PEMBANGKANGAN DATUK PARDUN MURID SYEKH LEMABANG
(pupuh LXIV.03 - LXIV.12).
Di
negara Banakeling, murid Syekh Lemabang yang bernama Datuk Pardun
memendam rasa sakit hati dan bermaksud akan mengganggu raja Carbon. Dia
memiliki hubungan yang erat dengan para mahluk halus. Keinginan Datuk
Pardun untuk membalas dendam itu karena gurunya Syekh Lemabang telah
dibunuh oleh orang Carbon. Suatu ketika Panembahan Ratu bermaksud akan
mengunjungi Astana (makam). Saat itu Panembahan masih berada di belakang
barisan upacara. Dikisahkan ketika kepala iring-iringan upacara sudah
sampai di Waringin Jembrak, saat itu Panembahan Ratu masih belum keluar
dari keratonnya.
Datuk
Pardun berdiri menghadang di tengah jalan dengan bertolak pinggang.
Melihat ada orang sakti yang menghadang demikian, maka gempar rombongan
itu. Panembahan Ratu menanyakan sebab musabab dari keributan itu. Salah
seorang pengawalnya menjawab, "Ada orang yang bertolak pinggang
menghalangi perjalanan tuan, walaupun disuruh minggir akan tetapi dia
tidak mau dan tetap berdiri di tengah jalan seperti patung besi".
Panembahan Ratu segera mengulurkan kerisnya kepada lurahnya. Dengan
keris yang berkerangka emas itu Datuk Pardun lalu dilawan sampai
akhirnya dia mati ditusuk keris itu. Akan tetapi Datuk Pardun mati
dengan badan masih tetap berdiri, hal mana cukup menggemparkan yang ada
karena dia nyata-nyata sudah mati. Kiyai Lebe Yusup diserahi tugas untuk
menguburkannya, sedangkan Panembahan Aji kemudian meneruskan
perjalanannya.
Mayat
itu kemudian dikuburkan di sebelah timur jalan, akan tetapi tak lama
kemudian mayat itu muncul dan berdiri lagi di tengah jalan, layaknya
seperti hantu di siang hari bolong. Dikuburkan lagi, tetapi dia berdiri
lagi sambil bertolak pinggang, demikian berlangsung berulang-ulang. Ki
Lebe berpikir, "Kita ini seperti mengubur setan saja badan sudah lelah
akan tetapi tak ada hasilnya". Mayat itu masih berdiri di jalanan, maka
Lebe Yusup segera menyusul tuannya dan memberitahukan mengenai tingkah
laku mayat yang seperti siluman itu. Berkata Panembahan Ratu, "Kuburkan
saja mayat itu di tengah jalan. Maka mayat itu pun segera dikuburkan
sesuai dengan petunjuk Panembahan Ratu..
Lama
kelamaan Panembahan Aji berkeinginan untuk setiap Jum'at hadir di
Mesjid Agung, seperti kebiasaan dahulu pada waktu jamannya Sinuhun Jati.
Pada waktu merayakan Hari Raya Ramadhan Panembahan Ratu melakukan
shalat di Mesjid Agung, sedangkan pada waktu Hari
Raya Haji shalatnya dilakukan di Mesjid Astana. Mesjid Astana ini
adalah wakaf dari Ratu Krawang dan yang mengurus Mesjid Astana ini
bernama Penghulu Krawang.
CATATAN:
Menurut
Purwaka Carbon Nagari (hal.280), peristiwa ini terjadi pada tahun 1571,
dan sumber lain mengatakan bahwa dia adalah anak dari Syekh Lemabang.
Sekarang di depan Pasar Kramat (Gang Kramat, Jl. Siliwangi) terdapat
sebuah batu berbentuk Lingga yang konon merupakan peringatan tempat
terjadinya peristiwa tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar