingin tahu mereka berasal dari keturunan fihak mana, maka bisa dilihat makam leluhur atau kakek dan nenek mereka berada dimana. Dan diharapkan bagi mereka untuk tidak malu mengakui asal-usul leluhur-leluhur mereka itu, baik yang dari Batak, Jawa, Cirebon, Arab, Cina, Lampung, karena dari mereka inilah kita lahir. Dari mereka inilah kita mengenal agama Islam yang mayoritas dianut 100% oleh warga Desa Gunung Batu.
Para leluhur-leluhur ini juga mempunyai tingkah laku yang beraneka ragam. Namun untuk menjaga persaudaraan antar masyarakat Desa Gunung Batu tidaklah perlu diungkap kelemahan dan cacat dari para leluhur-leluhur ini. Disamping tidak etis lagi pula tidak ada gunanya untuk dibahas, apalagi pada masa sekarang antara para keturunan atau anak cucu leluhur-leluhur ini sudah terjalin tali persaudaraan dengan jalan pernikahan, pengangkatan saudara, dll. Penulis sendiri dipesan oleh ayah penulis untuk tidak mencantumkan kelemahan-kelemahan leluhur warga Desa Gunung Batu guna menjaga tali silturahmi dan nama baik leluhur-lehuhur tersebut. Jadi pada intinya masyarakat Gunung Batu adalah bersaudara walaupun masyarakatnya sudah banyak yang merantau. Selain yang disebutkan diluar Desa Gunung Batu, sampai saat ini mayoritas para anak cucu leluhur-leluhur ini masih banyak yang tinggal di Desa Gunung Batu.
Perlu diketahui nama-nama yang mereka pakai kebanyakan ini masih dipengaruhi budaya Animisme, sebuah budaya yang lebih mengagungkan kehebatan kehebatan benda-benda seperti Pohon dan Binatang. Memang saat itu daerah Komering khususnya didaerah huluan masih banyak orang-orang yang belum Islam. Jadi bila kita dengar nama-nama yang identik dengan nama- nama binatang tidak usah heran. Nama-nama seperti Kumbang, Harimau, Harimau, Macan, Singa, Gajah, dll sudah lazim dipakai dalam pemakaian nama seseorang, kemudian datang Islam sedikit demi sedikit hal itu mulai berubah, walapun sampai saat ini masih ada saja yang mempunyai nama yang berbau binatang. Dalam hal ini daerah-daerah lain yang juga sama dengan Desa Gunung Batu yaitu daerah Minanga.
Dari 9 keturunan ini sebenarnya masih ada 2 lagi, namun mereka wafat masih muda dalam keadaan masih remaja dan gadis (mereka sempat menjalin cinta namun akhirnya tidak menikah), mereka adalah Patih Rangga dan Moyang Morli. Itulah beberapa 9 keturunan tersebut.
Disamping 9 keturunan ini pada abad sekitar 18 Masehi yaitu pada masa masa Kolonial Belanda. Banyak para pelarian-pelarian politik dari Kerajaan Palembang menuju daerah Komering termasuk Desa Gunung Batu untuk menyelamatkan diri. Pelarian-pelarian ini terdiri dari pembesar-pembesar kerajaan Palembang terdiri dari para selir dan pejabat-pejabat. Ada juga yang dari Cina dan Arab, salah satu keturunan-keturunan para pembesar Palembang ini adalah Kakek dari Pamanda Hamid Saleh, Pamanda Darussalam Saleh, Pamanda Mamak Saleh yang bernama Pembaop Amak serta nenek mereka yang bernama Cik Asiah serta nenek dari fihak Ibu Penulis yang bernama Cik Ayu yang berayahkan Kimas Agus. Mereka biasanya digelari dengan gelar “Cik dan Cek”. Para pendatang-pendatang ini ketika wafat mereka dikuburkan berdasarkan keturunan-keturunan dari 9 yang telah disebutkan, tetapi sudah tentu yang berdasarkan atas kaitan dengan tali perkawinan atau hubungan darah dengan para nenek moyang ini walaupun hubungannya sangat tipis. Menurut ibu penulis terutama neneknya, beliau neneknya masih memiliki hubungan darah (tipis sekali..) dari Sultan Mahmud Badarrudin II tapi dari jalur selir karena dibelakang nama ibunda kami tertera Cik, sedangkan paman kami Ali Hasan memakai Cek.
Pada masa Kemerdekaan sekitar tahun 1945 Didesa Gunung Batu juga pernah terjadi pergolakan yang dahsyat dalam merebut kemerdekaan. Hal ini banyak dibuktikan dengan banyaknya para pejuang kemerdekaan yang melakukan perlawanan disini. Bahkan sempat menjadi Base Camp (Markas) Perjuangan dengan nama Resimen 44. Diantara Pejuang-Pejuang bangsa itu adalah, Mayor Arsad, Mayor Tobing (Pertamina), Letnan Jendral Ibnu Sutowo bekas (Dirut Pertamina), Brigadir Jenderal Ryacudu (Ayah dari mantan KSAD yaitu Ryamizad Ryacudu), Kemudian Letnan Jendral Alamsyah Ratu Perwira Negara (Mantan Menteri Agama) era Orde Baru. Secara kebetulan kedua orang terakhir inilah adalah orang Abung!. Alamsyah dan Ryacudu ini bahkan pernah menginap sekitar 1 bulan setengah dirumah Kepala Desa Kyai Patih Muksin yang masih terhitung kakek dari penulis, bahkan yang memberi Kyai Patih Muksin ONH ke Masjidil Haram adalah Alamsyah Ratu Perwiranegara
Sedangkan untuk masa sekarang yaitu tahun 2012 kondisi Desa Gunung Batu Sudah bercampur baur sesuai dengan perkembangan zaman, ada yang dari Cina, Jawa dll. Penduduk yang hidup saat ini sudah bervariasi, bahkan sudah banyak yang merantau jauh dan meninggalkan desa kelahirannya untuk menetap di daerah lain. Bahkan ada satu daerah di Palembang yang bernama Sungai Batang yang dijuluki Desa Gunung Batu ke 2 karena daerah hamper 90 % didiami oleh warga Desa Gunung Batu. Desa Gunung Batu ramai bila musim buah-buahan saja seperti terutama Duku, Durian, Rambutan, Manggis dll, dan juga hari Raya Idul Fitri. Apabila dalam kehidupan sehari-hari Desa Gunung Batu menjadi lengang dan sepi. Kebanyakan para penduduk lebih memilih untuk ke huma (tempat menanam padi, jagung dan tanaman buah-buahan, dan lain-lain). Selain ke Huma Mereka juga ada yang mencari ikan atau berburu binatang atau mencari kayu bakar di Hutan.
III. Jalur Perjalanan Ratu Sahibul dan Rombongan leluhur Desa Gunung Batu”
Dimulai Kerajaan Demak khususnya Jipang Panolan. Sekarang kota Demak berada di Jawa Tengah berupa Kabupaten. Kemungkinan besar perjalanan awal beliau dimulai dari Kerajaan Jipang Panolan (sekarang menjadi Desa Jipang Kebupaten Cepu Jawa Tengah). Dari Jipang kemungkinan besar singgah Di Kerajaan Banten, kemudian dari sini dilanjutkan menuju Sekala Berak (sekarang bernama Skala Brak). Saat ini daerah Skala Berak berada Di Lampung Barat Khususnya di Desa Bawang Negeri Kecamatan Bukit Balik. Daerah ini berdekatan dengan Liwa (Bengkulu), dan berbatasan dengan Lampung Utara. Skala Berak yang dimaksud disini adalah Skala Brak yang saat itu posisinya masih berdekatan dengan sungai-sungai besar dan pesisir pantai Sumatra. Skala Berak adalah sebuah daerah tua yang sudah lama ada pada masa Kerajaan Sriwijaya dan merupakan daerah lintas segala kegiatan yang ramai baik dari segi Perekonomian, Militer dan Pendidikan Para Agamawan Budha, dan sampai sekarang daerah itu masih ada. Di Skala Brak berdasarkan informasi yang saya peroleh dari putra asli daerah Skala Brak, masih banyak peninggalan-peninggalan pusaka yang tidak terurus, mudah-mudahan saja Ratu Sahibul ditempat ini meninggalkan sesuatu. Dari Skala Berak ini rombongan beliau menuju ke Desa Tanjung Kemala (Kerajaan Abung di Lampung) daerah ini posisinya antara daerah Kotabumi dan Bukit Kemuning di Lampung. Setelah sempat menetap di desa Tanjung Kemala ini kemudian perjalanan dilanjutkan ke Surabaya Nikan (Ogan Komering Ulu) masih daerah OKU Timur, tempat ini berdekatan dengan desa Kutanegara dan terisolasi dari dunia luar karena berada diseberang sungai komering, namun sekarang untuk menuju daerah Surabaya Nikan ini sudah dibuat jembatan besar dan tidak perlu naik perahu lagi, jembatan tersebut bahkan sudah bisa dilalui mobil, jembatan ini diresmikan pertengahan tahun 2010.
Di Surabaya Nikan ini beliau sempat menetap cukup lama, disini beliau sempat menanam pohon kelapa sebanyak 40 batang serta meninggalkan batu lesung yang cukup besar yang lokasinya persis berada disamping rumah penduduk asli Surabaya nikan, hanya saja berdasarkan informasi Bapak Bukhori (Mantan Camat Pancoran Jakarta Selatan yang asli Surabaya Nikan) pohon kelapa sebanyak 40 batang itu telah ditebang dan dijadikan perumahan. Surabaya Nikan ini pernah didatangi oleh ayah penulis dan pamanda tugu pada sekitar tahun 1980 an .
Dari Surabaya Nikan ini perjalanan kemudian dilanjutkan ke Desa Gunung Batu. Didesa Gunung Batu inilah beliau membuat perkampungan dengan waktu yang cukup lama yang nantinya Desa Gunung Batu menjadi salah satu desa yang usianya lumayan tua terutama dilingkungan wilayah Komering dan akhirnya perjalanan beliau berakhir dan dimakamkan di desa Indra Laya (Ogan Ilir) Sumatra Selatan. Saat ini Indra Laya sudah menjadi Kota yang lumayan sibuk di OI. Daerah-daerah ini rata-rata semua berada di pinggir sungai khususnya sungai Komering. Dari Tanjung Kemala sampai Indra Laya jalur sungainya menyatu, kurang lebih 125 km meter kehilir bertemu dengan Kota Palembang. Ini juga diperkuat dengan analisa Peta Topografi wilayah Sumsel.
IV. SEKILAS TENTANG DESA JIPANG DAERAH ASAL-USUL RATU SAHIBUL DAN LELUHUR DESA GUNUNG BATU
Daerah Jipang saat ini adalah berada pada Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Jawa Tengah. Didaerah ini nama tokoh ini sangatlah dihormati karena menurut mereka tokoh ini adalah orang yang jujur dan pemberani walaupun sikapnya sangat kasar dan keras. Menurut kabar dari teman penulis daerah Jipang adalah sebuah daerah yang diliputi aura Mistik. Nuansa gaib masih cukup kental didaerah ini. Karakter masyarakatnya sangat keras dan bersuara lantang. Mirip sekali dengan orang Gunung Batu bila bersuara dan berdialog. Banyak sekali didaerah ini pantangan-pantangan yang tidak boleh dilanggar. Dan masyarakat kebanyakan masih sangat menghormati larangan-larangan ini. Untuk memperkuat data-data ini penulis belum lama ini berkunjung kedaerah Jipang (tanggal 21-24 April 2005). Tadinya penulis tidaklah begitu memberikan perhatian terhadap Jipang ini, karena penulis waktu itu berkesimpulan bahwa nama Jipang telah lenyap bersama dengan lenyapnya kebesaran nama tokoh ini ditambah juga dengan perjalanan waktu.
Kunjungan penulis kedaerah ini juga karena informasi dari sebuah majalah dan teman penulis yang bernama M Akim yang ternyata orang asli Cepu. Daerah teman penulis ini bila dikaitkan dengan Jipang ternyata mempunyai hubungan yang kuat karena daerah Cepu merupakan wilayah kekuasaan dari tokoh ini. Jarak dari Cepu (St. Kereta Api) sampai Jipang sendiri sekitar 7 Km dan itu hanya bisa ditempuh dengan Ojek.
Bila membicarakan tentang Sosok Ratu Sahibul atau..........), di Cepu banyak orang sangat berhati-hati sekali, karena mereka sangat khawatir bila terjadi sesuatu apabila membicarakan sosok yang keras ini. Pada mulanya penulis menganggap hal ini terlalu mengada-ada, karena menurut penulis buat apa orang takut terhadap orang yang sudah wafat. Justru orang yang masih hiduplah yang harus tunduk kepada yang mematikan orang tersebut. Penulis ketika mendengar cerita-cerita ini menjadi prihatin dan heran kenapa manusia harus takut kepada orang yang sudah mati. Sedangkan orang yang sudah mati tersebut membutuhkan pertolongan dari kita yang hidup, terutama sekali dengan memberikan doa.
Dari kunjungan penulis yang serba singkat ini penulis mendapati banyak hal dan informasi yang berharga. Jipang yang begitu dianggap angker ternyata merupakan desa yang menurut penulis adalah desa yang cukup makmur, penduduknya ternyata sopan dan bersahaja. Hanya saja yang membuat penulis terkejut, ternyata tempat ini memiliki kesamaan dengan Desa Gunung Batu. Persamaan itu misalnya dengan bentuk tanah, bentuk sungai, corak budaya, Suhu cuacanya yang panas, dan terutama karakter orangnya.
Melihat hal ini penulis sampai geleng-geleng kepala karena ternyata tokoh ini memilih Desa Gunung Batu alasannya karena ternyata bentuk tanah dan tumbuhannya serta yang lain-lainya mirip dengan Jipang. Penulis waktu itu sampai berkata, pantas saja kalau Desa Gunung Batu dipilih sebagai tempat untuk menetap, yang terpenting dari itu semua, tokoh ini tidak pernah meninggalkan sungai sebagai bagian hidupnya, dan juga jangan lupa bahwa air adalah kekuatan dari ilmunya. Air bukanlah tempat sialnya, air sungai terutama, adalah andalan hidupnya, jadi salah besar bila orang Jipang atau musuh tokoh ini mengatakan ia sial karena menyeberangi sungai, justru itu adalah kekuatan dan ketangguhannya. Kepercayaan ini sampai sekarang masih dipertahankan dengan melarang orang luar yang mau menyeberangi sungai. Ya… lagi-lagi keterangan musuh lebih banyak yang diperhatikan ketimbang keterangan yang sesungguhnya.
Dari kunjungan ini, penulis sempat berdialog dengan Kepala Desa Jipang yang bernama Bapak Triyono. Dari dialog itu penulis banyak mendapatkan data-data dan keterangan yang cukup berharga walaupun masih minim, bahkan dari dialog itu penulis lebih banyak memberikan keterangan dan berusaha memperjelas duduk persoalan yang sebenarnya tentang masalah dan riwayat tokoh ini. Namun demikian keterangan-keterangan dari Bapak Triyono ini tetap penulis cantumkan sebagai penambahan data.
Diantara data-data yang telah diberikan oleh Bapak Triyono itu adalah, bahwa pada tahun 1999 pernah diadakan penelitian oleh Tim Arkeologi untuk menyelidiki tentang Jipang. Penelitian itu dilakukan selama 10 hari dan hanya mendapatkan hasil yang sangat mengecewakan karena tidak ada yang dapat diperoleh. Penelitian ini juga gagal karena tidak mendapatkan dukungan dari para sesepuh yang tidak mau bercerita tentang Jipang apalagi tentang tokoh ini. Ketakutan para sesepuh ini menurut Bapak Triyono karena mereka takut dan khawatir kualat bila bercerita tentang beliau ini, terutama tentang cerita gugurnya tokoh ini. Penulis dan ayah penulis berdialog tentang masalah ini, kenapa muncul ada kesan takut dan khawatir seperti ini. Menurut Ayah penulis, itu merupakan hal yang wajar saja karena kemungkinan terbesar bahwa tokoh ini sebelum melakukan pengungsian besar-besaran ke Desa Gunung Batu tentu memberikan kesan yang mendalam kepada orang yang telah ditinggalkanya seperti orang-orang kepercayaannya dan juga para prajuritnya yang masih setia. Kesan yang ditinggalkannya sudah pasti dalam bentuk perintah atau bahkan bukan tidak mungkin ancaman dalam bentuk sumpah. Secara kebetulan menurut Ayah penulis sosok beliau ini mempunyai prinsip yang tegas dan pantang mundur terhadap apa yang telah dia ucapkan, terutama sekali bila beliau sudah melakukan sebuah sumpah. Tentang hal ini sampai sekarang dilingkungan keluarga penulis apabila ada hal yang sudah sangat menyakitkan dan cenderung tidak bisa dimaafkan sumpahlah merupakan jalan terakhir walaupun sebenarnya cara ini sangat tidak baik karena membuat anak cucu yang mendapat sumpah secara psikologis ikut merasakan sehingga akhirnya secara tidak langsung mereka terkena akibat dari sumpah tersebut. Jika direnungi Nabi Muhammad saja tidak pernah menyumpahi umatnya, apalagi kita.
Perintah atau sumpah yang telah dikeluarkan oleh tokoh ini itu mungkin salah satunya adalah bahwa para pengikutnya yang masih tersisa diperintahkan untuk merahasiakan keberadaan dirinya dan juga melarang dengan keras untuk tidak bercerita masalah kematiannya karena memang beliau tidak tewas dalam pertempuran dengan musuhnya. Dari hal ini menurut penulis sangatlah masuk akal karena dia adalah orang paling tidak suka dibantah dan dilawan, jadi wajar saja apabila kepercayaan terhadap dirinya masih sangat kuat untuk dipatuhi. Menurut penulis ini juga salah satu gerakan politik dari beliau untuk menyerang balik berita yang mengatakan bahwa beliau sudah tewas. Jadi walaupun beliau telah pergi beliau sudah menanamkan gerakan politik yang cantik untuk menghadapi para musuh-musuhnya. Sehingga pada akhirnya tidak semua rakyat Jipang atau Demak percaya pada keterangan dari fihak Pajang mengenai kabar berita tentang tewasnya beliau apalagi dimakamkan di Kadilangu Demak. Padahal jarak Demak sangat jauh ditempuh apalagi pada masa itu kendaraan masih tradisional. Dikatakan lagi oleh Bapak Triyono bahwa beliau ini tewas dalam keadaan Bujangan. Menurut ayah penulis sangat tidak masuk akal dan kenapa orang Jipang tidak memahami arti dari semua ini. menurut ayah penulis wajarkah bila seorang raja tidak mempunyai seorang istri? Menurut ayah penulis hal paling masuk akal adalah mungkin ini adalah salah satu taktik beliau ini agar para anak dan istrinya selamat dari kejaran para musuh-musuhnya karena musuh menduga beliau ini tidak mempunyai anak. Asumsi yang kedua berita ini mungkin dari musuhnya, sehingga ada kesan bahwa bersamaan tewasnya tokoh ini maka hilang pula dinasti Kerajaannya. Namun penulis lebih cenderung untuk mengikuti hal yang pertama, karena penulis pernah menonton sandiwara di RCTI sekitar tahun 2003 dimana digambarkan bahwa tokoh ini mempunyai istri yang bernama Nyi Kemas, Nyi kemas ini sering memanas manasi suasana. Pemeran tokoh ini sendiri adalah Sujiwo Tejo, sedangkan Nyi Kemas adalah Pelawak Ulfa Dwijayanti. Dari sandiwara ini saja sudah jelas bahwa tokoh ini mempunyai istri, tapi lagi-lagi sumber sandiwara ini memakai skenario sejarah Pajang!!. Karena disini saja sudah disebutkan bahwa sesungguhnya beliau mempunyai anak dan istri serta hidup dengan tenang. Jadi bagaimana mungkin beliau masih bujangan?
Dari gerakan-gerakan yang dilakukan oleh beliau ini ini, yang lebih mencengangkan lagi, begitu takutnya orang dengan beliau apalagi dengan Desa Jipang, semua apa yang ada di Jipang sampai sekarang tidak ada yang berani untuk mengambilnya baik itu berupa tanah, batu, air, pasir atau yang lainnya. Untuk masalah pasir tambang, Desa Jipang sampai sekarang pasirnya tidak ada yang berani membelinya karena menurut Bapak Triyono sudah banyak contoh yang menunjukkan bahwa pasir Desa Jipang sering menimbulkan hal-hal yang kurang baik dan selalu diliputi dengan kesialan. Aneh memang bila melihat fenomena ini. Padahal kalau dipikir-pikir kenapa orang harus takut kepada manusia yang telah wafat, padahal yang berhak ditakuti itu hanyalah ALLAH!!!!. Kepercayaan ini terus berlangsung hingga sekarang. tentang Perintah ini yang telah dikeluarkan ini sudah tentu sangat ditaati karena beliau juga disamping disegani beliau juga sangat ditakuti karena sifatnya yang keras. Pada masa itu titah atau perintah seorang pemimpin sangatlah dipatuhi bahkan sampai kepada anak keturunan dari para pengikut-pengikut itu sumpah atau perintah itu terus dipertahankan.
Kepercayaan–kepercayaan ini makin tumbuh subur didesa Jipang ditambah dengan banyaknya kejadian-kejadian aneh yang sering terjadi bila ada pelanggaran pelanggaran yang terjadi. Penulis sendiri mendapatakan kesan bahwa untuk masuk kedaerah ini orang betul-betul harus menjaga tata tertib dan adat budaya setempat sekalipun terkadang tidak sesuai dengan nalar. Penulis sendiri ketika masuk kedaerah ini sangatlah berhati-hati apalagi sampai menganggap remeh. Walaupun demikian perasaan penulis biasa saja karena penulis merasa bahwa ini adalah tanah leluhur penulis jadi penulis tidak merasa takut justru penulis merasa seperti sudah kembali ketanah air dan rumah sendiri, walaupun demikian penulis tidak mau sombong apalagi membanggakan diri kepada orang Jipang. Justru penulis sangat mewanti-wanti kepada bapak Triyono untuk tidak menceritakan siapa diri penulis sebenarnya. Penulis waktu itu sangat takut bila diri penulis diliputi sifat sombong dan takabur (semoga ALLAH SWT melindungi penulis dari hal yang buruk ini….)
Investigasi penulis didesa Jipang ini juga mendapatkan data bahwa Istana, mesjid dan peninggalan-peninggalan yang lain sudah tidak ada lagi, semua lenyap karena berbagai faktor. Padahal setelah direbutnya seluruh kekuasaan Jipang oleh Pajang, daerah Jipang sampai abad ke 17 Masehi masih menjadi daerah yang sangat penting. Daerah itu selalu digunakan oleh orang-orang Pajang untuk berbagai kepentingan. Namun walaupun demikian sudah tentu faktor yang paling kuat membuat kondisi desa Jipang dan seluruh peninggalannya lenyap karena adanya perjalanan waktu yang sudah sekian ratus tahun. Jadi wajar saja apabila peninggalan itu lenyap. Kita tidak usah heran dengan hal ini, karena Demak, Pajajaran, Majapahit, Sriwijaya yang begitu besar saja Istananya sudah sangat sulit untuk dilacak apalagi Jipang yang hanya berupa kerajaan kecil. Yang ada mungkin hanya berupa sebuah perkiraan-perkiraan berdasarkan logika dan analisa. Secara kekuasaan, penulis melihat bahwa tanah yang ditinggalkan beliau ini sangatlah luas. Sekarang ini tanah itu menjadi hamparan sawah yang sangat luas, luas sawah itu menurut Bapak Triyono sekitar 68 hektar belum ditambah dengan tanah-tanah yang lain.. Sawah-sawah itu dikelilingi pohon-pohon yang besar. Hal ini sangat cocok bila ditinjau dari sebuah daerah kerajaan masa lalu yang selalu disekelilingnya ditumbuhi pohon. Hal ini mungkin ada maksudnya, mungkin diantara maksudnya untuk melindungi serangan dari fihak musuh. Disamping sawah, penulis juga melihat di Jipang ada pemakaman umum yang bernama Gedung Ageng Jipang, menurut Bapak Triyono Gedung yang sekarang menjadi pemakaman umum ini dahulunya mungkin merupakan tempat makanan atau Gedung Pusaka dan merupakan Gedung Khusus untuk Kerajaan Jipang Panolan. Tempat yang sekarang menjadi pemakaman umum ini karakternya mirip dengan desa Gunung Batu. Dipemakaman umum ini ditemukan para pengikut beliau ini yang telah dimakamkan, untuk masuk makam ini kita harus membuka sendal dan bersikap hormat. Namun yang membuat penulis terkejut dipemakaman umum ini penulis menemukan makam warga yang beragama Kristen, bahkan Di Jipang ini telah berdiri Gereja Katolik yang bernama Santo Petrus. Sebuah hal yang ironis karena Jipang Panolan adalah salah satu tempat penyebaran Agama Islam pada masa lalu, bahkan tempat sempat terkenal dan berjaya karena Ayah Sunan Kudus lahir disini demikian pula tokoh ini.
Menurut Bapak Triyono di Jipang pada masa Kerajaan Jipang berjaya ada sebuah pesantren. Dan pesantren itu pernah didatangi oleh 9 orang santri yang mau belajar. Tapi kemudian santri-santri ini dibunuh oleh tentara Jipang karena dicurigai sebagai prajurit Pajang, padahal menurut Bapak Triyono ketika akan dibunuh para santri itu akan menunaikan Sholat Magrib. Tapi akhirnya para santri ini dibunuh dengan kejam oleh tentara Jipang. Makam mereka ini sampai sekarang terawat dengan baik dan dinamakan dengan nama makam Santri Songo.
Itulah sekilas hal-hal yang telah penulis dapati dari perjalanan tanggal 21 April sampai 24 April tahun 2005. Sudah tentu dari perjalanan ini masih banyak hal yang belum penulis dapati, karena penulis belum bertemu dengan para sesepuh Desa Jipang ini. Namun pada prinsipnya penulis sangat lega dan bersyukur kepada ALLAH SWT karena sejarah yang gelap dan misteri telah berhasil penulis pecahkan terutama asal-usul tokoh pendiri desa Gunung Batu ini. Dan menurut ayah penulis memang itu yang kita butuhkan, lebih dari itu semua hanya sebagai penguat walaupun dari versi sejarah orang Jipang itu sendiri. Kenapa hal ini dibicarakan karena sudah jelas versi sejarah keluarga penulis merupakan hal yang paling utama karena sejarah itu diceritakan secara turun temurun melalui para leluhur terlepas benar atau salah. Dan yang menjadi keyakinan penulis bahwa orang-orang yang menyampaikan sejarah dan riwayat itu mempunyai riwayat hidup yang baik dan lisannya cukup bisa dipercaya. Apalagi didalam lingkungan keluarga penulis dilarang keras untuk sombong, mengada-ada (mengarang berita atau sejarah yang tidak benar), mengadu domba dll. Hanya saja untuk masalah prinsip apalagi yang menyangkut kebenaran dan kejujuran harus dipertahankan sampai titik darah yang penghabisan, dan juga keluarga penulis dilarang untuk tidak takut dalam mempertahankan prinsip ini karena itu adalah hal yang harus dijunjung tinggi.
Dari data yang serba singkat ini paling tidak menjadi gambaran tentang asal-usul sejarah dari seorang yang telah menggemparkan Kerajaan Demak karena sepak terjangnya yaitu beliau ini.
V. WAJAH DESA GUNUNG BATU PADA MASA SEKARANG , 2012
Wajah Desa Gunung Batu pada masa kini bila dilihat dan diamati sangatlah memprihatinkan. Desa ini boleh dikatakan sangat tertinggal bila dibandingkan dengan desa-desa sekitarnya baik dari segi perekonomian maupun pendidikannya. Apalagi belum lama ini Desa Gunung Batu juga ditimpa musibah (TAHUN 2005 yaitu berupa banjir yang sangat besar yang melanda sebagian kawasan Komering dan Lampung dimulai dari kawasan Lampung (Sungai Tulang Bawang) sampai kedesa Gunung Batu dan desa-desa yang lain. Dalam Sejarah Desa Gunung Batu belum pernah terjadi banjir sebesar ini. Akibat dari banjir ini tentu bertambah beratlah beban hidup orang Gunung Batu.) dan 2012 ini kembali terjadi lagi banjir dengan skup yang tidak terlalu besar.
Begitulah fenomena yang baru-baru ini menimpa Desa Gunung Batu yaitu berupa banjir besar. Namun patut juga harus disadari dan disyukuri bahwa tidak ada korban jiwa, bila dibandingkan dengan daerah lain sangatlah jauh bila dibandingkan dengan musibah besar yang menimpa rakyat Aceh yaitu Gempa Bumi dan Gelombang Laut Tsunami, begitu juga saudara-saudara kita diberbagai daerah yang tertimpa gempa bumi dengan skala yang lumayan besar yang meluluh lantakkan bangunan, rumah, dan menewaskan banyak manusia seperti rakyat Papua Di Nabire, rakyat Di Alor NTT, Rakyat Di Palu Sulawesi, rakyat Di Lumajang Malang Jawa Timur, Rakyat Di Garut Jawa Barat, Gempa Bumi Nias, Mudah- mudahan hal ini menjadi peringatan terhadap masyarakat Gunung Batu agar mereka sadar.
Dengan adanya kejadian ini yaitu musibah banjir semakin terpuruk saja kondisi perekonomian rakyat Gunung Batu dan menambah masalah baru yang komplek, dari masalah kepemimpinan mantan kepala desa yang tersangkut korupsi, kejahatan, moral yang ambruk, sengketa tanah wakaf madrasah/sekolah negeri yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, perekonomian yang serba sulit dan segudang masalah-masalah lain. Sehingga saat ini semakin tertinggallah kondisi desa Gunung Batu.
Akhirnya disaat desa-desa lain sudah berbenah maju, Desa Gunung Batu sampai pada kondisi sekarang ini lebih disibukkan dengan adanya kasus- kasus kejahatan seperti perampokan, apalagi saat ini seperti perjudian sudah menjadi makanan mereka sehari-hari. Kita tidak usah heran apabila mendengar kabar bahwa Si A tewas, Si B merampok atau si C si D atau yang lain-lainnya memasang nomor undian atau berjudi. Paling-paling setiap orang merasa “tahu sama tahu sajalah” yang penting diri mereka tidak saling mengganggu. Dapat dikatakan kasus-kasus kejahatan seringkali terjadi Di Gunung Batu. Saking banyaknya tindak kejahatan di daerah ini sampai-sampai orang mengatakan bahwa Gunung Batu identik dengan penjahat, sebuah penilaian yang boleh diperdebatkan namun pada kenyataannya hal ini tidak bisa kita bantah karena kenyataannya memang seperti demikian. Dan yang lebih unik lagi dalam sejarahnya, sedari dulu Desa Gunung Batu sangat terkenal susah ditembus atau dimasuki apalagi bila terjadi tawuran antar warga desa. Desa Gunung Batu cukup disegani dan ditakuti karena prilaku orang-orangnya yang berani berkelahi dengan siapapun, apalagi penggunaan senjata tajam bagi masyarakat Gunung Batu dalam perkelahian adalah hal yang sehari-hari biasa terjadi. Jangan heran kalau kita mendengar sudah begitu banyak korban yang tewas karena senjata senjata tajam ini.
Mayoritas tabiat orang Gunung Batu sudah begitu dikenal sifat kerasnya oleh kampung atau desa-desa yang lain. Mereka dikenal oleh kampong lain berjiwa pendendam, walaupun peristiwanya sudah puluhan tahun.Mereka akan tetap ingat dan suatu saat pasti akan membalas bila masalah tersebut tidak diselesaikan secara adat. Bagi orang Gunung Batu lebih baik mendahului daripada didahului. Soal hukum setelah peristiwa terjadi, itu adalah soal nanti. Bila terdengar akan terjadi perkelahian antar desa, warga Gunung Batu akan bersatu padu untuk mempertahankan tanah dan kehormatan Gunung Batu apalagi bila harga diri mereka terinjak-injak. Dan memang sedari dulu Desa Gunung Batu semenjak Zaman Kerajaan Abung sampai sekarang merupakan sebuah desa yang satu-satunya yang tidak pernah kalah melawan siapapun apalagi sampai terjajah. Begitulah karakter rakyat Desa Gunung Batu yang memang keras-keras (mungkin keras kepala!) serta identik dengan kejahatan. Kita tidaklah usah heran apabila akhir-akhir ini sering terdengar warga Gunung Batu tewas di Kampung orang lain dalam kasus kejahatan yang mereka lakukan. Ini ironis sekali kalau dilihat pada kondisi 40 atau 50 tahun yang lalu. Padahal kalau kita lihat pada masa awal-awal kemerdekaan dan masa-masa tahun 60 dan 70 an Desa Gunung Batu begitu ramai dan boleh dibilang cukup lumayan dalam perekonomian dan pendidikan, apalagi saat itu orang-orang tua yang berpengaruh masih hidup. Moralitas Desa Gunung Batu saat itu cukup baik hal ini juga ditunjang oleh banyaknya pengajian-pengajian yang dilakukan para Kyai atau Penghulu pada masa itu. Kejahatan pada masa itu memang ada namun tidak separah sekarang karena masih banyak orang-orang tua yang berpengaruh. Desa Gunung Batu saat itu sangat terkenal dengan berbagai macam kegiatan dan budaya serta keramaian, namun sekarang apa yang terjadi? Gunung Batu hanya ramai pada saat musim buah-buahan saja. para penduduk yang merasa perekonomiannya rendah lebih memilih keluar dan mencari nafkah didaerah orang, karena bila mereka tetap menetap Didesa Gunung Batu tentulah sangat sulit. Karena untuk mencari nafkah Didesa Gunung Batu memang sangat sulit. Perekonomian Didesa Gunung Batu lebih mengandalkan hasil panen buah-buahan dan padi, selebihnya hanya warung-warung yang dapat dihitung dengan jari. Usaha wiraswasta sangat jarang sekali terdengar. Paling-paling kegiatan untuk mencari uang biasanya menenun kain dengan kayu (mantok), itupun dilakukan oleh wanita. Lagi-lagi yang terdengar adalah tentang berbagai tindak kasus-kasus kejahatan saja.
Kita memang tahu wajah Desa Gunung Batu memang tercipta bukan semata-mata kesalahan dari penduduknya, kesalahan itu terjadi karena ketidak tahuan mereka terhadap apa yang mereka lakukan, kesalahan itu juga harus diperbaiki oleh orang-orang yang merantau kedaerah orang. Walau bagaimanapun ikatan darah dan tempat janganlah pernah dilupakan. Karena walaupun saat ini kita sudah berjauhan tugas kita adalah membenahi permasalahan ini.
Kita memang tahu bahwa mayoritas orang-orang Gunung Batu itu sulit untuk diatur dan ditata karena pada mulanya desa ini didirikan oleh sekumpulan orang-orang berbeda asal dan keturunan dan rata-rata mereka sebagian adalah para bangsawan sehingga sifat asli sebagai seorang penguasa adalah sulit untuk dikritik apalagi untuk diatur, masing-masing mereka mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga kadang-kadang hal itu terbawa pada anak keturunannya yang susah untuk disatukan.
Berdasarkan dari nama saja, Gunung Batu mencerminkan arti yang menyiratkan ketinggian hati orang-orangnya. Gunung itu sendiri karena orang orangnya merasa tinggi dan tidak pernah mau tunduk kepada siapapun dan itu sudah dibuktikan dari masa kemasa bahwa begitulah kondisi watak orang-orang Gunung Batu. Tentang nama Batu itu sendiri karena watak orang-orang yang berdiam didaerah ini sangat keras kepala, susah diatur dan mau menang sendiri. (itulah penilaian sementara yang terjadi namun fakta tetap mendekati penilaian ini)
Namun ada juga hal-hal baik yang dapat kita ambil contoh Di desa Gunung Batu ini. Gunung Batu boleh dikatakan sangat menjaga hubungan suami istri. Hubungan Suami istri betul-betul dijadikan sesuatu yang sakral sekalipun ada poligami. Hebatnya lagi tingkat perceraian kecil sekali terjadi, ini terjadi dari zaman dahulu, perceraian sesuatu yang tabu terjadi di Gunung Batu, Betapapun parahnya keadaan rumah tangga mereka jarang terjadi perceraian. Kalau memang terjadi perceraian diantara suami istri tersebut. Itu adalah aib. Karena Di Gunung Batu apabila terjadi hal seperti ini akan menjadi pembicaraan yang hangat dan menjadi perhatian.
Tentang budaya lokal yang sering dilakukan didesa Gunung Batu juga cukup bisa diiambil contoh, misalnya penyambutan orang yang baru pulang haji, biasanya dilakukan dengan cukup meriah disertai dengan arak-arakan. Yang lainnya misalnya Pernikahan yang dilakukan dengan musik khas desa Gunung Batu yaitu Jidur (Tanjidor) dan diarak keliling sekitar kampung. Pengangkatan saudara bila terjadi masalah juga menjadi solusi yang cukup efektif dalam menyelesaikan masalah. Patungan bersama bila ada kegiatan pernikahan atau yang dinamakan Pumpungan juga menjadi budaya yang kuat. Kegiatan tahlilan juga sangat kuat dilakukan didesa ini, bahkan bila ada yang wafat bila fihak keluarga tidak melakukan tahlilan akan menjadi bahan pembicaraan kampung. Balas jasa atau Sakai juga sering dilakukan terutama pada saat pernikahan dan tahlilan, misalnya kalau dulu ia pernah dibantu dengan gula pasir, biasanya ia akan membalas dengan gula pasir yang sepadan, kalau dulu ia pernah memberi beras satu liter, maka ia akan dibalas dengan satu liter dengan fihak-fihak yang mengadakan acara tersebut.
Kebaikan yang juga bisa kita ambil didesa Gunung Batu adalah dalam sistem kekeluargaannya. Di Gunung Batu Sistem kekeluargaan sangat kuat, masing-masing saling menjaga. Bila kita masih ada hubungan darah dengan seseorang walapun sangat tipis sekali tetap saja kita masih dianggap saudara mereka. Masing-masing keluarga yang berkaitan walaupun berjauhan tempat, selama masih ada hubungan tetap bisa saling mengunjungi dan bersilaturahmi. Ketika didaerah orangpun ketika ia mendengar ada orang yang satu Gunung Batu biasanya terjadi tali perhubungan yang baik.
Kebaikan yang lain adalah dalam menilai seseorang walapun ini masih menjadi perdebatan contohnya misalnya saat akan menikah atau mau menjadi kepala desa, orang-orang Gunung Batu akan melihat asal-usul orang tersebut secara mendetail baik dari segi ahlak dan moral, padahal yang menilai belum tentu baik, namun kenyataanya itulah yang terjadi. Semua hal yang kita lakukan akan dilihat dan diperhatikan baik dari segi keturunan, perekonomian, pekerjaan, dan yang lain lain. Tingkat kesalahan sekecil apapun akan menjadi perhatian masyarakat. Para pemuka agama pun bila tidak berhati-hati omongannya tidak akan diperhatikan, mereka justru lebih segan pada penjahat, jadi untuk mengatur orang Gunung Batu diperlukan manusia yang kuat dan cerdik baik dari segi Ilmunya ,Agamanya, Pekenomiannya, dan yang pasti tidak lembek, ia harus keras, tegas, berwibawa, dan jika perlu mempunyai ilmu beladiri dan ilmu-ilmu yang mendukungnya. Karena menghadapi orang Gunung Batu berarti bagaikan seperti menghadapi hutan belantara yang dipenuhi binatang liar dan dikurung oleh benteng yang susah dirobohkan. Gunung Batu adalah sesuatu yang benar-benar unik dan menantang, sekali lagi hanya orang yang mempunyai jiwa pemimpin yang bisa menghadapi kondisi desa yang sangat unik ini.
Sumber penulisan :
1. Tradisi lisan turun temurun
2. Berbagai referensi Buku sejarah dan buku ilmiah penunjang lainnya
3. Berbagai majalah yang berkaitan dengan tokoh dan pendiri Desa Gunung Batu
4. Wawancara dengan juru kunci makam
5. Pengamatan ditempat-tempat yang memiliki hubungan historis dengan Penelitian
6. Pengamatan peta Topografi
7. Berbagai website