Desa
Kajoran, tempat makam bupati pertama Klaten Letaknya hanya sekitar dua
kilometer dari Kota Klaten. Desa ini mudah dijangkau. Hamparan tanaman
padi yang menghijau menjadi pemandangan alam yang menjadi ciri khas Desa
Kajoran, Kecamatan Klaten Selatan, Klaten ini.
ZIARAH
MAKAM -- Sejumlah orang peziarah berdoa di dekat makam Pangeran Kajoran
di Desa Kajoran, Klaten Selatan, Klaten. Pangeran Kajoran diyakini
merupakan bupati pertama Klaten.
Di desa itu
terdapat sebuah makam tokoh penting dalam sejarah terbentuknya Kabupaten
Klaten yaitu Pangeran Kajoran. Pangeran Kajoran merupakan nama lain
dari Panembahan Rama yang diyakini sebagai pejabat pertama Bupati
Klaten. Menurut cerita masyarakat yang ditulis oleh De Graaf dalam buku Sejarah Kajorandisebutkan,
Pangeran Kajoran merupakan keturunan dari Panembahan Agung yang
memiliki silsilah dari Sunan Bayat yang disegani oleh raja dan bangsawan
di Keraton Demak, Pajang, dan Mataram Islam.
Pangeran
Kajoran merupakan seorang muslim Kejawen yang terkenal memiliki
kesaktian dalam ilmu kanuragan. “Aktivitas olah fisik dan batin beliau
sangat menonjol. Beliau menjadi tempat bertanya dan dituakan di kalangan
masyarakat. Masyarakat menjadikan beliau sebagai imam, karena itu
masyarakat menyebutnya dengan Panembahan Rama,” kata pemerhati sejarah
kebudayaan Klaten, Nur Tjahjono.
Menurut
Tjahjono, Panembahan Rama memiliki peran penting dalam pergerakan
menentang Amangkurat I yang menjadi pemicu munculnya konfliks dalam
Dinasti Mataram. Kebijakan Amangkurat I dinilai tidak sejalan dengan
cita-cita Sultan Agung yang menginginkan kehancuran kolonialisme atau
penjajah dari tanah Jawa, serta membangun bangsa yang berkeadilan,
berketuhanan dengan semangat kegotongroyongan.
Dikatakan
Tjahjono, nilai-nilai perjuangan menentang kezaliman dan kolonialisme
telah tertanam dari generasi terdahulu seperti Pangeran Kajoran. Namun
begitu, diakuinya, nama Pangeran Kajoran jarang terukir dalam
dokumen-dokumen sejarah. “Akan lebih baik jika Makam Pangeran Kajoran
dimasukkan dalam paket wisata agar namanya tidak terlupakan di kalangan
generasi muda,” harapnya.
Hingga kini,
Makam Pangeran Kajoran masih kerap dikujungi peziarah. Mereka tak hanya
datang dari Klaten, tetapi juga luar daerah. Setiap perayaan Hari Jadi
Klaten, makam Kiai Kajoran juga menjadi rujukan ziarah rombongan para
petinggi Kabupaten Klaten.
Menilik
sejarahnya,konon Beliau adalah bagian dari Laskar Diponegoro yg karena
kekalahan laskar P. Diponegoro,maka seluruh laskar melarikan diri. Ada
yg ke timur,utara,barat. Menurut sang juru kunci,beliau menetap di desa
Kajoran Kec.Karanggayam Kebumen sampai akhir hayatnya. Beliau dimakamkan
di Utara balai desa Kajoran.
Yang masih menjadi misteri,karena di daerah lainpun ada makam Pangeran Kajoran,seperti di Klaten, dengan nama mirip. Apakah makam Pangeran Kajoran yang asli di Klaten atau di Kebumen,itu masih misteri.
Tetapi,dengan berziarah ke makam beliau,hanya memanjatkan do'a semoga amal beliau sebagai pejuang laskar diponegoro mendapat pahala disisi Allah SWT. Amiin.
Diposkan oleh
Dalam
sejarah keluarga Kesultanan Mataram terdapat tokoh lain yang juga
bergelar Pangeran Puger. Salah satunya adalah putra Panembahan
Senapati yang lahir dari selir Nyai Adisara, bernama asli Raden Mas
Kentol Kejuron. Tokoh ini hidup pada zaman sebelum Pakubuwana I.
Pangeran
Puger yang ini pernah memberontak pada tahun 1602 - 1604 terhadap
pemerintahan adiknya, yaitu Prabu Hanyokrowati (kakek buyut Pangeran
Puger Pakubuwana I).
Sejarah Desa Gringgingsari
Segala puji
bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam yang telah mengajarkan ilmu kepada
manusia dengan kalam. Yang telah memberikan taufiq, hidayah,dan inayah
kepada manusia yang Dia kehendaki. Maka sudah sepantasnya kami
mengucapkan rasa syukur kepada-Nya dengan ucapan
alhamdulillahirrabbil’aalamiin.
Shalawat
serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung
Sayyidina, wahabibina, wamaulana, Muhammad Shalawallahu’alaihi Wassalam
beserta keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya, amin ya
rabbal’alamiin.
‘Amma ba’du.
Di sini kami akan menceritakan sejarah desa Gringgingsari secara
ringkas. Desa Gringgingsari terletak di daerah pegunungan. Termasuk
wilayah kecamatan Wonotunggal kabupaten Batang. Dahulunya masuk wilayah
kabupaten Pekalongan. Desa Gringgingsari dapat terkenal, karena ada
makam Auliya’ yaitu makamnya mbah Syarif Abdurrahman yang terkenal
dengan nama mbah Pangeran Kajoran. Makamnya terletak di pemakaman umum
desa Gringgingsari yang lokasinya ada di sebelah barat Masjid Al
Karomah. Banyak para penziarah yang datang ke makam tersebut untuk
berdo’a meminta kepada Allah agar hajatnya terkabul. Mbah Pangeran
Kajoran menjadi tumpuan, sandaran warga desa Gringgingsari karena
jasanya yang telah membawa pelita, untuk menerangi warga Gringgingsari
dari kegelapan, menuju zaman pencerahan. Di sini kami tidak akan
menceritakan silsilahnya, karena kurang begitu tahu. Yang akan kami
ceritakan adalah perjuangannya di desa Gringgingsari.
Desa Gringgingsari
Berdasarkan
riwayat, cerita-cerita dari para sesepuh yang kami terima, bahwa desa
Gringgingsari dahulunya bernama Karangsirno. Yang menjadi sesepuhnya
adalah mbah Wongsogati I. Agama yang dipeluknya agama Budha. Setelah
mbah Wongsogati I meninggal, diganti oleh putranya mbah Bromogati.
Setelah mbah Bromogati meninggal diganti oleh putranya yang bernama mbah
Wongsogati II, cucu dari mbah Wongsogati I.
Pada waktu
dipimpin oleh mbah Wongsogati II desa Karangsirno dilanda musibah, yaitu
sejenis penyakit yang dinamakan penyakit to’un dengan gejala pagi sakit
sorenya meninggal. Banyak warga desa yang meninggal akibat serangan
penyakit tersebut. Sudah banyak cara yang dilakukan untuk meredam
penyakit tersebut namun belum juga berhasil. Akhirnya selaku pemimpin
yang merasa bertanggung kepada warganya, mbah Wongsogati II pergi ke
luar desa dengan tujuan untuk mencari seseorang yang bisa menanggulangi
wabah penyakit yang sedang melanda desanya. Dalam perjalanannya beliau
melewati sebuah sungai yang bernama kalikupang. Di situ beliau berjumpa
dengan dua orang yang sedang berdzikir di tepi sungai. Beliau menunggu
kedua orang tersebut. Setelah mereka selesai berdzikir kemudian beliau
menghampiri keduanya dan menyapanya. Dan akhirnya mereka bertiga saling
memperkenalkan diri. Keduanya masing-masing bernama Pangeran Kajoran dan
Pangeran Trunojoyo.
Kemudian
mbah Wongsogati II menyampaikan isi hatinya, yaitu tentang musibah yang
sedang melanda desanya. Dan beliau bertanya apakah mereka berdua bisa
untuk mengatasi wabah penyakit tersebut. Pangeran Kajoran menyatakn
sanggup untuk membantu menyembuhkan penyakit tersebut tapi dengan sebuah
syarat, yaitu mereka bersedia untuk memeluk agama Islam dengan
sukarela. Demi kesembuhan penyakit tersebut mbah Wongsogati II bersedia
untuk mengajak warga desanya memeluk agama Islam asalkan desa
Karangsirno terbebas dari wabah yang sedang melanda. Akhirnya mereka
bertiga saling punya janji atau tanggungan. Maka tempat tersebut
dinamakan “KEDUNG SINANGGUNG “
Selanjutnya
mereka berangkat pergi menuju desa Karangsirno. Sampai di suatu tempat
Pangeran Kajoran bertanya di manakah letak desa Karangsirno. Kemudian
mbah Wongsogati II menunjukan suatu tempat yang terlihat jauh di arah
selatan. Mereka memandang ( nyawang ) tempat yang ditunjukan oleh mbah
Wongsogati II. Akhirnya tempat tersebut dinamakan “ KETAWANG “ yang
berarti tempat untuk nyawang / memandang. Di tempat tersebut juga ada
sebuah pohon gringging atau kayu jaran. Dari sinilah nantinya desa
Karangsirno diganti namanya menjadi desa Gringgingsari. Sekarang tempat
tersebut lebih dikenal dengan nama tikungan / enggokan Petung. Lokasinya
kurang lebih 200 meter ke arah barat dari pertigaan kalikupang.
Setelah
sampai di desa Karangsirno mbah Wongsogati II mengumpulkan warganya.
Lalu memperkenalkan Pangeraan Kajoran dan Pangeran Trunojoyo kepada
mereka. Warga diberi penjelasan bahwa Pangeran Kajoran sanggup untuk
ngusadani desa Karangsirno bisa pulih kembali asalkan warganya bersedia
untuk memeluk agama Islam secara sukarela dan nama Karangsirno diganti
dengan Gringgingsari. Masyarakat sepakat. Akhirnya masyarakat dibai’at
oleh mbah Pangeran Kajoran untuk masuk agama Islam. Masyarakat diajak
untuk menyembah Allah, dan meninggalkan sesembahan yang lama yaitu agama
Budha. Diajak berdo’a kepada Allah agar wabah penyakitnya sirna. Atas
izin Allah akhirnya desa Karangsirno yang sudah berganti nama
Gringgingsari terbebas dari wabah penyakit yang selama ini melanda dan
sudah memakan banyak korban. Dan masyarakatnya juga sudah hidup dalam
suasana yang baru yaitu kehidupan yang Islami berkat hidayah dari Allah
dengan perantara Syekh Syarif Abdurrrahman atau lebih dikenal dengan
nama Pangeran Kajoran.
Pancuran sendang Depok
Setelah
masyarakat desa Gringgingsari memeluk agama Islam, wabah penyakit kini
sudah hilang sama sekali. Masyarakat tentram dan hatinya lega. Aktifitas
sehari-hari bisa berjalan kembali dengan lancar. Mereka juga mulai giat
belajar mendalami ajaran Islam dibawah bimbingan Syekh Syarif
Abdurrahman atau Pangeran Kajoran.
Pada suatu
hari Pangeran Kajoran mengajak beberapa orang pergi ke hutan mencari
bambu untuk dibuat rangken atau bahan atap pembuatan masjid desa
Gringgingsari. Ketika sampai di hutan dan sudah tiba masuk waktu shalat
beliau mencari air untuk berwudlu, namun tidak ada sumber air yang
dijumpainya. Akhirnya beliau menancapkan tongkatnya ke tanah, dengan
izin Allah keluarlah air dari bekas tongkat yang ditancapkan oleh
beliau. Dari situlah bukti karomah yang dimiliki oleh Pangeran Kajoran
selaku seorang Waliyullah. Kemudian dibuat pancuran dari bambu. supaya
air tersebut lebih mudah digunakan untuk berwudlu. Kemudian mereka
menjalankan shalat di hutan tersebut. Bahkan Pangeran juga sempat
berniat untuk mendirikan masjid di kawasan tersebut namun urung.
Akhirnya tersebut dinamakan garung dari kata langgar yang wurung atau
tidak jadi. Setiap selasai shalat merekapun selalu istirahat sambil
ndeprok / duduk-duduk untuk menghilangkan lelah. Maka dari istilah
inilah tempat tersebut dinamakan Depok yang asalnya dari kata ndeprok.
Sampai sekarang pancuran Depok masih menjadi tujuan utama para penziarah
untuk mandi dan mengambil airnya. Atas izin Allah air tersebut dapat
menyembuhkan beberapa penyakit. Dan yang lebih istimewa air tersebut
bisa langsung diminum tanpa harus dimasak lebih dahulu. Rasanya begitu
segar sekali apalagi kalau kita meminumnya langsung dari pancuran.
Bahkan air di pancuran Depok mempunyai kandungan mineral yang cukup
tinggi yang sangat berguna sekali untuk kesehatan tubuh bagi yang
meminumnya. Lokasi pancuran Depok kurang lebih 2 km arah selatan desa
Gringgingsari dengan jalan agak menanjak terutama di gunung Klengkong.
Mulai tahun 2009 jalan ke arah sana sudah mulai dilebarkan dan bisa di
lalui oleh kendaraan roda dua dan empat. Namun karena belum diaspal jadi
kalau habis hujan tidak bisa dilalui.
Desa Sodong
Untuk
selanjutnya mereka melanjutkan perjalanannya masuk hutan, keluar hutan,
namun belum juga menemukan bambu yang dicari. Kemudian mereka membuat
sebuah tempat untuk berteduh namanya sodong ( ompyong ). Dari sinilah
kemudian nama desa Sodong lahir yang letaknya di sebelah selatan
Gringgingsari. Kemudian mereka melanjutkan perjalanannya kembali untuk
mencari bambu. Akhirnya mereka pun menemukan rumpun bambu yang dicari.
Kemudian bambu tersebut ditebang dan dibawa ke tanah lapang untuk
dipotong-potong. Rumpun bambu yang kemudian tumbuh lagi oleh masyarakat
desa Sodong disengker artinya tidak boleh ditebang oleh siapapun kecuali
untuk kepentingan umum. Tempat tersebut dinamakan dapuran larangan /
rumpun terlarang.
Mereka
bekerja berhari-hari. Bekas tempat istirahat mbah Pangeran Kajoran
bekerja juga disengker oleh masyarakat desa Sodong, yang melarang
siapapun untuk duduk di atasnya. Konon katanya barangsiapa yang berani
duduk di tempat tersebut akan kena laknat atau bebendu. Tempat tersebut
kemudian dipagari supaya tidak diceroboh oleh siapapun. Tapi tempat
tersebut sekarang sudah tidak berbekas karena perkembangan zaman. Pada
tahun 1973 tempat tersebut terkena proyek pembangunan Sekolah Dasar
Inpres dan pelebaran jalan, dan akhirnya pagar tersebut dibongkar.
Berperang dengan Ki Ajar Pendek
Untuk
membuat rangken membutuhkan tali / tambang untuk merangkai bambu-bambu
tersebut. Karena tidak ada tambang, maka mbah Pangeran Kajoran menyuruh
sebagian orang untuk pergi mencari rotan. Kebetulan disebelah selatan
desa Sodong ada gunung kecil dan di tempat tersebut banyak tumbuh pohon
rotan. Mereka pergi ke tempat tersebut dan mulai menebang rotan dan
memotongnya. Tanpa mereka sadari bahwa hutan tersebut ada yang
menguasainya. Dan akhirnya mereka tertangkap oleh anak buah penguasa
hutan tersebut. Kemudian mereka dibawa ke desa Silurah dan di hadapkan
kepada penguasa desa tersebut yaitu Ki Ajar Pendek. Mereka pun akhirnya
ditahan oleh Ki Ajar Pendek. Karena sudah berhari-hari mereka tidak
pulang akhirnya mbah Pangeran Kajoran merasa cemas. Kemudian beliau
menyuruh seseorang untuk mencarinya. Setelah dicari akhirnya terdengar
kabar bahwa mereka sedang ditahan di desa Silurah atas kesalahan telah
mengambil rotan di hutan tanpa seizin dari Ki Ajar Pendek. Utusan itu
melaporkan hal tersebut kepada Pangeran Kajoran.
Singkat
cerita akhirnya Pangeran Kajoran minta ma’af kepada Ki Ajar Pendek atas
kesalahan yang telah dilakukan oleh orang-orang suruhannya. Tapi Ki Ajar
Pendek tidak mau menerima permintaan maaf dari Pangeran Kajoran dengan
begitu saja. Dia bersedia menerima maaf asalkan Pangeran Kajoran
bersedia untuk adu kekuatan dan mengalahkannya. Demi kebebasan
orang-orangnya, akhirnya Pangeran Kajoran bersedia untuk menerima
tantangan dari Ki Ajar Pendek. Akhirnya pertarungan jarak jauh tingkat
tinggi pun dimulai. Ki Ajar Pendek ada di desa Silurah sedangkan
Pangeran Kajoran berada di desa Sodong.
Ki Ajar
Pendek tahu bahwa waliyullah itu orang suci. Maka iapun menggunakan
kesaktiannya dengan membuat hujan cacing supaya mengotori Pangeran
Kajoran. Namun Pangeran Kajoran dengan karomahnya menciptakan hujan
bebek yang akhirnya memakan cacing-cacing tersebut. Ki Ajar Pendek
menjadi geram karena merasa kalah, kemudian ia mengeluarkan ilmunya yang
lain yang lebih dahsyat yaitu hujan api. Namun sekali lagi karomah
Pangeran Kajoran yang berupa hujan air mampu memadamkan api tersebut. Ki
Ajar Pendek pun semakin marah karena selalu kalah dengan Pangeran
Kajoran. Akhirnya iapun mengeluarkan kesaktiannya yang lain yaitu berupa
hujan batu. Pangeran Kajoranpun tidak mau kalah. Beliau kemudian
menciptakan angin topan yang dahsyat. Dengan kekuatan angin topan yang
dahsyat tersebut, batu-batu itupun berterbangan dan jatuh di suatu
tempat yang jauh. Batu tersebut jatuh di sebuah tempat yang sekarang
bernama desa Kuwasan kecamatan Talun Kabupaten Pekalongan. Rumah Ki Ajar
Pendek dan seisinya juga ikut terbang terbawa angin hingga tinggal
batur atau bekasnya saja. Bekas rumah Ki Ajar Pendek oleh orang-orang
silurah dinamakan kebun batur dan sampai sekarang masih ada. Pakaiannya
jatuh di desa Sengare, sedangkan ilir atau kipas dari bambu jatuh di
desa sumilir. Kedua desa tersebut masuk kecamatan Talun kabupaten
Pekalongan dan terletak di sebelah barat Gringgingsari. Sedangkan bokor
atau tempat menyimpan beras jatuh di desa Donowangun Talun Pekalongan.
Jambangan tempat untuk menaruh air yang terbuat dari batu besar jatuh di
suatu tempat yang sekarang bernama dukuh Jambangan desa Batursari Talun
Pekalongan.
Menurut
cerita bahwa jambangan yang ada di dukuh Jambangan tidak pernah kering
airnya. Walaupun musim kemarau airnya selalu ada tanpa diketahui
darimana sumbernya. Pada zaman pemerintahan Belanda, karena batu itu
¾-nya terbenam ke dalam tanah akibat jatuh sewaktu terbawa angin sewaktu
terjadi pertarungan antara Pangeran Kajoran dan Ki Ajar Pendek maka
oleh pemerintah Belanda batu tersebut diangkat ke atas untuk memudahkan
orang-orang mengambil airnya. Namun setelah batu jambangan tersebut
diangkat justru malah jadi kering tidak keluar lagi airnya sampai
sekarang.
Lalu
bagaimanakah nasib Ki Ajar Pendek yang juga ikut terbang terbawa angin?
beliau jatuh di pendopo kabupaten Batang. Pada waktu itu kebetulan
Kanjeng Adipati Batang sedang duduk di pendopo kabupaten dan angop atau
menguap. Kemudian dengan kesaktiannya Ki Ajar Pendek masuk ke mulut
Kanjeng Adipati dan bersembunyi di dalam perutnya. Kemudian ia disuruh
keluar dan akhirnya dijadikan tukang merawat kuda Kanjeng Adipati
Batang.
Kemudian
Pangeran Kajoran melarang warga Gringgingsari untuk besanan dengan warga
desa Silurah selama tujuh turunan. Namun larangan tersebut hari ini
sudah berakhir, terbukti sudah banyak warga Gringgingsari yang besanan
dengan warga Silurah dan alhamdulillah tidak tejadi hal-hal yang buruk.
Hutan rotan yang pernah menjadi sengketa atas izin Allah telah berubah
menjadi hutan bambu kecil-kecil. Sedangkan gunung kecil tersebut
dinamakam gunung Raga Kesuma. Siapa saja yang lewat di kaki gunung
tersebut pasti kulitnya akan mengalami perubahan warna yaitu menjadi
cerah kekuningan. Penulis sudah membuktikannya. Namun jika sudah
melewati kaki gunung tersebut warna kulit akan berubah seperti semula.
Wa allahu’alam.
Pembangunan masjid
Rintangan
sudah berlalu. Rencana membuat rangken pun diteruskan. Bambu-bambu
tersebut dibawa ke Gringgingsari untuk dibuat rangken. Talinya
menggunakan penjalin atau rotan. Kemudian masjid didirikan. Atapnya
menggunakan ijuk. Tiangnya dari kayu, dindingnya terbuat dari anyaman
bambu, dan mustokonya terbuat dari pengaron atau paso tempat air yang
terbuat dari tanah liat. Lantainya masih menggunakan tanah, jika mau
shalat digelari tikar. Setelah masjid selesai dibangun ternyata belum
ada sumber air untuk berwudlu. Kemudian Pangeran Kajoran pergi ke arah
selatan desa Gringgingsari. Sampai di suatu tempat yang bernama Klatak
atau juga Genting beliau meletakan ujung tongkatnya di tepi sungai dan
kemudian menariknya dari tepi sungai tersebut sambil berjalan pulang ke
Gringgingsari. Dengan karomah yang dimilikinya tanah yang dilalui
Pangeran Kajoran jadi terbelah oleh ujung tongkatnya yang sedang ditarik
dan membentuk aliran sungai sampai ke sebelah barat masjid. Akhirnya
masyarakat Gringgingsari mendapat manfaat yang banyak. Sungai tersebut
tidak hanya digunakan untuk berwudlu, namun juga untuk keperluan mandi,
minum, memasak, dan juga untuk mengairi sawah. Oleh masyarakat
Gringgingsari sungai tersebut dinamakan kali jamban. Untuk menjaga
kesucian air tersebut, dari hulu sungai jamban yaitu dari tempat pertama
kali Pangeran Kajoran menarik tongkatnya sampai areal masjid, siapapun
dilarang untuk buang air besar, perempuan yang sedang haid dan nifas
juga dilarang mandi di sungai tersebut. Siapa yang melanggar larangan
tersebut baik disengaja atau tidak, akan terkena laknat atau bendu.
Sudah banyak buktinya yang terkena laknat. Juga dilarang untuk kencing
di areal masjid dan kawasan pemakaman.
Masjid
peninggalan Pangeran Kajoran sudah direhab beberapa kali. Rehab terakhir
tahun 2004 dan sampai sekarang belum selesai 100%. Jadi sudah tidak
asli lagi. Yang masih asli hanya mustoko pengaron yang ada di samping
mustoko yang baru.
Peninggalan Pangeran kajoran
Peninggalan – peninggalan Pangeran Kajoran dan tempat sejarah yang masih ada sampai sekarang yaitu
a. Rumpun bambu atau dapuran larangan di desa Sodong
b . Pancuran Depok yang selalu dikunjungi penziarah untuk mengambil airnya dan mandi. Dilarang mandi sambil telanjang.
. Masjid Al Karomah. Pemberian nama Al Karomah oleh remaja masjid pada tahun 1987.
d.
Pakaian lengkap. Namun karena sudah berusia ratusan tahun maka
pakaiannya sudah rusak, kecuali kuluk / ketu / kopiah. Jubahnya
tersimpan di desa Kajoran Magelang.
e. Tasbih
f. dari pengaron atau paso.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar