Membayar tiket masuk seharga Rp 2.000
mungkin bukan hal yang memberatkan untuk memasuki sebuah kawasan wisata.
Tetapi jika harus menaiki 250 anak tangga yang cukup menanjak terlebih
dahulu untuk bisa menikmati kawasan itu baru terasa berat bagi sebagian
orang.
Adalah Makam Tembayat, makam dari Sunan
Bayat yang terletak di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten,
yang terletak di atas perbukitan Gunung Jabalkat. Lokasi makam yang
berada di ketinggian 860 meter dpl ini dapat dicapai dengan terlebih
dahulu menaiki 250 anak tangga.
Sunan Bayat adalah seorang tokoh religius
penyebar agama Islam di kawasan Jawa Tengah pada abad 16. Sunan Bayat
berjuang menyebarkan agama Islam pada waktu yang sama dengan Wali Sanga.
Dan karena kebesaran nama dan pengaruhnya, Sunan Bayat bahkan dianggap
sebagai Wali yang kesepuluh dari Wali Sanga.
Sunan Bayat yang memiliki banyak nama dan
sebutan adalah murid dari Sunan Kalijaga. Setelah mendapatkan
pencerahan dan menyebarkan agama Islam dari kawasan Bayat, sosoknya
mendapatkan julukan Sunan Bayat. Namun ada juga yang menamainya sebagai
Sunan Tembayat, Sunan Padang Aran, Sunan Pandanaran, atau Ki Ageng
Pandanaran.
Kompleks pemakaman Sunan Bayat dibangun
pada tahun 1620 M oleh raja besar Mataram, Sultan Agung. Sebelum
dijadikan kompleks pemakaman oleh Sultan Agung, makam Sunan Bayat
diperkirakan sudah dibangun sejak tahun 1526 M, seperti yang tertera
pada Gapura Segara Muncar (1448 Saka) yang terdapat di bawah bukit dan
berfungsi sebagai pintu gerbang pertama pemakaman.
Kompleks pemakaman yang pernah dianggap
sebagai salah satu kompleks pemakaman termegah di era Kerajaan Mataram
ini memiliki bagian-bagian yang menunjukan budaya peralihan dari Hindu
ke Islam. Hal itu dapat dilihat dari keberadaan gapura-gapura Hindu di
dalam kompleks pemakaman. Namun yang membuat gapura ini berbeda adalah
tidak adanya ornamen binatang seperti yang biasa ada dalam gapura Hindu.
Dan memang masa perjuangan Sunan Bayat
dalam menyebarkan agama Islam adalah pada masa transisi kekuasaan dan
kebudayaan dari kerajaan Hindu Buddha Majapahit ke kerajaan Islam
Mataram.
Sunan Bayat yang dipercaya sebagai
seorang Bupati Semarang sebelum dirinya menjadi seorang pemimpin agama
adalah tokoh utama dalam kompleks pemakaman Tembayat. Kompleks pemakaman
yang berada di Gunung Cokro Kembang (bagian dari perbukitan Gunung
Jabalkat) terbagi dalam beberapa bagian penting sebelum peziarah
mencapai makam Sunan Bayat yang berada pada bagian paling atas.
Dimulai dari pintu gerbang pertama adalah
Gapura Segara Muncar, lalu Gapura Dhuda, dan pintu ketiga yaitu Gapura
Pangrantungan. Gapura Pangrantungan berada di “garis finis” dari 250
anak tangga menuju makam. Di kompleks gapura ini terdapat Bangsal
Nglebet (untuk tamu wanita) dan Bangsal Jawi (untuk pria) sebagai lokasi
beristirahat dan menghela nafas setelah lelah menapaki anak tangga.
Di bangsal ini pula, pengunjung wajib
mendaftarkan diri sebelum masuk ke area pemakaman. Pengunjung kembali
harus mengeluarkan “uang donasi” di bangsal ini untuk biaya tiket. Dari
bangsal ini pengunjung kemudian mengarah ke kompleks pemakaman sahabat
Sunan dan kembali akan menemukan Gapura Panemut yang juga memiliki gaya
bangunan Hindu.
Masuk lebih dalam lagi kita akan melewati
Gapura Pamuncar, Gapura Balekencur, dan Gapura Prabayeksa, gapura
terakhir sebelum memasuki makam Sunan. Dari gapura terakhir tadi
pengunjung akan bertemu dengan seorang juru doa yang duduk di depan
sebuah perapian yang terletak di bawah Regol Sinaga.
Juru doa ini adalah seseorang yang dapat dimintai bantuan untuk
memintakan izin dan mendoakan peziarah yang datang mengunjungi makam
Sunan Bayat. Di kanan dan kiri Regol Sinaga yang berpintu tiga diletakan
masing-masing sebuah gentong yang diberi nama Gentong Sinaga, yang
dipercaya sebagai padasan atau tempat air wudhu Sunan Bayat.
Beberapa peziarah yang datang atau
meninggalkan makam Sunan selalu menyempatkan diri untuk meminum air dari
dalam gentong atau menyimpan sedikit dalam botol untuk dibawa pulang.
Dari Regol Sinaga pengunjung dapat langsung masuk ke dalam bangunan
utama yang terdapat di puncak bukit ini.
Di dalam bangunan inilah Sunan Bayat
dimakamkan. Makam Sunan Bayat terdapat di tengah bangunan tersembunyi
dalam bilik kayu berbentuk persegi mirip seperti Ka’bah di Mekah. Banyak
peziarah yang masuk, akan mengantri di samping makam untuk dapat
mendekati makam Sunan. Beberapa dari mereka juga terlihat sibuk menyalin
teks Jawa yang tertulis pada sebuah batu yang diletakan di samping
makam.
Di samping makam Sunan Bayat terdapat dua
makam istri Sunan Bayat yaitu Nyi Ageng Kali Wungu dan Nyi Ageng
Krakitan. Sementara (bagian dalam) di depan pintu masuk bangunan utama
terdapat beberapa makam sahabat-sahabat Sunan Bayat.
Dari dalam makam Sunan Bayat pengunjung
kemudian dapat mengunjungi dua makam sahabat Sunan yang berada di bagian
luar bangunan utama. Dua makam itu adalah makam Dampu Awang dan Ki
Pawilangan.
Dampu Awang dipercaya sebagai seorang
pedagang dari Semarang dan dia adalah seorang keturunan Tionghoa. Makam
Dampu Awang tampak berbeda dengan makam lainnya karena ukuran panjang
yang tidak biasa. Ukuran makam Dampu Awang tampak sangat panjang
daripada makam-makam lain yang ada didekatnya termasuk milik Ki
Pawilangan.
Sebuah tradisi unik sering dilakukan oleh
para peziarah saat mengunjungi makam Dampu Awang dan Ki Pawilangan.
Tersebar cerita kuno bahwa bagi siapa yang berhasil menyentuh dua batu
nisan (masing-masing di bagian ujung) makam Dampu Awang dengan
membentangkan tangannya, maka keinginannya akan terkabul. Dan bagi
kerabat yang pertama menyentuh orang yang berhasil tadi juga akan
mendapatkan sebagian dari berkahnya.
Sedangkan cerita kuno pada makam Ki
Pawilangan adalah bagi siapa yang menghitung jumlah batu hias pada makam
sebanyak tiga putaran dengan jumlah berbeda dan membesar. Maka dia akan
mendapatkan berkah. Sementara jika hasil perhitungan selama tiga kali
menghasilkan jumlah menurun maka dia akan mendapatkan kebalikannya.
Kebanyakan pengunjung yang datang ke
kompleks pemakaman Sunan Bayat adalah para peziarah yang datang dari
Jawa Tengah terutama Semarang. Hal ini bisa jadi karena latar belakang
asal-usul Sunan yang datang dari Semarang sebelum menjalani hidup
religius di bawah bimbingan Sunan Kalijaga.
Selain makam Sunan Bayat, pengunjung juga
dapat mengunjungi Masjid Golo, dengan bedugnya, yang dibangun oleh
Sunan Bayat. Ada juga makam Syeh Domba di Gunung Cakaran, pengikut setia
Sunan, yang diceritakan pernah berkepala domba karena merampok istri
Sunan. Atau makam Syeh Kewel di Makam Sentana, pengikut setia Sunan,
yang diceritakan pernah berkepala Ular karena juga turut merampok istri
Sunan.
Dan seperti halnya kawasan sakral lainnya
di Jawa, lokasi ini juga menggelar sebuah acara budaya yang sudah
menjadi tradisi. Upacara Ruwatan atau Jodangan digelar oleh warga di
sana setiap tanggal 27 pada hari Jum’at Kliwon di bulan Ruwah. Upacara
ini adalah upacara peringatan jasa besar Sunan Bayat yang digelar dengan
rangkaian upacara bersih makam, mengganti kain penutup makam,
selamatan, serta pertunjukan Reog.
Untuk dapat mencapai lokasi kompleks
pemakaman Sunan Bayat yang terletak di Kecamatan Bayat, perjalanan
dengan mobil atau motor dapat dipilih. Kurang lebih perjalanan akan
memakan waktu kurang dari satu jam dari kota Solo. Jalur terdekat yang
dapat diambil adalah jalur Wonosari, Juwiring, Pedan, Cawas/Trucuk
kemudian Bayat. Jalur ini lebih cepat ditempuh daripada harus masuk
melalui jalur Klaten kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar