Kamis, 26 April 2012

AKHIR PEMERINTAHAN PANEMBAHAN ANYAKRAWATI PADA KERAJAAN MATARAM ISLAM (1601-1613)

A. Situasi Kerajaan Mataram Islam Masa Akhir Pemerintahan Panembahan Anyakrawati

Panembahan Anyakrawati naik tahta pada tahun 1601 M menggantikan Panembahan Senapati. Beliau memerintah kerajaan Mataram Islam hanya dalam waktu singkat yaitu 12 tahun. Nama kecilnya adalah Raden Mas Jolang. Beliau putra keempat Panembahan Senapati dengan Putri Pati, tetapi putra kesepuluh Panembahan Senapati.Pengangkatan Raden Mas Jolang sebagai putra mahkota sudah dilakukan sejak Panembahan Senapati masih memerintah. Setelah Panembahan Senapati meninggal, beliau segera dinobatkan menjadi raja Mataram. Menurut Babad Tanah Jawi, penobatannya dilakukan pada hari Senin oleh Adipati Mandaraka dan Pangeran Mangkubumi. Pada hari itu Adipati Mandaraka dan Pangeran Mangkubumi mengantarkan putra mahkota dengan memegang tangannya ke Sitinggil.
Di sini beliau didudukkan di kursi tahta emas. Adipati Mandaraka dan Pangeran Mangkubumi menempatkan diri di sebelah kiri dan kanannya.

Beliau memakai gelar Susuhunan Adiprabu Anyakrawati Senapati Ingalaga Mataram, tetapi setelah meninggal lebih dikenal dengan sebutan Panembahan Seda Ing Krapyak. Gelar susuhunan sangat meragukan karena gelar ini baru dipakai pertama kalinya oleh raja Mataram pada tahun 1625 M oleh Raden Mas Rangsang. Gelar panembahan lebih mendekati kebenaran karena penggantinya yaitu Raden Mas Rangsang masih memakai gelar tersebut pada awal pemerintahannya.

Menurut Babad Tanah Jawi, Panembahan  Anyakrawati memiliki lima orang putra yaitu:
1.    Raden Mas Rangsang
2.    Ratu Pandan
3.    Raden Mas Pamenang
4.    Raden Mas Martapura
5.    Raden Mas Cakra
Beliau memiliki dua orang parameswari. Parameswari pertama yang biasa disebut ratu kulon adalah Ratu Tulung Ayu berasal dari Ponorogo. Parameswari kedua (ratu wetan) yaitu putri Adipati Benawa bernama Ratu Adi dari Pajang.

1. Situasi Politik

Sejak awal pemerintahannya, Panembahan Anyakrawati harus menghadapi pemberontakan dari daerah-daerah yang telah ditundukkan oleh ayahnya. Daerah-daerah tersebut berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Mataram dan berusaha menjadi daerah merdeka. Hal ini disebabkan kekuasaan Mataram atas Jawa sejak pemerintahan Panembahan Senapati bukan merupakan kekuasaan yang bulat dan utuh bahkan kekuasaan di tiap-tiap daerah harus ditundukkan dengan kekuatan senjata. Saat raja baru bertahta, daerah-daerah tersebut berusaha meraih kemerdekaannya kembali.

Pada tahun 1602 M Pangeran Puger yang telah diangkat menjadi adipati Demak melakukan pemberontakan. Pangeran Puger adalah kakak Panembahan Anyakrawati dari ibu seorang selir bernama Nyai Adisara. Nama kecilnya adalah Raden Mas Kenthol Kajuron. Pangeran Puger tidak puas dengan daerah kekuasaannya di Demak sehingga ia mulai menyerang daerah di sebelah utara Pegunungan Kendeng. Panembahan Anyakrawati bersedia menyerahkan wilayah bagian utara kerajaan tersebut kepada kakaknya. Hal ini dianggap sebagai kelemahan dan ketakutan raja sehingga ia meneruskan penyerangan hingga ke Tambak Uwos.
Raja segera menyerang pemberontak tersebut dengan mengirim tentara Mataram di bawah pimpinan Suranata atau Ki Gede Mestaka. Akhirnya Pangeran Puger dapat dikalahkan.

Sebelas orang pelaut Belanda yang ditawan oleh pasukan Demak pada tahun 1602 M, lima diantaranya berhasil meloloskan diri. Laporan-laporan yang diberikan oleh kelima pelaut yang berhasil meloloskan diri itu menegaskan terjadinya peperangan antara Mataram dan Demak. Pada tahun 1602 M Panembahan Anyakrawati dipaksa mundur, tetapi sekitar tahun 1605 M Pangeran Puger berhasil dikalahkan. Pangeran Puger kemudian dikirim ke Kudus untuk menjalani kehidupan sebagai santri.
Pemberontakan Pangeran Puger tersebut dibantu oleh Adipati Gending dan Adipati Panjer. Hal ini menunjukkan bahwa pemberontakan Demak terjadi dengan bantuan beberapa pembesar Jawa Timur bahkan salah seorang diantara mereka mungkin menjadi pengambil inisiatif.

Beberapa tahun sebelum akhir pemerintahan Panembahan Anyakrawati terjadi pembrontakan lagi. Pemberontakan diprakarsai oleh kakak Panembahan Anyakrawati yang bernama Pangeran Jayaraga. Dia adalah putra kesembilan Panembahan Senapati dengan seorang selir yang berasal dari Kajoran. Nama mudanya adalah Raden Mas Betotot. Panembahan Anyakrawati mengangkatnya sebagai adipati di Ponorogo, tetapi pada tahun 1608 M melakukan pemberontakan.

Setelah Pangeran Jayaraga  menjadi adipati Ponorogo agak lama, timbul keinginan untuk menobatkan diri sebagai raja dan merebut kekuasaan atas Mataram. Keinginannya tersebut tidak disetujui oleh keempat bupati bawahannya. Keempat bupati tersebut adalah Pangeran Rangga, Panji Wirabumi, Ngabehi Malang, dan Demang Naya Hita. Keempat bupati tersebut sudah berupaya untuk mencegah niat Pangeran Jayaraga. Setelah upayanya tersebut tidak dihiraukan, mereka melaporkan pengkhianatan Pangeran Jayaraga kepada Panembahan Anyakrawati. Panembahan Anyakrawati segera memerintahkan Pangeran Pringgalaya dan Panglima Perang Martalaya untuk memadamkan pemberontakan Pangeran Jayaraga. Akhirnya pemberontakan tersebut dapat ditumpas dengan mudah dan Pangeran Jayaraga dibuang ke Masjid Watu, Pulau Nusa Kambangan.

Kedua pemberontakan yang terjadi pada masa pemerintahan Panembahan Anyakrawati dilakukan oleh saudaranya sendiri. Hal ini mengindikasikan adanya kemungkinan konflik suksesi dalam dinasti Mataram. Konflik ini tampaknya timbul akibat adanya rasa tidak puas terhadap keputusan Panembahan Senapati yang memilih Raden Mas Jolang sebagai penggantinya. Akibatnya, kenaikan tahta Raden Mas Jolang mendapat tantangan dari saudara-saudaranya sendiri.

Lawan politik Panembahan Anyakrawati yang paling kuat adalah Surabaya. Sebuah dokumen VOC pada tahun 1620 M menggambarkan Surabaya sebagai sebuah negara yang kuat dan kaya. Luas wilayahnya kurang lebih lima mil-Belanda (kira-kira 37 km) yang dikelilingi sebuah parit dan diperkuat dengan meriam.
Pada waktu Mataram diperintah Panembahan Anyakrawati, Surabaya telah berhasil menguasai Pasuruan dan mungkin Blambangan dalam rangka persiapan melawan Mataram. Pulau Bawean, Sukadana (Kalimantan Barat), dan Banjarmasin telah berhasil dikuasai untuk mengembangkan ekonominya. Gresik, Lamongan, Tuban, dan Demak berada di bawah pengaruhnya untuk menutup perdagangan Mataram di daerah pesisir. Dengan demikian, ancaman Surabaya terhadap Mataram sangat kuat dan berbahaya.

Mataram membuat strategi menghadapi Surabaya dengan melumpuhkan daerah-daerah yang berada di bawah pengaruh Surabaya. Sebelum Mataram menyerang Surabaya, serangannya diarahkan ke Demak terlebih dulu. Selanjutnya Mataram melakukan penyerangan terhadap daerah di sekitar Surabaya. Menurut Babad Sengkala, pada tahun 1531 J (1609 M) Mataram melakukan serangan pertama ke Surabaya. Serangan berikutnya diarahkan ke Lamongan pada tahun 1534 J (1612 M) di bawah pimpinan Adipati Martalaya.
Serangan terakhir terjadi pada tahun 1535 J (1613 M). Serangan ini diarahkan ke Gresik. Kedua serangan tersebut mengakibatkan daerah Tuban dan Pati tidak berani berkutik.

Berita-berita Belanda membenarkan bahwa raja Mataram setiap tahun, dari tahun 1610 M sampai 1613 M, merencanakan atau mengadakan ekspedisi militer ke daerah-daerah sekitar Surabaya. Sasaran ekspedisi militer ini adalah menghancurkan daerah sekeliling Surabaya. Serangan langsung terhadap kota Surabaya yang sekelilingnya dilindungi oleh rawa dan benteng belum pernah dilaksanakan hingga Panembahan Anyakrawati meninggal dunia pada tahun 1613 M. Meskipun demikian, serangan-serangan Mataram setiap tahun hingga tahun 1613 M mampu menghancurkan panen padi Surabaya sehingga melemahkan dasar-dasar ekonominya.
Panembahan Anyakrawati hanya berhasil mempertahankan daerah yang telah ditundukkan ayahnya tanpa melakukan perluasan wilayah karena sibuk memadamkan pemberontakan-pemberontakan yang terjadi.

Pengaruh bangsa asing juga sudah mulai masuk ke Mataram pada masa pemerintahan Panembahan Anyakrawati. Panembahan Anyakrawati sudah mengadakan kontak pertama antara Mataram dan VOC. Pada tahun 1613 M beliau mengirimkan duta kepada Gubernur Jenderal Pieter Both (1610-1614 M) di Maluku untuk mengadakan persekutuan. Kemungkinan Panembahan Anyakrawati beranggapan bahwa dirinya dan VOC sama-sama menjadi musuh Surabaya. Selanjutnya VOC mendirikan sebuah pos dagang di Jepara di bawah pengawasan Mataram, tetapi masih tetap memiliki pos di Gresik yang berada di bawah pengawasan Surabaya.

2. Situasi Ekonomi

Babad Tanah Jawi menyatakan bahwa kerajaan Mataram Islam selama pemerintahan Panembahan Anyakrawati subur dan makmur. Mataram menjadi daerah penghasil beras yang cukup diperhitungkan di Nusantara. Perdagangan beras ke daerah lain dilakukan melalui pantai dengan pelabuhan utamanya Jepara. Harga beras di Mataram jauh lebih murah bila dibandingkan dengan daerah lain seperti Gresik dan Makasar. Oleh karena itu, pada tahun 1613 M VOC mulai mendirikan pos dagang di Jepara atas permintaan Panembahan Anyakrawati.

Surabaya yang merupakan lawan tangguh Mataram berusaha menghancurkan perekonomian Mataram dengan menutup usaha perdagangannya di daerah pantai. Daerah Pasuruan dan Blambangan dikuasai Surabaya. Pulau Bawean, Sukadana di Kalimantan Barat, dan Banjarmasin yang telah berada di bawah pengaruh Mataram juga dimasukkan dalam wilayahnya. Begitu pula Gresik, Tuban, Lamongan, dan Demak turut berada di bawah pengaruh Surabaya. Akan tetapi, Mataram cukup waspada menghadapi blokade ekonomi yang dilakukan Surabaya. Mataram segera melakukan penyerangan terhadap daerah-daerahnya yang telah berada di bawah pengaruh Surabaya bahkan berhasil menyerang daerah-daerah di sekitar Surabaya. Penyerangan ini menyebabkan kegagalan panen padi Surabaya.

H. J. De Graaf menyatakan bahwa pada tahun 1532 J (1610 M) raja memerintahkan pembangunan lumbung
di daerah Gading. Keterangan ini diperoleh dari Babad Momana. Pembangunan lumbung ini mungkin dimaksudkan sebagai tempat menimbun bahan makanan untuk keperluan ribuan pemburu dan pembantu lainnya yang menyertai raja berburu. Kemungkinan lain adalah sebagai tempat penyimpanan bahan makanan yang diperlukan dalam keadaan perang.
3. Perkembangan Budaya

Panembahan Anyakrawati dikenal sebagai raja yang giat melakukan pembangunan. Beliau memerintahkan merenovasi dan memperindah kraton Mataram di Kotagede. Pada tahun 1603 M dibangun gedung tempat kediaman raja yang disebut prabayeksa. Kemudian pada tahun 1605 M juga dibangun taman indah Danalaya yang dipergunakan sebagai tempat kediaman abdi (pelayan) kesayangan raja bernama Juru Taman. Abdi ini dikisahkan sering menimbulkan keonaran di kraton dan menyamar menjadi raja sehingga menyesatkan para istri dan selir raja.

Beliau juga berjasa besar dalam pengembangan sastra terutama penyusunan babad dan suluk. Pada tahun 1612 M beliau menugaskan Ki Panjang Mas untuk menulis Babad Demak. Ki Panjang Mas adalah seorang pejabat panjang lekan
di kerajaan Mataram Islam. Naskah Babad Demak yang asli sekarang sudah hilang, tetapi inti sarinya terolah dalam Babad Tanah Jawi yang disusun Tumenggung Tirtawiguna pada abad XVIII. Pada masa ini juga ditulis naskah Suluk Wujil yang berangka tahun 1607 M. Suluk Wujil berisi wejangan mistik Sunan Bonang kepada abdi (pembantu) kekasih raja Majapahit yang bernama Wujil. Selain itu juga ditulis Serat Nitisruti oleh Pangeran Karanggayam pada tahun 1612 M. Serat Nitisruti berisi tuntutan budi pekerti luhur dan kandungan mistik lainnya.

B. Meninggalnya Panembahan Anyakrawati

Panembahan Anyakrawati hanya memerintah kerajaaan Mataram Islam selama 12 tahun yaitu dari tahun 1601 sampai 1613 M. Pemerintahannya berakhir ketika Panembahan Anyakrawati meninggal. Meninggalnya Panembahan Anyakrawati terkesan terlalu cepat. Hal ini mungkin terkait dengan konflik politik yang dialami kerajaan Mataram Islam menjelang meninggalnya Panembahan Anyakrawati. Seperti telah disebutkan di muka, keadaan politik kerajaan Mataram Islam pada waktu itu relatif kacau. Selain harus memadamkan pemberontakan dari saudaranya, beliau juga sedang melakukan pertempuran dengan Surabaya. Menurut Babad Sengkala, pada tahun 1613 M Panembahan Anyakrawati telah mengirimkan pasukannya untuk melakukan penyerangan ke Gresik. Sewaktu beliau meninggal, Surabaya belum berhasil ditundukkan bahkan penyerangan langsung ke kota Surabaya belum pernah dilakukan.

Menurut keterangan dalam Serat Nitik Sultan Agung, Panembahan Anyakrawati meninggal pada tahun 1535 J (1613 M) tepatnya pada malam Jumat. Hal ini dibenarkan oleh berita Belanda. Pada tanggal 1 Januari 1614 M Coen menulis bahwa setelah kapal-kapal Belanda berangkat dari Jepara pada 29 September 1613 M, raja Mataram yang memegang pemerintahan meninggal dunia. Berdasarkan berita tersebut diperkirakan Panembahan Anyakrawati meninggal pada 1 Oktober 1613 M. Penyebab meninggalnya Panembahan Anyakrawati tidak diketahui secara pasti. Sumber yang ada memberitakan hal ini secara berlainan. Menurut Serat Nitik Sultan Agung, Panembahan Anyakrawati meninggal karena kecelakaan pada waktu berburu di Krapyak. Beliau diserang oleh banteng gila yang mengamuk. Sedangkan Babad Tanah Jawi memberitakan bahwa Panembahan Anyakrawati meninggal di Krapyak .
Sumber lain menyebutkan bahwa Panembahan Anyakrawati meninggal karena dibunuh. Kesimpulan yang diambil dari beberapa keterangan di atas adalah Panembahan Anyakrawati meninggal saat berada di taman perburuan (krapyak) sehingga kemungkinan besar penyebab kematiannya karena kecelakaan sewaktu berburu. Setelah meninggal, beliau terkenal dengan sebutan Panembahan Seda Ing Krapyak. Beliau kemudian dimakamkan di dekat masjid Kotagede di sebelah bawah makam ayahnya

Sebelum meninggal dunia, beliau pernah berpesan kepada para putra dan kerabat mengenai calon penggantinya. Beliau berpesan kepada Adipati Mandaraka dan Pangeran Purbaya agar yang menggantikan kedudukannya adalah Raden Mas Rangsang.

Pesan Panembahan Anyakrawati tersebut didasarkan pada ramalan yang menyatakan bahwa Raden Mas Rangsang akan membawa kejayaan bagi kerajaan Mataram Islam dengan menguasai seluruh Jawa. Akan tetapi, sebelum mendapat ramalan tersebut, beliau sudah berjanji bahwa Raden Mas Martapura yang akan menggantikannya. Panembahan Anyakrawati berusaha memenuhi prinsip sabda pandhita ratu tan kena wola-wali
sehingga beliau berpesan agar Raden Mas Martapura dinobatkan menjadi raja terlebih dulu sebelum penobatan Raden Mas Rangsang.]
C. Penobatan Raden Mas Martapura sebagai Raja Mataram

Raden Mas Martapura adalah putra keempat Panembahan Anyakrawati dari parameswari, tetapi beliau putra tertua Panembahan Anyakrawati dengan parameswari pertama (ratu kulon) yang bernama Ratu Tulung Ayu. Beliau memiliki adik laki-laki yang seibu bernama Raden Cakra.  Kedudukannya sebagai putra mahkota sudah sewajarnya beliau dapatkan karena beliau adalah putra tertua raja dengan parameswari pertama.

Keterangan lain dari Serat Nitik Sultan Agung menyatakan bahwa yang seharusnya menjadi putra mahkota adalah Raden Mas Rangsang karena beliau putra tertua Panembahan Anyakrawati dengan parameswari yang lain yaitu Ratu Adi dari Pajang. Pengangkatan Raden Mas Martapura sebagai pejabat putra mahkota karena Raden Mas Rangsang sedang bepergian jauh untuk menghindari kekosongan pemerintahan. Raden Mas Martapura sebagai putra sepuh (putra tertua), berhak mengisi kedudukan tersebut. Putra sepuh di sini bukan berarti putra tertua Panembahan Anyakrawati setelah Raden Mas Rangsang karena Babad Tanah Jawi menyebutkan bahwa Raden Mas Martapura adalah putra keempat. Putra sepuh di sini berarti putra tertua Panembahan Anyakrawati dengan Ratu Tulung Ayu, parameswari selain ibu Raden Mas Rangsang. Pemilihan ini didasarkan pada peraturan kerajaan Jawa bahwa putra mahkota adalah putra tertua raja dengan parameswari pertama. Sedangkan kedudukan parameswari pertama dan kedua dapat digeser sesuai dengan kehendak raja yang bersangkutan.

Hal tersebut berbeda dengan berita dalam Babad Tanah Jawi. Babad Tanah Jawi menyatakan bahwa putra mahkota yang sebenarnya adalah Raden Mas Martapura karena beliau putra tertua Panembahan Anyakrawati dengan parameswari pertama yaitu Ratu Tulung Ayu dari Ponorogo. Menjelang Panembahan Anyakrawati meninggal, beliau berpesan agar yang menggantikan kedudukannya adalah Raden Mas Rangsang, putra tertuanya dengan Ratu Adi dari Pajang, karena Raden Mas Rangsang diramalkan akan membawa kejayaan Mataram. Beliau juga berpesan agar Raden Mas Martapura dinobatkan menjadi raja sebentar dan segera menyerahkan jabatannya kepada Raden Mas Rangsang. Hal ini dilakukan agar memenuhi prinsip sabda pandhita ratu tan kena wola-wali.

Menurut H. J. De Graaf, Raden Mas Martapura yang usianya jauh lebih muda  ditunjuk menjadi putra mahkota karena beliau lahir ketika ayahnya sudah menjadi raja. Sedangkan Raden Mas Rangsang lahir ketika ayahnya belum menjadi raja bahkan mungkin belum ditunjuk menjadi putra mahkota. Hal ini dapat dilihat dari umur kedua putra raja tersebut saat Panembahan Anyakrawati meninggal. Waktu itu Raden Mas Martapura berumur tujuh sampai delapan tahun, sedangkan Raden Mas Rangsang sudah berumur dua puluh tahun.

Sesuai pesan Panembahan Anyakrawati sebelum meninggal, Raden Mas Martapura kemudian dinobatkan menjadi raja oleh Adipati Mandaraka dan Pangeran Purbaya. Beliau bahkan keluar dari tempat upacara untuk dielu-elukan dan duduk di singgasana. Pada hari Senin raja yang baru dimohon untuk mengadakan rapat agung.
Prabu Martapura segera mengadakan perjamuan. Beliau duduk di singgasana, sedangkan Adipati Mandaraka dan Pangeran Purbaya mendampingi di sebelah kanan dan kirinya. Adipati Mandaraka tiba-tiba berbisik kepada raja agar turun tahta dan menyerahkan tahta kepada kakaknya yaitu Raden Mas Rangsang berdasarkan pesan almarhum ayahnya. Kemudian beliau segera turun tahta serta mempersilakan Raden Mas Rangsang untuk duduk di singgasana. Setelah itu, berlangsung penobatan Raden Mas Rangsang menjadi raja baru di kerajaan Mataram Islam.

Babad Tanah Jawi
memberitakan bahwa pemindahan hak atas tahta ini didasari alasan Raden Mas Martapura menderita sakit ingatan musiman dan suka memakan makhluk yang masih hidup. Keadaan ini menyebabkan Raden Mas Martapura tidak layak dan tidak mampu untuk memerintah kerajaan Mataram Islam. Oleh karena itu, beliau diperintahkan untuk segera menyerahkan tahta kepada kakaknya dan menjadi panembahan saja hingga akhir hidupnya.Hageman memperkirakan Raden Mas Martapura meninggal dunia pada tahun 1638.
  
Dinasti Mataram merupakan dinasti yang berasal dari kalangan rakyat biasa. Sejumlah bukti mendukung pendapat tersebut. Babad Tanah Jawi menceritakan bahwa nenek moyang dinasti Mataram termasuk kalangan rakyat biasa yang menjadi pemuka di daerahnya. Bukti lain adalah kesalahan pemakaian gelar dalam dinasti Mataram. Bahkan dinasti Mataram menciptakan gelar baru yang belum pernah digunakan oleh dinasti raja pada periode sebelumnya yaitu gelar raden mas.

Dilatarbelakangi hal tersebut, dinasti Mataram berupaya melegitimasikan kekuasaannya melalui penyusunan silsilah. Penyusunan silsilah dilakukan melalui babad. Silsilah raja-raja Mataram secara lengkap tercantum dalam Babad Tanah Jawi dan Sejarah Leluhur Dalem saking Pangiwa utawi saking Panengen. Raja-raja Mataram mengaku sebagai keturunan raja Majapahit terakhir yaitu Brawijaya V. Silsilah yang tercantum dalam kedua sumber tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara historis. Silsilah tersebut sengaja dibuat oleh pujangga kraton untuk memenuhi prinsip keunggulan dinasti Mataram.

Keadaan politik kerajaan mataram Islam menjelang meninggalnya Panembahan Anyakrawati tidak dapat dikatakan stabil. Banyak terjadi pemberontakan terhadap kekuasaan raja. Pemberontakan datang dari kadipaten bawahan Mataram bahkan dari kalangan anggota keluarga Mataram sendiri. Selain itu, Mataram harus menghadapi musuh turun temurun sejak Panembahan Senapati yaitu Surabaya dan sekutu-sekutunya antara lain Kediri, Tuban, Pasuruan, Lasem, Madura, dan Sukadana. Surabaya memiliki potensi yang kuat dengan adanya persekutuan dengan daerah-daerah tersebut sehingga mampu bertahan terhadap serangan Mataram. Penyerangan ke Surabaya sudah dilakukan berulang kali, tetapi hingga Panembahan Anyakrawati meninggal pada tahun 1613 M penyerangan belum berhasil menaklukkan Surabaya.
 
Raden Mas Martapura kemudian dinobatkan menjadi raja oleh Adipati Mandaraka dan Pangeran Purbaya. Setelah beberapa waktu, Raden Mas Martapura dinyatakan sakit (gangguan ingatan) sehingga tahta kerajaan mataram diserahkan kepada Raden Rangsang yang terkenal dengan nama Sultan Agung. Pada masa Sultan Agung kerajaan mataram menjadi besar.

1 komentar:

  1. Nyi,

    Menawi kepareng nyuwun dipun kintun silsilah saking BRM Samekto (KGPH Suryokusomo)putro saking Kanjeng Gusti Mangku Negara V. Yen mboten klentu lan miturut sejarah ingkang kulo waos penjeneganipun gadah sedherek ingkang ing tembe jumeneng Mangku Negara VII.

    Matur nuwun, sak derengipun.

    Nuwun.

    Suyanto (Banyuwangi)

    BalasHapus