Selasa, 10 April 2012

NASKAH MERTASINGA: SUMPAH ARYA KUNINGAN ( I )

(Hasil alih aksara dan alih bahasa dari naskah-naskah lama mengenai Babad Cirebon dan Pajajaran)


Kisah dari pertempuran antara Arya Kuningan dengan Dalem Kiban dari Palimanan yang belum menganut agama Islam.

PERTEMPURAN ARYA KUNINGAN DENGAN DALEM KIBAN
(pupuh XL.07 - XLI.02)
Dalem Kiban melihat Arya Kuningan datang dengan gagah berani sambil berteriak, "Hadapi aku kalau kamu berani, jangan bertanding dengan yang lain". Mendengar itu Arya Kiban pun berteriak kepada Sinuhun Purba, "Kalau benar kamu orang yang berlebih, datanglah kesini dan hadapilah aku. Bukannya kamu Arya Sangling yang kuminta, kamu menyingkirlah segera. Suruhlah Sinuhun Jati menandingi aku, bertempur denganku dan jangan yang lainnya. Akan kucincang kesombongan orang-orang yang beragama Islam".
Arya Kuningan sangat marah mendengar tantangan Dalem Kiban itu, dia berkata seraya menudingkan telunjuknya kepada musuhnya, "Kamu tidak usah menyebut-nyebut nama tuanku Kanjeng Sinuhun, lawanlah pembersih kakinya ini dahulu sampai puas. Akulah yang akan menandingimu. Belum pantas kamu menghadapi Sinuhun Jati". Setelah berkata demikian Arya Kamuning segera melarikan kudanya dan bagaikan kilat menyambar Arya Kiban. Akan tetapi yang disambar mengelak, dan kemudian menjejakan kakinya. Dalem Kiban berubah menjadi seekor gajah, yang kemudian dengan belalainya melilit kuda Arya Kuningan sehingga tak bisa bergerak. Kemudian kuda itu dilambungkannya ke atas dan kemudian ditangkap dengan gadingnya. Kuda Arya Kuningan tergelincir, dengan tangkas penunggangnya melompat turun. Arya Kuningan tidak gentar menghadapi kesaktian lawannya itu. Lalu Arya Kuningan maju menerjang gajah tersebut hingga terpelanting jauh, sejauh peluru ditembakan, akan tetapi gajah itu bangun lagi.
Arya Kuningan kemudian menunjukan kesaktiannya, dia segera membaca ajiannya, Aji Pupuh Bayu yang bernama Aji Raga. Dengan kesaktiannya itu dia berhasil melumpuhkan sang gajah hingga lumpuh tak bisa bergerak, dan terguling lemah di tanah. Arya Kiban kemudian melompat dan mencoba untuk menangkap Arya Kuningan. Maksudnya dia ingin mengangkat Arya Kuningan dan kemudian membantingnya. Akan tetapi ternyata dia tak kuat mengangkatnya. Dalem Kiban kemudian mencabut pedangnya dan ditusukan ke dada Arya Kuningan. Akan tetapi pedang itu tak mampu menembus dadanya. Arya Kuningan berkata sambil tertawa terbahak-bahak, "Silahkan keluarkan semua kesaktianmu, akan kulayani". Dalem Kiban berkata, "Jangan banyak bicara karena nyawamu akan kuambil dan kulitmu akan kubuat tambur". Arya Kuningan lalu melemparkan tombaknya, hingga Dalem Kiban jatuh dan terlempar jauh. Dalem Kiban bangun lagi dan kembali menangkap Arya Kuningan. Keduanya bergumul, saling tendang saling beradu kekuatan, yang satu menjatuhkan yang lainnya, mereka saling memukul, akan tetapi keduanya sama kuatnya.

Keduanya bertarung dari pagi hingga malam. Meskipun demikian keduanya tidak merasa lelah karena keduanya sama saktinya. Tidak terhitung lagi banyaknya lembah dan jurang serta karang dan rawa-rawa yang mereka lalui dalam pergumulan ini. Binatang-binatang penghuninya semua terganggu, tidak ketinggalan yang ada di sungai-sungai. Binatang-binatang, baik di air maupun yang di darat melarikan diri sejauh - jauhnya karena ketakutan akan akibat pertempuran kedua orang ini.
Dari langit bangsa Jin banyak yang turun menonton, bangsa Bunendra, bangsa Jar datang berduyun-duyun melihat, juga bangsa Jabal Kap dan bangsa Darujatbana, Raja Tajera juga datang menonton kedua orang yang tengah bertempur ini. Bangsa Banis dan bangsa Darudarja, semua bangsa Jin datang menyaksikan. Pertempuran berlangsung dengan sangat serunya, keduanya saling mendesak dan saling mendorong hingga ke Gunung Maja dan menghantam lereng gunung itu hingga keduanya jatuh terjungkal dan mengeluarkan api. Semua Jin yang menonton di langit gempar membicarakannya.
Melihat itu salah seorang raja Jin, Sultan Baduran, berkata, "He kalian manusia yang tak bosan-bosannya berkelahi, menyingkirlah kalian dari sini. Jangan berkelahi disini dan merusak surganya para Jin". Begitulah seruan itu terdengar oleh yang tengah bertempur. Mereka pun melanjutkan pergumulannya ke lembah, dimana  keduanya jatuh terjembab masuk ke dalam danau sehingga airnya menjadi panas bergolak, dan mengakibatkan banyak ikan mati. Maka keluar Raja Ikan mencari penyebabnya, dan kemudian menegur keduanya, "He kalian berdua yang tengah bertempur, sebaiknya menyingkirlah dari sini, sadarlah kalian dan kasihanilah rakyatku". Mendengar itu, keduanya lalu keluar dari air. Pangeran Kuningan dan Dalem Kiban keduanya merasa bahwa badannya menjadi lebih segar setelah masuk kedalam air.
Kemudian Pangeran Kuningan mohon kepada Yang Maha Esa agar supaya diberikan kemenangan dalam pertempuran ini, akan tetapi rupanya doanya itu tidak dikabulkan karena alam tiba-tiba menjadi gelap gulita dan hujan turun dengan derasnya sehingga tanah berubah menjadi lumpur. Sementara itu Dalem Kiban pun berdoa mohon diberi kemenangan dalam pertempuran ini, yang rupanya dikabulkan doanya. Kekuatannya menjadi berlipat ganda sehingga musuhnya menjadi kewalahan menghadapinya.

SUMPAH ARYA KUNINGAN 
(pupuh XLI.02 - XLI.06)
Seperti sudah sengaja disiapkan sebelumnya, di tanah yang penuh lumpur itu ada tumbuhan menjalar yaitu pohon Oyong , dengan akar dan batang menjalar sangat lebatnya. Dikisahkan, kaki Pangeran Kuningan terjerat batang pohon yang menjalar itu sehingga dia jatuh terjembab. Pangeran Kuningan jatuh dan terbenam dalam lumpur, tak bisa bergerak bagaikan tertindih oleh gunung. Peristiwa ini terjadi pada waktu dhuhur, hari Saptu tanggal 25 bulan Syura. Itu adalah juga waktu yang naas bagi Nabi Muhammad S.A.W. ketika dahulu berperang di Gunung Uhud.
Melihat itu Dalem Kiban gembira dan mengejek musuhnya, "Berdirilah kamu sekarang, jika benar bisa menandingi aku. Walaupun meronta-ronta seperti apa pun kamu tak kan bisa membebaskan dirimu". Mendengar itu Pangeran Kuningan bagaikan diiris kupingnya, dia sangatlah marahnya. Akan tetapi dia tak bisa bergerak karena kakinya terbelit  sangat kuatnya bagaikan diikat oleh rantai besar. Pangeran Kuningan yang tampak hanyalah dari kepala hingga ke dadanya saja, selebihnya terbenam dalam lumpur. Ketika itu keluarlah sumpah Arya Kuningan kepada keturunannya : "Dengan kepastian janji Allah, jangan ada anak keturunanku yang seperti diriku menderita karena pohon Oyong. Kepada anak cucuku janganlah ada yang menanam ataupun menyantapnya".
 
by. Amman N.W.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar