Populasi Muslim di Indonesia adalah yang terbanyak di Dunia. Dengan
populasi sekitar 182,570,000 orang muslim, Indonesia mengalahkan
populasi muslim di Pakistan dan India. Masjid Nasional Indonesia
"Istiqlal" di Jakarta, juga merupakan masjid ke-3 dari masjid-masjid dunia terbesar di Dunia.
Namun dibalik itu, mayoritas pemeluk Islam di Indonesia adalah abangan.
Pemilu yang telah berlangsung beberapa kali di negeri ini membuktikan
hal tersebut. Partai-partai Islam harus mengakui keunggulan
partai-partai nasionalis dan abangan dalam perolehan suara. Dalam hal
pengetahuan agama tentu muslim Indonesia jauh lebih rendah kwalitasnya
dari pada umat muslim di negara lain. Di India misalnya. Walaupun umat
Islam di sana hanya 16 persen dari 1.210.000.000 total penduduk (sensus
2011), namun banyak ulama-ulama terkenal muncul dari sana.
Ada seorang alumni Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki bercerita bahwa para pelajar dari India di Mekah yang hafal al-kutub as-sittah (enam kitab hadits terkenal). Sedangkan para pelajar dari Indonesia, mau cari yang hafal kitab Al-Bukhari saja kesulitan. Beliau pernah menanyakan masalah ini kepada Gus Dur. Gus Dur langsung saja menjawab dengan sebuah humor. Walaupun jawaban ini humor, tetapi masih bisa dijadikan alasan tepat mengapa muslim Indonesia, terutama jawa yang menjadi tempat populasi muslim terbesar di dunia, banyak yang abangan. Jawaban Gus Dur adalah: "Dulu saat Jaka Tingkir dari Pajang dan Arya Penangsang dari Demak bertarung, yang menang adalah Jaka Tingkir".
Nah!, seperti yang disebutkan di atas, jawaban ini terkesan humor, namun tepat. Arya Penangsang adalah murid Sunan Giri, salah satu Wali Songo yang alim dalam fikh,
keras dalam syariah. Sedangkan Jaka Tingkir adalah murid Sunan Kalijaga
adalah seorang wali yang tidak begitu alim, tapi dalam hal riyadloh dan
tirakat, beliaulah jagonya. Kita tahu bagaimana Sunan Kalijaga bertapa
di pinggir sungai sampai badannya dijalari belukar dan dijadikan sarang
burung. Ini adalah laku tirakat yang tidak pernah disamai oleh Wali
Sanga yang lain.
Maka kemenangan Jaka Tingkir itu adalah simbol keadaan ulama jawa. Jika kita melihat para kebanyakan pengasuh pesantren, atau kyai-kyai di Jawa, rata-rata mereka tidak begitu alim dalam fikih, tidak terlalu banyak hafal hadits,
apalagi masalah nahwu dan sharf. Walaupun begitu, mereka adalah ulama
yang disegani dan dihormati oleh masyarakat. Dalam dakwah mereka
mengandalkan kedigjayaan dari pada kealiman. Misalnya di sebuah daerah
ada dua orang kyai. Yang satu alim dalam fikh, mahir dalam baca kitab.
Satunya lagi tidak alim fikh, bahkan tidak bisa baca kitab, tapi dia
pintar nyuwuk (sakti). Kyai manakah yang akan lebih cepat mengambil hati masyarakat? Tentu kyai yang kedua. Inilah fenomena Islam Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar