KELAHIRAN DI TEGAL SILIARUM.
PENGANTAR
Dalam
bab-bab sebelumnya dikisahkan mengenai Prabu Mundingkawati ayah dari
Prabu Siliwangi yang gemar berburu kijang. Dikisahkan sang raja
melakukannya secara berlebihan, hal mana telah meresahkan kijang-kijang
siluman yang kemudian melakukan serangan balik kepada sang raja beserta
rakyatnya. Tak ada yang mampu mengalahkan kijang-kijang siluman tersebut
sehingga akhirnya sang raja melarikan diri ke gunung Tarogong yang
terletak di kaki Gunung Guntur di arah barat laut kota Garut sekarang.
IX.06 Prabu Mundingkawati mengungsi (pupuh XLI.10 – XLI.18)
Menghadapi
serangan kidang menjangan yang bertubi-tubi ini, raja Mundhing-kawati
bersama sanak keluarga, isteri dan para pengikutnya pergi mengungsi.
Habis semuanya menyingkir ke segala penjuru, mereka keluar dari kutha
Pajajaran. Mereka pergi berduyun-duyun dengan tergesa-gesa semua
melarikan diri dengan caranya masing-masing. Gunung Tarogong lah yang
menjadi tujuan, tepatnya ke arah utaranya ke Tegal Uwar ayu. Maksudnya
akan pergi bersembunyi untuk menghindar, disitulah tempatnya pandhe siluman, yang awalnya bernama Pagongan alimun. Dahulu
gunung itu termashur dengan nama Gunung Antragangsa. Itulah gunung yang
dituju untuk mengungsi oleh sang Prabu bersama isteri dan para selirnya
yang ikut serta. Dengan tergesa-gesa mereka pergi berduyun-duyun ke
tempat itu, yang tertinggal sudah tidak diperdulikan lagi.
Pada
waktu itu permaisuri raja sang Dewi Terusgandarasa sedang hamil
sembilan bulan, sang Permaisuri berjalan dengan perlahan-lahan seperti
layaknya yang sedang hamil tua. Dalam perjalanan mereka melalui Tegal
Sili yang harum baunya, disitu sang putri dikejutkan oleh Kijang
Langgon, dan Menjangan Gumalunggung.
IX. 07 Kelahiran Siliwangi (pupuh XLI.18 – XLI.27)
Adapun
Prabu Mundhingkawati kepergiannya seperti diburu oleh musuh. Tidak
ingat anak isteri, mereka berlarian menyelamatkan dirinya masing-masing,
sehingga sang puteri yang sedang hamil pun melahirkan bayinya di
Tetegal Sili yang baunya wangi. Sang bayi tidak terasa keluar karena
terburu-buru mengikuti suaminya lari untuk berlindung di gunung
Antragangsa.
Prabu
Mundhingkawati berseru,“He Gunung Tarogong, tolonglah kami yang sedang
prihatin ini yang tengah diburu oleh Kidang sakti dan Menjangan racun.
Semula kidang-kidang itu banyak yang kami buru, adapun sekarang kami ini
yang diburu oleh mereka. Kami diamuki, sedangkan mentri - mentri kami
tidak ada yang mampu menghadapinya. Prajurit kami banyak yang mati,
ditendangi atau digigit. Orang Pakuan semua bubar ke sini dengan maksud
akan menghindar, cepat tolonglah kami”. Dimintai pertolongan dengan
beramai-ramai seperti itu gunung Sanghyang Gunung Tarogong kemudian
terbuka, dan terlihat di dalamnya ada alam lain di perut gunung.
Maka
kemudian Mundhingkawati beserta rombongannya masuk ke dalamnya, ke alam
yang berada di dalam perut gunung. Sesudah masuk semua kemudian gunung
itu menutup kembali seperti semula. Hal ini merupakan meradnya
Prabu Mundhingkawati ke Gunung Tarogong. Mereka tidak akan keluar lagi
selamanya, dan Kidang dan Menjangan itu pun tidak bisa menggangu sang
Prabu lagi. Dikisahkan Dewi Trusgandarasa terkejut ketika dia sadar
bahwa perutnya sudah kosong, perasaannya akan melahirkan namun dia tidak
merasa hamil lagi karena lupa waktu lari tadi.
Permaisuri
menangis dengan sangat sedihnya, “Anakku dimanakah kau berada, dimana
gerangan jatuhnya, siapa yang bisa menemukan bayi kami yang tertinggal
itu?”. Prabu Mundhingkawati menghibur dengan lembut kepada sang
permaisuri yang tengah berduka, “Perihal anak kita yang tertinggal itu,
tentunya dialah yang akan meneruskan peninggalan kita”.
X.01 Kisah bayi Siliwangi yang tertinggal di Tegal Siliarum (pupuh XLII.01 – XLII.07)
Dikisahkan
sekarang mengenai sang bayi yang tertinggal di Tegal Siliarum. Bayi itu
ternyata telah diketemukan oleh seekor induk harimau. Sang harimau
menjilati pepelem sang bayi itu seperti halnya memandikannya, ari-arinya yang tertinggal digigitnya hingga putus dan puput.
Tindakannya sama seperti halnya induk kucing yang tengah membersihkan
anaknya. Sang bayi meronta-ronta, dan tidak lama kemudian induk harimau
itu pergi meninggalkannya.
Lalu
ada seorang pencari kayu bernama Kakek Borit yang melihat ada bayi
tergolek menangis di tengah hutan maka dia pun merasa belas kasihan dan
segera mengambilnya. Bayi itu dibawanya pulang dan diberi nama
Siliwangi, karena asalnya diketemukan di Tegal Siliarum, di pinggir
hutan di gunung. Bayi Siliwangi kemudian dibesarkan di tengah keluarga
pencari kayu itu. Begitulah sebagai anak Kakek Borit, Siliwangi seperti
halnya anak pemungut kayu penampilannya kumuh, dan badannya kotor.
Dengan keadaan seperti itu waktu kanak-kanak, tidak terlihat petunjuk
bahwa dia adalah anak seorang raja. Siliwangi tumbuh sebagai anak kecil
dari gunung yang kotor dan tidak pernah mandi, dengan rambut yang gimbal tidak terurus (bersambung). by Amman Wahju
Tidak ada komentar:
Posting Komentar