MUTIARA ILMU MAKRIFAT
Kanjeng Nabi Khidir berhenti sejenak,
lalu berkata “matahari berbeda dengan bulan, perbedaannya terdapat pada
cahaya yang dipancarkannya. Sudahkah hidayah iman terasa dalam dirimu?
Tauhid adalah pengetahuan penting untuk menyembah pada Allah, juga
makrifat harus kita miliki untuk mengetahui kejelasan yang terlihat, ya
ru’yat (melihat dengan mata telanjang) sebagai saksi adanya yang
terlihat dengan nyata. Maka dari itu kita dalami sifat dari Allah, sifat
Allah yang sesungguhnya, Yang Asli, asli dari Allah. Sesungguhnya
Allah itu, allah yang hidup. Segala afalnya (perbuatanya) adalah bersal
dari Allah. Itulah yang demaksud dengan ru’yati. Kalau hidupmu
senantiasa kamu gunakan ru’yat, maka itu namanya khairat (kebajikan
hidup). Makrifat itu hanya ada di dunia. Jauhar awal khairat (mutiara
awal kebajikan hidup), sudah berhasil kau dapatkan. Untuk itu secara
tidak langsung sudah kamu sudah mendapatkan pengawasan kamil
(penglihatan yang sempurna). Insan Kamil
(manusia yang sempurna) berasal dari Dzatullah (Dzatnya Allah).
Sesungguhnya ketentuan ghaib yang tersurat, adalah kehendak Dzat yang
sebenarnya. Sifat Allah berasal dari Dzat Allah. Dinamakan Insan Kamil kalau mengetahui keberadaan Allah itu. Bilamana tidak tertulis namamu, di dalam nuked ghaib insan kamil,
itu bukan berarti tidak tersurat. Ya, itulah yang dinamakan puji budi
(usaha yang terpuji). Berusaha memperbaiki hidup, akan menjadikan
kehidupan nyawamu semakin baik. Serta badannya, akan disebut badan
Muhammad, yang mendapat kesempurnaan hidup”.
Syekh Malaya berkata lemah lembut, “mengapa sampai ada orang mati yang dimasukkan neraka? Mohon penjelasan yang sebenarnya”.
Kanjeng Nabi Khidir berkata dengan
tersemyum manis, “Wahai Malaya! Maksudnya begini. Neraka jasmani juga
berada di dalam dirimu sendiri, dan yang diperuntukkan bagi siapa saya
yang belum mengenal dan meniru laku Nabiyullah. Hanya ruh yang tidak
mati. Hidupnya ruh jasmani itu sama dengan sifat hewan, maka akan
dimasukkan ke dalam neraka. Juga yang mengikuti bujuk rayu iblis, atau
yang mengikuti nafsu yang merajalela seenaknya tanpa terkendali, tidak
mengikuti petunjuk Gusti Allah SWT. Mengandalkan ilmu saja, tanpa
memperdulikan sesama manusia keturunan Nabi Adam, itu disebut iman
tadlot. Ketahuilah bahwa umat manusia itu termasuk badan jasmanimu.
Pengetahuan tanpa guru itu, ibarat orang menyembah tanpa mengetahui yang
disembah. Dapat menjadi kafir tanpa diketahui, karena yang disembah
kayu dan batu, tidak mengerti apa hukumnya, itulah kafir yang bakal
masuk neraka jahanam.
Adapun yang dimaksudkan Rud Idhafi
adalah sesuatu yang kelak tetap kekal sampai akhir nanti kiamat dan
tetap berbentuk ruh yang berasal dari ruh Allah. Yang dimaksud dengan
cahaya adalah yang memancar terang serta tidak berwarna, yang senantiasa
meserangi hati penuh kewaspadaan yang selalu mawas diri atau
introspeksi mencari kekurangan diri sendiri serta mempersiapkan akhir
kematian nanti. Merasa sebagai anak Adam yang harus
mempertanggungjawabkan segala perbuatan. Ruh Idhafi seudah ada sebelum
tercipta. Syirik itu dapat terjadi, tergantung saat menerima sesuatu
yang ada, itulah yang disebut Jauhar Ning.
keenamnya jauhar awal. Jauhar awal adalah mutiara ibaratnya. Mutiara
yang indah penghias raga agra nampak menarik. Mutiara akan tampak indah
menawan. Bermula dari ibarat ketujuh, dikala mendengarkan sabda Allah,
maka Ruh Idhafi akan menyesuaikan, yang terdapat di dalam Dzat Allah
Yang Mutlak. Ruh serba psrah kepada Dzatullah, itullah yang dimaksudkan
Ruh Idhafi. Jauhar awal itu pula, yang menimbulkan Shalat Daim.
Shalat Daim tidak perlu mengunakan air wudhu, untuk membersihkan khadas
tidak disyaratkan. Itulah shalat batin yang sebenarnya, diperbolehkan
makan tidur syahwat maupun buang kotoran. Demikianlah tadi cara shalat
Daim. Perbuatan itu termasuk hal terpuji, yang sekaligus merupakan
perwujudan syukur kepada Allah. Jauhar tadi bersatu padu menghilangkan
sesuatu yang menutupi atau mempersulit mengetahui keberadaan Allah Yang
Terpilih. Adanya itu menujukkan adanya Allah, yang mustahil kalau tidak
berwujud sebelumnya.
Kehidupan itu seperti layar dengan
wayangnya, sedang wayang itu tidak tahu warna dirinya. Akibat junub
sudah bersatu erat tetap bersih badan jisimmu. Adapun Muhammad badan
Allah. Nama Muhammad tidak pernah pisah dengan nama Allah. Bukakah
hidayah itu perlu diyakini? Sebagai pengganti Allah? Dapat pula disebut
utusan Allah. Nabi Muhammad juga termasuk badan mukmin atau orang yang
beriman. Ruh mukmin identik pula dengan Ruh Idhafi dalam keyakinanmu.
Disebut iman maksum, kalau sudah mendapat ketetapan sebagai panutan
jati. Bukankah demikian itu pengetahuanmu? Kalau tidak hidup begitu,
berarti itu sama dengan hewan yang tidak tahu adanya sesuatu di masa
yang telah lewat. Kelak, karena tidak mengetahui ke-Islaman, maka
matinya tersesat, kufur serta kafir badannya. Namun bagi yang telah
mendapatkan pelajaran ini, segala permasalahan dipahamilebih seksama
baru dikerjakan, Allah itu tidak berjumlah tiga. Yang menjadi suri
tauladan adalah Nabi Muhammad. Bukankah sebenarnya orang kufur itu,
mengingkari empat masalah prinsip. Di antaranya bingung karena tiada
pedoman manusia yang dapat diteladani. Kekafiran mendekatkan pada kufur
kafir. Fakhir dekat dengan kafir. Sebabnya karena kafir itu, buta dan
tuli tidak mengerti tentang surga dan neraka. Fakhir tidak akan
mendekatkan pada Tuhan. Tidak mungkin terwujud pendekatan ini, tidak
menyembah dan memuji, karena kekafirannya. Seperti itulah kalau fakhir
terhadap Dzatullah. Dan sesungguhnya Gusti Allah, mematikan kefakhiran
manusia, kepastianny ada di tanga Allah semata-mata. Adapun wujud
Dzatullah itu, tidak ada stu makhluk pun yang mengetahui kecuali Allah
sendiri. Ruh Idhafi menimbulkan iman. Ruh Idhafi berasal dari Allah Yang
Maha Esa, itulah yang disebut iman tauhid. Meyakini adanya Allah juga
adanya Muhammad sebagai Rasulullah. Tauhid hidayah yang sudah ada
padamu, menyatu dengan Tuhan Yang Terpilih. Menyatu dengan Gusti Allah,
baik di dunia maupun di akhirat. Dan kamu harus menyatu bahwa Gusti
Allah itu ada dalam dirimu. Ruh Idhafi ada di dalam dirimu. Makrifat itu
sebutannya. Hidupnya disebut Syahadat, hidup tunggal didalam hidup.
Sujud rukuk sebagai penghiasnya. Rukuk berarti dekat dengan Tuhan
Pilihan. Penderitaan yang selalu menyertai menjelang ajal tidak akan
terjadi padamu, jangan takut menghadapi sakaratil maut. Jangan
ikut-ikutan takut menjelang pertemuanmu dengan Allah. Perasaan takut
itulah yang disebut dengan sekarat.
Ruh Idhafi tidak akan mati. Hidup mati,
mati hidup. Akuilah sedalam-dalamnya bahwa keberadaanmu itu, terjadi
karena Allah itu hidup dan menghidupi dirimu, dan menghidupi segala yang
hidup. Sastra Alif (huruf alif) harus dimintakan penjelasannya pada
guru. Jabar jer-nya pun harus berani susah payah mendalaminya. Terlebih
lagi poengetahuan tentang kafir dan syirik! Sesungguhnya semua itu,
tidak dapat dijelaskan dengan tepat maksud sesungguhnya. Orang yang
menjelaskan syariat itu berarti sudah mendapatkan anugrah sifat Gusti
Allah. Sebagai sarana pengabdian hamba kepada Gusti Allah. Yang
menjalankan shalat sesungguhnya raga. Raga yang shalat itu terdorong
oleh adanya iman yang hidup pada diri orang yang menjalankannya.
Seandainya nyawa tidak hidup, maka Lam Tamsyur (maka tidak akan
menolong) semua perbuatan yang dijalankan. Secara yang tersurat, shalat
itu adalah perbuatan dan kehendak orang yang menjalankan, namun
sebenarnya Allah-lah yang berkehendak atas hambanya. Itulah hakikat dari
Tuhan penciptanya. Ruh Idhafi berada di tangan orang mukmin. Semua ruh
berada di tangan-Nya. Yaitu terdapat pada Ruh Idhafi. Ruh Idhafi adalah
sifat jamal (sifat yang bagus atau indah) keindahan yang berasal
Dzatullah. Ruh Idhafi nama sebuah tingkatan (maqom), yang tersimpan pada
diri utusan Allah (Rasulullah). Syarat jisim lathif (jasad halus0 itu,
harus tetap hidup dan tidak boleh mati.
Cahayanya berasal dari ruh itu, yang
terus menerus meliputi jasad. Yang mengisayaratkan sifat jalal (sifat
yang perkasa) dan sekaligus mengisyaratkat adanya sifat jamal (sifat
keindahan). Jauhar awal mayit (mutiara awal kematian) itu, memberi
isyarat hilangnya diri ini. Setelah semua menemui kematian di dunia,
maka akan berganti hidup di akherat. Kurang lebih tiga hari perubahan
hidup itu pasti terjadi. Asal mula manusia terlahir, dari adanya Ayah,
Ibu serta Tuhan Yang Maha Pencipta. Satu kelahiran berasal dari tiga
asal lahir. Ya, itulah isyarat dari tiga hari. Setelah dititipkan selama
tujuh hari, maka dikembalikan kepada yang meninipkan (yang memberi
amanat). Titipan itu harus seperti sedia kala. Bukankah tauhid itu
sebagai srana untuk makrifat? Titipan yang ketiga puluh hari, itu juga
termasuk juga titipan, yang ada hanya kemiripan dengan yang tujuh hari.
Kalau menangis mengeluarkan air mata karena menyesali sewaktu masih
hidup. Seperti teringat semasa kehidupan itu berasal dari Nur. Yang mana
cahayanya mewujudkan dirimu. Hal itulah yang menimbulkan kesedihan dan
penyesalan yang berkepanjangan. Tak terkecuali siapun yang merasakan itu
semua, sebagaimana kamu mati, saya merasa kehilangan.
Mati atau hilang bertepatan hari
kematian yang keempat puluh hari. Bagaimanakah yang lebih tepat untuk
melukiskan persamaan sesama makhluk hidup secara keseluruhannya? Allah
dan Muhammad semuannya berjumlah satu. Seratuspun dapat dilukiskan
seperti satu bentuk, seperti diibaratkan dengan adanya cahaya yang
bersember dari cahaya Muhammad yang sesungguhnya. Sama hal pada saat
kamu memohon sesuatu. Ruh jasad hilang di dalamnya, kehadirat Tuhan Yang
Maha Pemberi. Tepat pada hari keseribu, tidak ada yang tertinggal.
Kembalinya pada allah sudah dalam keaadaan yang sempurna. Sempurna
seperti mula pertama dalam keadaan yang sempurna. Sempurna seperti mula
pertama diciptakan”.
Syekh Malaya terang hatinya,
mendengarkan pelajaran yang baru diterima dari gurunya Syekh
Mahyuningrat Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya senang hatinya sehingga
beliu belum mau keluar dari dalam tubuh Kanjeng Nabi Khidir. Syekh
Malaya menghaturkan sembah, sambil berkata manis seperti gula madu.
“Kalau begitu hamba tidak mau keluar dari raga dalam tuan. Lebih nyaman
di sini saja yang bebas dari sengsara derita, tiada selera makan tidur,
tidak merasa ngantuk dan lapar, tidak harus bersusah payah dan bebas
dari rasa pegal dan nyeri. Yang terasa hanyalah rasa nikmat dan
manfaat”. Kanjeng Nabi Khidir memperingatkan, “yang demikian tidak boleh
kalau tanpa kematian”.
Kanjeng Nabi Khidir semakin iba kepada
pemohon yang meruntuhkan hatinya. Kata Kanjeng nabi Khidir, “kalau
begitu yang awas sajalah terhadap hambatan upaya. Jangan sampai kau
kembali. Memohonlah yang benar dan waspada. Anggaplah kalau sudah kau
kuasai, jangan hanya digunakan dengan dasar bila ingat saja, karena hal
itu sebagai rahasia Allah. Tidak diperkenankan mengobrol kepada sesama
manusia, kalau tanpa seizin-Nya! Sekiranya akan ada yang mempersolakan,
memperbincangkan masalah ini! Jangan sampai terlanjur! Jangan sampai
membanggakan diri! Jangan peduli terhadap gangguan, cobaan hidup! Tapi
justru terimalah dengan sabar! Cobaan hidup yang menuju kematian,
ditimbulkan akibat buah pikir. Bentuk yang sebenarnya ialah tersimpan
rapat di dalam jagadmu! Hidup tanpa ada yang menghidupi kecuali Allah
saja. Tiada antara lamanya tentang adanya itu. Bukankah sudah berada di
tubuh? Sungguh, bersama lainnya selalu ada dengan kau! Tak mungkin
terpisahkan! Kemudian tidak pernah memberitahunakan darimana asalnya
dulu. Yang menyatu dalam gerak perputaran bawana. Bukankah berita
sebenarnya sudah ada padamu? Cara mendengarnya adalah denga ruh sejati,
tidak menggunakan telinga. Cara melatihnya, juga tanpa dengan mata.
Adpun telingannya, matanya yang diberikan oleh allah. Ada padamu itu.
Secara batinnya ada pada sukma itu sendiri. Memang demikianlah
penerapannya. Ibarat seperti batang pohon yang dibakar, pasti ada asap
apinya, menyatu dengan batang pohonnya. Ibarat air dengan alunnya.
Seperti minyak dengan susu, tubuhnya dikuasai gerak dan kata hati.
Demikian pun dengan Hyang Sukma, sekiranya kita mengetahui wajah hamba
Tuhan dan sukma yang kita kehendaki ada, diberitahu akan tempatnya
seperti wayang ragamu itu. Karena datanglah segala gerak wayang.
Sedangkan panggungnya jagd. Bentuk wayang adalah sebagai bentuk badan
atau raga. Bergerak bila digerakkan. Segala-galanya tanpa kelihatan
jelas, perbuatan dengan ucapan. Yang berhak menentukan semuanya, tidak
tampak wajahnya. Kehendak justru tanpa wujud dalam bentuknya. Karena
sudah ada pada dirimu. Permisalan yang jelas ketika berhias.
Yang berkaca itu Hyang Sukma, adapun
bayangan dalam kaca itu ialah dia yang bernama manusia sesungguhnya,
terbentuk di dalam kaca. Lebih besar lagi pengetahuan tentang kematian
ini dibandingkan dengan kesirnaan jagad raya, karena lebih lembutseperti
lembunya air. Bukankah lebih lembut kematian manusia ini? Artinya
lembut kesirnaan manusia? Artinya lebih dari, karena menentukan
segalanya. Sekali lagi artinya lembut ialah sangat kecilnya. Dapat
mengenai yang kasar dan yang kecil. Mencakup semua yang merangkak,
melata tiada bedanya, benar-benar serba lebih. Lebih pula dalam menerima
perintah dan tidak boleh mengandalkan pada ajaran dan pengetahuan.
Karena itu bersungguh-sungguhlah menguasainya. Pahamilah liku-liku solah
tingkah kehidupan manusia! Ajaran itu sebagai ibarat benih sedangkan
yang diajari ibarat lahan.
Misal kacang dan kedelai. Yang disebar
di atas batu. Kalau batunya tanpa tanah pada saat kehujanan dan
kepanasan, pasti tidak tidak akan tumbuh. Tapi bila kau bijaksana,
melihatmu musnahkanlah pada matamu! Jadikanlah penglihatanmu sukma dan
rasa. Demikian pula wujudmu, suaramu. Serahkan kembali kepada yang
Empunya suara! Justru kau hanya mengakui saja sebagai pemiliknya.
Sebenarnya hanya mengatasnamai saja. Maka dari itu kau jangan memiliki
kebiasaan yang menyimpang, kecuali hanya kepada Hyang Agung. Dengan
demikian kau Hangraga Sukma. Yaitu kata hatimu sudah bulat menyatu
dengan kawula Gusti. Bicarakanlah manurut pendapatmu! Bila pendapatmu
benar-benar meyakinkan, bila masih merasakan sakit dan was-was, berarti
kejangkitan bimbang yang sebenarnya. Bila sudah menyatu dalam satu
wujud. Apa kata hatimu dan apa yang kau rasakan. Apa yang kau pikir
terwujud ada. Yang kau cita-citakan tercapai. Berarti sudah benar
untukmu. Sebagai upah atas kesanggupanmu sebagai khalifah di dunia. Bila
sudah memahami dan menguasai amalan dan ilmu ini, hendaknya semakin
cermat dan teliti atas berbagai masalah.
Masalah itu satu tempat dengan
pengaruhnya. Sebagai ibaratnya sekejap pun tak boleh lupa. Lahiriah kau
landasilah dengan pengetahuan empat hal. Semuanya tanggapilah secara
sama. Sedangkan kelimanya adalah dapat tersimpan dengan baik, berguna
dimana saja! Artinya mati di dalam hidup. Atau sama dengan hidup di
dalam mati. Ialah hidup abadi. Yang mati itu nafsunya. Lahiriah badan
yang menjalani mati. Tertimpa pada jasad yang sebenarnya. Kenyataannya
satu wujud. Raga sukma, sukma muksa. Jelasnya mengalami kematian! Syekh
Malaya, terimalah hal ini sebagai ajaranku dengan senang hatimu! Anugrah
berupa wahyu akan datang kepadamu. Seperti bulan yang diterangi cahaya
temaram. Bukankah turnya wahyu meninggalkan kotoran? Bersih bening,
hilang kotorannya”.
Kemudian Kanjeng Nabi Khidir berkata
dengan lembut dan tersenyum. “Tak ada yang dituju, semua sudah tercakup
haknya. Tidak ada yang diharapkan dengan keprawiraan, kesaktian semuanya
sudah berlalu. Toh semuanya itu alat peperangan”. Habislah sudah
wejangan Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya merasa sungkan sekali di
dalam hati. Mawas diri ke dalam dirinya sendiri. Kehendak hati rasanya
sudah mendapat petunjuk yang cukup. Rasa batinya menjelajah jagad raya
tanpa sayap. Keseluruh jagad raya, jasadnya sudah terkendali. Menguasai
hakekat semua ilmu. Misalnya bunga yang masih lam kuncup, sekarang sudah
mekar berkembang dan baunya semerbak mewangi. Karena sudah mendapat san
Pancaretna, kemudian Sunan Kalijaga disuruh kelura dari raga Kanjeng
Nabi Khidir kembali ke alamnya semula”.
Lalu Kanjeng Nabi Khidir berkata, “He,
Malaya. Kau sudah diterima Hyang Sukma. Berhasil menyebarkan aroma
Kasturi yang sebenarnya. Dan rasa yang memanaskan hatimu pun lenyap.
Sudah menjelajahi seluruh permukaan bumi. Artinya godaan hati ialah rasa
qonaah yang semakin dimantapkan. Ibarat memakai pakaian sutra yang
indah. Selalu mawas diri. Semua tingkah laku yang halus. Diserapkan
kedalam jiwa, dirawat seperti emas. Dihiasi dengan keselamatan, dan
dipajang seperti permata, agar mengetahui akan kemauan berbagai tingkah
laku manusia. Perhaluslah budi pekermu atau akhlak ini! Warna hati kita
yang sedang mekar baik, sering dinamakan Kasturi Jati. Sebagai pertanda
bahwa kita tidak mudah goyah, terhadap gerak-gerik, sikap hati yang
ingin menggapai sesuatu tanpa ilmu, ingin mendalami tentang ruh itu
justru keliru. Lagi pula secara penataan, kita itu ibaratnya busana yang
dipakai sebagai kerudung. Sedangkan yang ikat kepala sebagai sarungmu.
Kemudian terlibat ingatan ketika dulu. Ibarat mendalami mati ketika
berada di dalam rongga ragaku.
Tampak oleh Sunan Kalijaga cahaya. Yang
warnanya merah dan kuning itu, sebagai hambatan yang menghadang agar
gagal usaha atauu ikhtiar atau cita-citanya. Dan yang putih di tengah
itulah yang sebenarnya harus diikuti. Kelimanya harus tetap diwaspadai.
Kuasailah seketika jangan sampai lupa! Bisa dipercaya sifatnya. Berkat
kesediaanku berbuat sebagai penyekat. Untuk alat pembebas sifat
berbangga diri. Yang selalu didambakan siang dan malam. Bukankah aku
banyak sekali melekat atau mengetahui caranya pemuka agama yang ternyata
salah dalam penafsiran. Dan penyampaian keterangannya? Anggapannya
sudah benar. Tak tahunya malah mematikan pengertian yang benar.
Akibatnya terperosok dalam penerapannya. Ada pemuka agama yang ibaratnya
menjadi murung. Ia hanya sekedar mencari tempat bertengger saja. Yaitu
pada batang kayu yang baik rimbun, lebat buahnya, kuat batangnya. Untuk
kemuliaan hidup baru. Ada orang yang berkedudukan, ada yang ikut orang
kaya. Akhirnya di masyarakatkan. Ibaratnya seperti sekedar memperoleh
kemuliaan sepele. Jadinya tersesat-sesat. Ada pula yang justru memiliki
jalan terpaksa.
Menumpuk kekayaan harta dan istri
banyak. Ada pula yang memilih jalan menguasai putranya. Putra yang bakal
menguasai hak asasi orang per orang. Semuanya ingin mendapatkan yang
serba lebih di dalam memiliki jalan mereka. Kalau demikian halnya,
menurut pendapatku, belumlah mereka disebut pemuka agama yang berserah
diri sepenuhnya kepada Allah, tapi masih berkeinginan pribadi atau
berambisi. Agar semua itu menjunjung harkat dan martabat. Tatanan yang
tidak pasti, belum bisa disebut manusia utama. Yang demikian itu menurut
anggapannya dan perasaannya mendapatkan kebahagiaan, kekayaan dan
mengerti hak yang benar. Bila kemudian tertimpa kedudukan, terlanjur
terbiasa. Memilih jalan sembarang tempat, tanpa mengahasilkan jerih
payahnya dan tanpa hasil. Dalam arti mengalami kegagalan total.
Setidak-tidaknya menimbulkan kecurigaan. Apa kebiasaan ketika hidup
didunia. Ketika menghadapi datangnya maut, disitulah biasanya tidak kuat
menerima ajal. Merasa berat meninggalkan kehidupan dunia yang
tersangkal lagi. Pokoknya masih lekat sekali pada kehidupan duniawi.
Begitulah beratnya amencari kemuliaan. Tidak boleh lagi merasa terlekat
kepada anak-istri. Pada saat-saat menghadap ajatnya. Bila salah menjawab
pertanyaannya bumi, lebih baik jangan jadi manusia! Kalau matinya tanpa
pertanggungjawaban. Bila kau sudah merasa hatimu benar. Akan hidup
abadi tanpa hisab. Akibatnya, tubuh bumi itu keterdiamannya tidak
membantu. Kesepiannya tidak mencair. Tidak mempedulikan pembicaraan
orang lain yang ditujukan kepadanya. Yaitu bagaimana hilang dan mati
bersama raganya ialah diidamkannya. Sehingga mempertinggi semedinya,
untuk mengejar keberhasilan. Tapi sayang tanpa petunjuk Allah, apalagi
hanya semedi semata. Tidak disertai dukungan ilmu.
Bersambung……….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar