PERNIKAHAN CUCU SUNAN GUNUNG JATI
(pupuh LVI.04 - LVI.13)
Dikisahkan
Sinuhun Gunung Jati ingin mempertemukan cucu lelaki yang dari anak
lelakinya dengan cucu perempuan dari anak perempuannya. Yang laki-laki
yaitu Pangeran Carbon anaknya Pangeran Pasarean, sedangkan cucu
perempuannya yaitu Ratu Wanawati anaknya Tubagus Pase. Walaupun keduanya
belum dewasa akan tetapi atas permintaan Sinuhun keduanya segera
dinikahkan.
Pada
waktu itu yang menjadi saksi ialah Sunan Kalijaga dan Pangeran Makdum.
Tubagus berkata, "Telah kuterima hukumnya Allah, aku nikahkan anakku
yang bernama Ratu Wanawati yang masih gadis ini, untuk dipertemukan
dengan cucu lelaki ayahanda yang bernama Pangeran Carbon. Dengan
mas-kawinnya mempunyai anak yang kelak akan mati syahid". Sunan Gunung
Jati segera mengabulkan pernikahan itu, "Aku sudah terima nikahnya cucu
perempuan yang lahir dari anak perempuanku dengan cucu lelaki yang lahir
dari anak lelakiku dengan mas kawinnya anak lelaki yang bersedia
menjadi anak yatim".
Sinuhun
lalu membaca doa yang diamini oleh semuanya. Yang hadir pada waktu itu
ialah Raja Lahut, Ratu Winahon, serta dari Pajajaran datang sang uwak
Rangga Pakuan [Pangeran Cakrabuana]. Kedua pengantin ini terlihat lucu
sekali karena umurnya yang lelaki baru akan berusia lima tahun sedangkan
yang perempuan baru akan berusia tiga tahun. Begitulah upacaranya
diadakan di Mesjid Agung Carbon. Pada waktu itu yang menjadi imam di
Mesjid Agung bergantian, Sinuhun Gunung Jati dan Sunan Kalijaga.
Pangeran Makdum waktu itu masih menjadi Juru komat. Syekh Datuk Khapi
yang azan, sedangkan yang menjadi waman ah'sanunyaitu
Modin Jati, Sunan Panggung, Buyut Panjunan, Lebe Juriman dan Pangeran
Janapuri, sedangkan orang yang ketujuh itu dipilih dari salah seorang
santri.
PEMERINTAHAN CARBON SETELAH WAFATNYA SINUHUN GUNUNG JATI
(pupuh LVIII.06 - LVIII.08)
Sekarang
di Dalem Agung dan juga di Gunung Sembung tinggal Sunan Kalijaga
sendirian yang memimpin. Tubagus Pase setiap Jumat menjadi imam dan
merangkap sebagai wakil utama dari raja, sebab cucu Sinuhun, Pangeran
Carbon, masih belum dewasa. Saat itu Pangeran Carbon baru berumur enam
tahun, dan yang menjadi wakil raja ialah Pangeran Makdum dan Tubagus
Pase karena Sunan Kalijaga sudah tidak bersedia lagi. Di Masjid
Pakungwati waktu itu yang melakukan komat ialah Syekh Datuk Khapi,
karena Modin Jati sudah tidak mampu lagi. Sedangkan yang melakukan waman ah'sanun digantikan oleh Ki Syekh Badiman, dan sorog wedi-nya (pemegang kunci) masih sama seperti dahulu pada jamannya Sinuhun Jati.
[Waman
ah’sanun, ungkapan bahasa Arab yang berarti “orang-orang yang terbaik”.
Azan di Mesjid Agung Carbon dilakukan oleh 7 orang, waman ah’sanun ini
adalah penyeru azan ke-2 hingga yang ke tujuhnya].
PANGERAN AGUNG DINOBATKAN BERGELAR PANEMBAHAN RATU
(pupuh LXII.08 - LXII.13)
Kemudian
dikisahkan, Sunan Kalijaga, Tubagus Pase, bersama Pangeran Agung
kembali ke Kraton Pakungwati. Setelah sampai di Kraton lalu dirundingkan
mengenai penobatan Raja Pakungwati. Maka kemudian Pangeran Agung
dinobatkan menjadi penguasa di Carbon bergelar Panembahan Ratu. Dengan
demikian sepeninggal Sinuhun Aulia baru sekarang kekuasaan di Carbon
dipegang lagi oleh cucunya Panembahan Ratu dan Tubagus Pase diangkat
menjadi wakil raja.
Pada
suatu ketika Sunan Kalijaga ingin menengok buyutnya Sinuhun Jati, yang
berada di Gebang yang bernama Pangeran Prawirasuta. Dari Gebang Sunan
Kalijaga pergi ke Losari untuk menengok cucu lainnya yang diangkat anak
oleh Dalem Tumenggung, bernama Pangeran Wirya, yang dinobatkan dengan
gelar Panembahan sebagai penguasa di Losari. Diceritakan Sunan Kalijaga
dari Gebang dan Losari kembali pulang, tidak diceritakan perjalanannya
wali telah tiba kembali di Pakungwati.
Catatan:
Panembahan
Ratu memerintah dari tahun 1568 s/d tahun 1649, sebelumnya dari tahun
1552 s/d 1568 (setelah wafatnya Pangeran Pasarean) Kesultanan Carbon
kosong dan diwakili oleh Tubagus Pase menunggu Pangeran Agung/Panembahan
Ratu dewasa. Dari perkawinan Panembahan Ratu dengan Ratu Mas Pajang,
anak Jaka Tingkir, Sunan Pajang, menurunkan Pangeran Dipati Carbon
II/Pangeran Sedang Gayam, yang kemudian menurunkan Pangeran Girilaya
yang menurunkan Pangeran Sepuh dan selanjutnya. Setelah bab diatas,
naskah ini tidak lagi menceriterakan lagi mengenai Tubagus Pase, namun
sumber lain menyebutkan bahwa beliau wafat pada tahun 1570 dan
dimakamkan di Gunung Sembung, Cirebon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar