(Dalam
pupuh-pupuh sebelumnya dikisahkan bahwa ketilka menginjak usia remaja,
pemuda Syarif Hidayatullah ditinggal oleh ayahandanya, dan dia pun
dipersiapkan untuk menjadi raja Banisrail. Namun pada suatu hari di
Gedung Agung dia menemukan sebuah kitab yang ditulis dengan tinta emas,
sebuah kitab yang bernama “Kitab Usul Kalam”. Kitab ini memperinci
hakekat Nabi Muhammad dan menjelaskan mengenai Allah Yang Maha Suci.
Setelah membaca buku ini Syarif Hidayatullah menjadi risau hatinya,
timbul keinginannya untuk bertemu dengan Rasulallah. Maka dia pun segera
menjumpai ibundanya untuk mohon izin akan pergi mencari Nabi Muhammad
S.A.W.
Tidak
seorangpun yang dapat menahan keinginannya, akhirnya pemuda Syarif
melakukan perjalanannya untuk mencari Rasulallah. Setelah melalui
berbagai rintangan dan pertemuannya dengan naga guwing, mengunjungi
makam Nabi Sulaiman di pulau Majeti dan kemudian berjumpa dan diberi
wejangan oleh Nabi Khidir.
Setelah
selesai memberikan wejangannya, kemudian Nabi Khidir cepat menaiki
kudanya, dan bersiap hendak mencambuk kudanya untuk meninggalkan pemuda
Syarif. Akan tetapi tanpa bisa dicegah pemuda Syarif melompat di
belakangnya dan minta untuk diajak pergi. Kuda Sembrani itu lalu terbang
cepat bagaikan kilat, tenggelam dalam ketidak tahuan arah,
utara-barat-timur ataupun selatan, alam menjadi gelap gulita hingga
akhirnya memasuki sebuah tempat yang terang benderang. Mereka tiba di Gunung Mirah Wulung, dari mana terlihat Surga Agung).
SYARIF HIDAYATULLAH BERTEMU DENGAN NABI MUHAMMAD S.A.W.
(pupuh V.13 - V.22)
Setelah
pemuda Syarif turun dari Kuda Sembrani itu, Nabi Khidir berkata,
"Engkau tunggulah disini dengan sabar, nanti akan ada yang datang
kepadamu, nanti akan kau lihat sendiri". Setelah berkata demikian lalu
Nabi Khidir menghilang tak terlihat lagi. Begitulah pemuda Syarif
ditinggal termanggu-manggu seorang diri menunggu kedatangnya seorang
yang agung. Tak terdengar kedatangannya, seekor burung putih keluar dari
puncak gunung mendatangi pemuda Syarif dan kemudian membawanya naik ke
puncak gunung itu. Pemuda Syarif dibawa ke Mesjid Kumala. Tanpa
diketahui kedatangannya kemudian terlihat Rasulallah, cahayanya
menyilaukan memancar menerangi alam sekitarnya. Syarif Hidayat lalu
menghambur untuk bersujud di hadapan Nabi, akan tetapi bahunya segera
diangkat oleh Rasul dan sabdanya, "Nanti kamu kafir kalau kamu menyembah
kepada sesama manusia, sebab sejak awalnya sujud itu hanya kepada
Allah". Pemuda Syarif kemudian berkata, "Hamba mohon syafaat, baiyat
kepada sejatinya, semoga selamat dunia sampai akhirat". Rasul berkata:
"He
wong anom, iku sira pinangka dadi gegentine raganing wong. Den eling
sira mangko, ing sasamining agesang. Urip iku ora beda, ora kena ya ing
lampus sukmanira anom iku Allah. Aja sengge dingin kari, anging tunggal
tan kalinya, iku sira ing anane. Ciptanen roro ning tunggal. Nanging
dhohir kudu nganggoa ing warana iku besuk, ngramehaken ingkang praja.
Nuduhaken kaula gusti, poma-poma den sangkriba iku ing wicarane.
Nyampurnakaken ing amal, syareat ingkang utama, ngabekti ing bapa ibu,
ngunjunga ing Ka'batullah. Ulatana guru kang mursyid, aja ngilangaken
adat dunya".
(Hai
anak muda, yang akan menjadi pengganti diriku. Ingatlah kamu selalu
kepada sesama hidup. Karena hidup itu tidak berbeda, tidak bisa dibunuh
karena sukmanya itu Allah. Jangan sampai nanti terlambat, hanya ada satu
tak ada duanya, yaitu itulah engkau adanya. Namun lahir harus memakai
tirai, untuk meramaikan negara. Berikan petunjuk kepada hamba Allah,
berhati-hatilah dalam tutur kata. Sempurnakan amal syareat yang utama,
dengan berbakti pada ayah bunda, dan kunjungilah Ka'bah Allah. Carilah
guru yang saleh dan janganlah meninggalkan adat dunia, hanya itulah
nasihatku). Maka selesai sudah baiyatnya Rasulallah. Syarif Hidayat pun
bersyukur karena tercapai sudah keinginannya yang satu, yaitu berjumpa
dengan Nabi Muhammad S.A.W.
diposkan oleh Amman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar