Sabtu, 03 Desember 2011

NASKAH MERTASINGA – PERDEBATAN DENGAN SYEKH LEMABANG ( III )

SYEKH LEMABANG DIJATUHI HUKUMAN 
(pupuh XXXIII.04 - XXXIII.26)           
Dikisahkan kemudian pada bulan Syawal, hari Senin tanggal sembilan, para Wali semua berkumpul di Mesjid Pakungwati. Para Wali melanjutkan pembicaraan mengenai hukuman yang akan dijatuhkan kepada Syekh Lemabang. Berkata Sunan Kudus kepada Ki Badiman, "He engkau Badiman, pergilah cepat kehadapan Syekh Lemabang dan persilahkan beliau datang dengan segera ke Mesjid Pakungwati". Ki Badiman menerima perintah itu dan dia pun segera hilang dari pandangan.
Tidak dikisahkan perjalanannya, Ki Badiman telah tiba di hadapan Syekh Junti, dan Ki Badiman menyampaikan pesan Sunan Kudus, "Kanjeng Tuan Syekh Lemabang, tuan dipersilahkan datang ke Grage". Akan tetapi undangan tersebut dijawab oleh Syekh Lemabang, "Disini tidak ada Syekh Lemabang, yang ada disini adalah Allah". Maka dengan tangan hampa sang utusan itupun segera mohon diri. Setibanya di Grage Ki Badiman segera menyampaikan laporannya kepada Sunan Kudus, "Palamarta Kanjeng Wali, hamba telah diutus memanggil Syekh Lemabang, namun hamba memperoleh jawaban bahwa Syekh Lemabang tidak ada dan yang ada adalah Allah".
Mendengar laporan demikian Sunan Kudus tak dapat menahan dirinya, dia
melompat bangun dan dengan amarah mencabut pedangnya hendak memotong kepala sang utusan. Syekh Magribi dengan tergopoh-gopoh memukul pedang tersebut hingga terpelanting dan Pangeran Kejaksan kemudian datang menenangkan hati Sunan Kudus. Setelah tenang hatinya berkata Syekh Magribi, "He Badiman, bilamana demikian jawabnya, pergilah kembali dan katakan kepada Syekh Lemabang bahwa yang namanya Gusti Allah itu diminta datang kemari dengan cepat, bawalah dia bersamamu".
Demikianlah Ki Badiman pergi lagi dan dikisahkan telah tiba di hadapan Syekh Lemabang. Kemudian kepada Syekh Lemabang, Ki Badiman berkata dengan penuh hormat, "Gusti Allah dipersilahkan datang ke mesjid di Grage". Kali ini mendengar undangan tersebut Syekh Lemabang menjawab, "Yang ada disini adalah Syekh Lemabang". Mendengar itu Ki Badiman pun mohon pamit lagi, dan dia menjadi sangat bingung dalam hatinya. Setibanya di Mesjid Pakungwati, lalu segera menyampaikan jawaban yang didengarnya. "Mohon ampun hamba, hamba telah gagal mengemban perintah tuan. Hamba telah menerima jawaban bahwa sekarang yang bernama Allah itu tidak ada, karena Syekh Lemabang lah yang ada".
Mendengar itu Sunan Kudus sudah tak dapat menahan amarahnya lagi, dia melempar muka Ki Badiman dengan sarungnya. Melihat demikian Sunan Kalijaga tertawa dan kemudian berkata, "Sunan Kudus, mengapa jadi begitu. Melampiaskan amarah kepada panakawan. Kelak tuan akan menerima ajal dari tangan seorang panakawan yang bernama Tanda Jupu". Mendengar hal itu Sunan Kudus tertunduk kepalanya dengan penuh penyesalan. Sunan Giri juga berkata, "Panakawan itu tahu apa".
Begitulah kemudian Sunan Bonang berkata, "He Badiman cepatlah kamu kembali lagi dan katakanlah kepadanya bahwa keduanya dipersilahkan datang". Ki Badiman pun kembali lagi ketempat Syekh Lemabang dan cepatnya ceritera dia sudah tiba di hadapan Syekh Lemabang dan berkata, "Syekh Lemabang beserta Allah keduanya dipersilahkan datang ke Mesjid Agung Grage". Akhirnya Ki Badiman berhasil dan kemudian keduanya pun pergi menuju Grage.
Dikisahkan keduanya telah tiba, dan setelah bertukar salam hormat kepada para wali yang hadir, Syekh Lemabang kemudian duduk. Kemudian Pangeran Kejaksan berkata, "Tuan seperti yang telah disampaikan sebelumnya, tuan akan menerima hukuman". Syekh Lemabang menjawab, "Silahkan hamba dihukum". Maka Syekh Lemabang pun segera diikat. Akan tetapi tali temali itu tak dapat mengikatnya dan terlepas dengan sendirinya dari tubuhnya. Pangeran Majagung kemudian berkata, "Apakah Syekh Junti ini belut, badannya licin tidak bisa diikat. Tidak begitu sifat orang yang luhur". Maka akhirnya tali temali itu dapat mengikat badannya, Syekh Lemabang dibawa keluar dan diikat di bawah pohon Tanjung. Segera Sinuhun Purba menyerahkan kerisnya yang bernama Sangyang Naga kepada Sunan Kudus yang menerimanya untuk melaksanakan hukuman itu.
Keris Sangyang Naga ditusukan ke dada Syekh Lemabang, akan tetapi bagaikan beradu dengan besi landasan, keris itu tak mampu menembus kulitnya, bahkan bagaikan beradunya besi, api memercik dari tubuhnya. Pangeran Makdum kemudian menegur, "Apakah badanmu itu batu ataukah besi ditusuk sampai keluar api. Seharusnya tidaklah demikian orang yang mengaku namanya Allah itu". Setelah dikatakan demikian, maka kerispun kemudian mampu menembus dadanya hingga tembus ke belikat kirinya. Kemudian dari tubuh Syekh Lemabang mengalir darah berwarna putih. Melihat itu Syekh Benthong menegurnya dari kejauhan, "Apakah itu cacing yang darahnya berwarna putih, tidaklah demikian orang yang mengaku dirinya Allah". Maka kemudian mengalirlah darah berwarna merah dari tubuhnya. 
Sejenak terdengar Syekh Lemabang mengerang, "Al Haq, Al Haq". Berkata Sunan Giri, "Yang begitu itu adalah orang kapir, akan tetapi kematiannya sempurna. Entah bagaimana batinnya kelak, akan tetapi telah sempurna dhohirnya". Syekh Majagung berkata, "Batinnya sudah nyata terlihat oleh orang banyak yang menyaksikan". Sinuhun Jati berkata, "Akan menjadi sempurna bilamana terlihat wafatnya". Jenazah itu tiba-tiba musnah tak terlihat bentuknya. Sinuhun Jati lalu berkata, "Apakah ini matinya syetan, bisa hilang dan timbul seperti itu, tidak begitu jenazahnya orang yang mulia". Maka jenazah itu pun tampak kembali seperti seharusnya.
Syekh Lemabang sudah meninggal dengan sempurna di hadapan para Wali. Sunan Kudus berkata, "Orang itu jelek cara meninggalnya, bukankah telah sirna hidupnya". Lalu jenazah itupun menghilang  dengan disertai oleh awan gelap yang meliputi langit dan diikuti hujan lebat. Alam jagat menjadi sangat mencekam, bumi terasa berguncang dan rumah-rumah roboh serta gunung terdengar bergemuruh. Demikian juga pepohonan besar bergoyang mengikuti guncangan gempa bumi.
Kemudian terdengar suara yang ditujukan kepada Pangeran Pasarean, "Pangeran, Raden sudah pasti akan menjadi raja yang mulia, serta tak ada yang berani kepada raja Pakungwati. Memerintahlah dengan tulus mukti serta berwibawa. Tetapi kelak di kemudian hari, anak cucumu berhati-hatilah, janganlah berbuat sewenang-wenang. Akan datang kerbau putih bermata kucing, dari ujung barat datangnya. Saat itu anak cucu kelak tidak ada yang memerintah, dan akan menderita dibawah perintah, serta menjadi jajahan dan budak dari raja yang datang dari orang kebanyakan". Setelah selesai pesan itu, keadaan pun menjadi tenang kembali. Sinuhun Jati sangat berbahagia dan mengucapkan syukur kepada Yang Maha Esa.
Sesudah demikian lalu Sunan Bonang berkata, "Kepada anakku Pangeran Pasarean, anakku seyogyanya mencamkan apa yang telah dikatakan tadi mengenai anak keturunanmu. Karena yang namanya wali itu tidak akan mengulangi kata-katanya". Yang diajak bicara menjawab, "Hamba hanya mohon berkah Kanjeng rama mudah-mudahan anak cucu kelak tidaklah demikian halnya".
 
Hasil alih aksara dan alih bahasa dari naskah-naskah lama mengenai Babad Cirebon dan Pajajaran post by Amman
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar