Sabtu, 08 Juni 2013

Kompleks Pemakaman Sunan Bayat di Gunung Jabalkat, Bayat, Klaten, Jawa Tengah

Membayar tiket masuk seharga Rp 2.000 mungkin bukan hal yang memberatkan untuk memasuki sebuah kawasan wisata. Tetapi jika harus menaiki 250 anak tangga yang cukup menanjak terlebih dahulu untuk bisa menikmati kawasan itu baru terasa berat bagi sebagian orang.
Adalah Makam Tembayat, makam dari Sunan Bayat yang terletak di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, yang terletak di atas perbukitan Gunung Jabalkat. Lokasi makam yang berada di ketinggian 860 meter dpl ini dapat dicapai dengan terlebih dahulu menaiki 250 anak tangga.

Sunan Bayat adalah seorang tokoh religius penyebar agama Islam di kawasan Jawa Tengah pada abad 16. Sunan Bayat berjuang menyebarkan agama Islam pada waktu yang sama dengan Wali Sanga. Dan karena kebesaran nama dan pengaruhnya, Sunan Bayat bahkan dianggap sebagai Wali yang kesepuluh dari Wali Sanga.

Sunan Bayat yang memiliki banyak nama dan sebutan adalah murid dari Sunan Kalijaga. Setelah mendapatkan pencerahan dan menyebarkan agama Islam dari kawasan Bayat, sosoknya mendapatkan julukan Sunan Bayat. Namun ada juga yang menamainya sebagai Sunan Tembayat, Sunan Padang Aran, Sunan Pandanaran, atau Ki Ageng Pandanaran.

Kompleks pemakaman Sunan Bayat dibangun pada tahun 1620 M oleh raja besar Mataram, Sultan Agung. Sebelum dijadikan kompleks pemakaman oleh Sultan Agung, makam Sunan Bayat diperkirakan sudah dibangun sejak tahun 1526 M, seperti yang tertera pada Gapura Segara Muncar (1448 Saka) yang terdapat di bawah bukit dan berfungsi sebagai pintu gerbang pertama pemakaman.

Kompleks pemakaman yang pernah dianggap sebagai salah satu kompleks pemakaman termegah di era Kerajaan Mataram ini memiliki bagian-bagian yang menunjukan budaya peralihan dari Hindu ke Islam. Hal itu dapat dilihat dari keberadaan gapura-gapura Hindu di dalam kompleks pemakaman. Namun yang membuat gapura ini berbeda adalah tidak adanya ornamen binatang seperti yang biasa ada dalam gapura Hindu.


Dan memang masa perjuangan Sunan Bayat dalam menyebarkan agama Islam adalah pada masa transisi kekuasaan dan kebudayaan dari kerajaan Hindu Buddha Majapahit ke kerajaan Islam Mataram.
Sunan Bayat yang dipercaya sebagai seorang Bupati Semarang sebelum dirinya menjadi seorang pemimpin agama adalah tokoh utama dalam kompleks pemakaman Tembayat. Kompleks pemakaman yang berada di Gunung Cokro Kembang (bagian dari perbukitan Gunung Jabalkat) terbagi dalam beberapa bagian penting sebelum peziarah mencapai makam Sunan Bayat yang berada pada bagian paling atas.

Dimulai dari pintu gerbang pertama adalah Gapura Segara Muncar, lalu Gapura Dhuda, dan pintu ketiga yaitu Gapura Pangrantungan. Gapura Pangrantungan berada di “garis finis” dari 250 anak tangga menuju makam. Di kompleks gapura ini terdapat Bangsal Nglebet (untuk tamu wanita) dan Bangsal Jawi (untuk pria) sebagai lokasi beristirahat dan menghela nafas setelah lelah menapaki anak tangga.

Di bangsal ini pula, pengunjung wajib mendaftarkan diri sebelum masuk ke area pemakaman. Pengunjung kembali harus mengeluarkan “uang donasi” di bangsal ini untuk biaya tiket. Dari bangsal ini pengunjung kemudian mengarah ke kompleks pemakaman sahabat Sunan dan kembali akan menemukan Gapura Panemut yang juga memiliki gaya bangunan Hindu.

Masuk lebih dalam lagi kita akan melewati Gapura Pamuncar, Gapura Balekencur, dan Gapura Prabayeksa, gapura terakhir sebelum memasuki makam Sunan. Dari gapura terakhir tadi pengunjung akan bertemu dengan seorang juru doa yang duduk di depan sebuah perapian yang terletak di bawah Regol Sinaga.

Juru doa ini adalah seseorang yang dapat dimintai bantuan untuk memintakan izin dan mendoakan peziarah yang datang mengunjungi makam Sunan Bayat. Di kanan dan kiri Regol Sinaga yang berpintu tiga diletakan masing-masing sebuah gentong yang diberi nama Gentong Sinaga, yang dipercaya sebagai padasan atau tempat air wudhu Sunan Bayat.


Beberapa peziarah yang datang atau meninggalkan makam Sunan selalu menyempatkan diri untuk meminum air dari dalam gentong atau menyimpan sedikit dalam botol untuk dibawa pulang. Dari Regol Sinaga pengunjung dapat langsung masuk ke dalam bangunan utama yang terdapat di puncak bukit ini.

Di dalam bangunan inilah Sunan Bayat dimakamkan. Makam Sunan Bayat terdapat di tengah bangunan tersembunyi dalam bilik kayu berbentuk persegi mirip seperti Ka’bah di Mekah. Banyak peziarah yang masuk, akan mengantri di samping makam untuk dapat mendekati makam Sunan. Beberapa dari mereka juga terlihat sibuk menyalin teks Jawa yang tertulis pada sebuah batu yang diletakan di samping makam.

Di samping makam Sunan Bayat terdapat dua makam istri Sunan Bayat yaitu Nyi Ageng Kali Wungu dan Nyi Ageng Krakitan. Sementara (bagian dalam) di depan pintu masuk bangunan utama terdapat beberapa makam sahabat-sahabat Sunan Bayat.
Dari dalam makam Sunan Bayat pengunjung kemudian dapat mengunjungi dua makam sahabat Sunan yang berada di bagian luar bangunan utama. Dua makam itu adalah makam Dampu Awang dan Ki Pawilangan.

Dampu Awang dipercaya sebagai seorang pedagang dari Semarang dan dia adalah seorang keturunan Tionghoa. Makam Dampu Awang tampak berbeda dengan makam lainnya karena ukuran panjang yang tidak biasa. Ukuran makam Dampu Awang tampak sangat panjang daripada makam-makam lain yang ada didekatnya termasuk milik Ki Pawilangan.


Sebuah tradisi unik sering dilakukan oleh para peziarah saat mengunjungi makam Dampu Awang dan Ki Pawilangan. Tersebar cerita kuno bahwa bagi siapa yang berhasil menyentuh dua batu nisan (masing-masing di bagian ujung) makam Dampu Awang dengan membentangkan tangannya, maka keinginannya akan terkabul. Dan bagi kerabat yang pertama menyentuh orang yang berhasil tadi juga akan mendapatkan sebagian dari berkahnya.

Sedangkan cerita kuno pada makam Ki Pawilangan adalah bagi siapa yang menghitung jumlah batu hias pada makam sebanyak tiga putaran dengan jumlah berbeda dan membesar. Maka dia akan mendapatkan berkah. Sementara jika hasil perhitungan selama tiga kali menghasilkan jumlah menurun maka dia akan mendapatkan kebalikannya.

Kebanyakan pengunjung yang datang ke kompleks pemakaman Sunan Bayat adalah para peziarah yang datang dari Jawa Tengah terutama Semarang. Hal ini bisa jadi karena latar belakang asal-usul Sunan yang datang dari Semarang sebelum menjalani hidup religius di bawah bimbingan Sunan Kalijaga.

Selain makam Sunan Bayat, pengunjung juga dapat mengunjungi Masjid Golo, dengan bedugnya, yang dibangun oleh Sunan Bayat. Ada juga makam Syeh Domba di Gunung Cakaran, pengikut setia Sunan, yang diceritakan pernah berkepala domba karena merampok istri Sunan. Atau makam Syeh Kewel di Makam Sentana, pengikut setia Sunan, yang diceritakan pernah berkepala Ular karena juga turut merampok istri Sunan.

Dan seperti halnya kawasan sakral lainnya di Jawa, lokasi ini juga menggelar sebuah acara budaya yang sudah menjadi tradisi. Upacara Ruwatan atau Jodangan digelar oleh warga di sana setiap tanggal 27 pada hari Jum’at Kliwon di bulan Ruwah. Upacara ini adalah upacara peringatan jasa besar Sunan Bayat yang digelar dengan rangkaian upacara bersih makam, mengganti kain penutup makam, selamatan, serta pertunjukan Reog.

Untuk dapat mencapai lokasi kompleks pemakaman Sunan Bayat yang terletak di Kecamatan Bayat, perjalanan dengan mobil atau motor dapat dipilih. Kurang lebih perjalanan akan memakan waktu kurang dari satu jam dari kota Solo. Jalur terdekat yang dapat diambil adalah jalur Wonosari, Juwiring, Pedan, Cawas/Trucuk kemudian Bayat. Jalur ini lebih cepat ditempuh daripada harus masuk melalui jalur Klaten kota.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar