Senin, 09 April 2012

WAOSAN BABAD GALUH - KISAH PRABU SILIWANGI

KELAHIRAN DI TEGAL SILIARUM.

PENGANTAR
Dalam bab-bab sebelumnya dikisahkan mengenai Prabu Mundingkawati ayah dari Prabu Siliwangi yang gemar berburu kijang. Dikisahkan sang raja melakukannya secara berlebihan, hal mana telah meresahkan kijang-kijang siluman yang kemudian melakukan serangan balik kepada sang raja beserta rakyatnya. Tak ada yang mampu mengalahkan kijang-kijang siluman tersebut sehingga akhirnya sang raja melarikan diri ke gunung Tarogong yang terletak di kaki Gunung Guntur di arah barat laut kota Garut sekarang.

IX.06   Prabu Mundingkawati mengungsi (pupuh XLI.10 – XLI.18)
Menghadapi serangan kidang menjangan yang bertubi-tubi ini, raja Mundhing-kawati bersama sanak keluarga, isteri dan para pengikutnya pergi mengungsi. Habis semuanya menyingkir ke segala penjuru, mereka keluar dari kutha Pajajaran. Mereka pergi berduyun-duyun dengan tergesa-gesa semua melarikan diri dengan caranya masing-masing. Gunung Tarogong lah yang menjadi tujuan, tepatnya ke arah utaranya ke Tegal Uwar ayu. Maksudnya akan pergi bersembunyi untuk menghindar, disitulah tempatnya pandhe siluman, yang awalnya bernama Pagongan alimun. Dahulu gunung itu termashur dengan nama Gunung Antragangsa. Itulah gunung yang dituju untuk mengungsi oleh sang Prabu bersama isteri dan para selirnya yang ikut serta. Dengan tergesa-gesa mereka pergi berduyun-duyun ke tempat itu, yang tertinggal sudah tidak diperdulikan lagi.
Pada waktu itu permaisuri raja sang Dewi Terusgandarasa sedang hamil sembilan bulan, sang Permaisuri berjalan dengan perlahan-lahan seperti layaknya yang sedang hamil tua. Dalam perjalanan mereka melalui Tegal Sili yang harum baunya, disitu sang putri dikejutkan oleh Kijang Langgon, dan Menjangan Gumalunggung.

IX. 07  Kelahiran Siliwangi (pupuh XLI.18 – XLI.27)
Adapun Prabu Mundhingkawati kepergiannya seperti diburu oleh musuh. Tidak ingat anak isteri, mereka berlarian menyelamatkan dirinya masing-masing, sehingga sang puteri yang sedang hamil pun melahirkan bayinya di Tetegal Sili yang baunya wangi. Sang bayi tidak terasa keluar karena terburu-buru mengikuti suaminya lari untuk berlindung di gunung Antragangsa.
            Prabu Mundhingkawati berseru,“He Gunung Tarogong, tolonglah kami yang sedang prihatin ini yang tengah diburu oleh Kidang sakti dan Menjangan racun. Semula kidang-kidang itu banyak yang kami buru, adapun sekarang kami ini yang diburu oleh mereka. Kami diamuki, sedangkan mentri - mentri kami tidak ada yang mampu menghadapinya. Prajurit kami banyak yang mati, ditendangi atau digigit. Orang Pakuan semua bubar ke sini dengan maksud akan menghindar, cepat tolonglah kami”. Dimintai pertolongan dengan beramai-ramai seperti itu gunung Sanghyang Gunung Tarogong kemudian terbuka, dan terlihat di dalamnya ada alam lain di perut gunung.
Maka kemudian Mundhingkawati beserta rombongannya masuk ke dalamnya, ke alam yang berada di dalam perut gunung. Sesudah masuk semua kemudian gunung itu menutup kembali seperti semula. Hal ini merupakan meradnya Prabu Mundhingkawati ke Gunung Tarogong. Mereka tidak akan keluar lagi selamanya, dan Kidang dan Menjangan itu pun tidak bisa menggangu sang Prabu lagi. Dikisahkan Dewi Trusgandarasa terkejut ketika dia sadar bahwa perutnya sudah kosong, perasaannya akan melahirkan namun dia tidak merasa hamil lagi karena lupa waktu lari tadi.
Permaisuri menangis dengan sangat sedihnya, “Anakku dimanakah kau berada, dimana gerangan jatuhnya, siapa yang bisa menemukan bayi kami yang tertinggal itu?”. Prabu Mundhingkawati menghibur dengan lembut kepada sang permaisuri yang tengah berduka, “Perihal anak kita yang tertinggal itu, tentunya dialah yang akan meneruskan peninggalan kita”.

X.01  Kisah bayi Siliwangi yang  tertinggal di Tegal Siliarum (pupuh XLII.01 – XLII.07)
Dikisahkan sekarang mengenai sang bayi yang tertinggal di Tegal Siliarum. Bayi itu ternyata telah diketemukan oleh seekor induk harimau. Sang harimau menjilati pepelem sang bayi itu seperti halnya memandikannya, ari-arinya yang tertinggal digigitnya hingga putus dan puput. Tindakannya sama seperti halnya induk kucing yang tengah membersihkan anaknya. Sang bayi meronta-ronta, dan tidak lama kemudian induk harimau itu pergi meninggalkannya.
Lalu ada seorang pencari kayu bernama Kakek Borit yang melihat ada bayi tergolek menangis di tengah hutan maka dia pun merasa belas kasihan dan segera mengambilnya. Bayi itu dibawanya pulang dan diberi nama Siliwangi, karena asalnya diketemukan di Tegal Siliarum, di pinggir hutan di gunung. Bayi Siliwangi kemudian dibesarkan di tengah keluarga pencari kayu itu. Begitulah sebagai anak Kakek Borit, Siliwangi seperti halnya anak pemungut kayu penampilannya kumuh, dan badannya kotor. Dengan keadaan seperti itu waktu kanak-kanak, tidak terlihat petunjuk bahwa dia adalah anak seorang raja. Siliwangi tumbuh sebagai anak kecil dari gunung yang kotor dan tidak pernah mandi, dengan rambut yang gimbal tidak terurus (bersambung).  by Amman Wahju

Tidak ada komentar:

Posting Komentar