Senin, 09 April 2012

NASKAH KUNINGAN ( Hasil alih aksara dan alih bahasa dari naskah-naskah lama mengenai Babad Cirebon dan Pajajaran)

NASKAH KUNINGAN: WEJANGAN PANDITA IDHOPI KEPADA ANAK RAJA PAJAJARAN – (2 dari 5).

NASKAH KUNINGAN:
WEJANGAN PANDITA IDHOPI KEPADA ANAK RAJA PAJAJARAN  – (2 dari 5).  
PUPUH V.17 – VI.17

05.       Kaping telu iku rara,
deng penther ing tingal jati,
deng awas ajalullah,
kang luhur enggonira balik,
parwa sukma sajati,
ing mangko sukma sumurup,
maring jasmani nira,
ajir balik sukma sajati,
antepena dingin sukma mangko sukma.

06.       Besuk ya sukma wisesa,
orana lian maning,
kaping pate iku rara,
deng idhep patuting pati,
titipaning yang widhi, 
pakon cegah lan pitutur,
kinon idhep anembah,
olekena iku nini,
maring kang due titipan dipun pasrah.

07.       Sakehing pangidhep pira,
serahena ming kang den idhepi,
terusana ing sipat,
dingin idhep mangko uning,
ing besuk apa maning,
ora lian idhep iku,
kaping limane rara,
leburing papan lan tulis,
dipun teges paworing badan lan nyawa.

08.       Paworing nyawa lan rasa,
tunggal ing dzat jati,
terusana sipat nira,
leburing badan dumadi,
kari nyawa ruhani,
leburing nyawa tumulus,
kari rasa kang tunggal,
ing dzatullah kang sajati,
dingin dzat besuk dat.

Hal ketiga anakku, bentangkanlah penglihatanmu yang sejati. Waspadalah akan ajalullah yang luhur tempat engkau pulang, tempat dari sukma sejati kelak . Sukma sumurup kedalam jasmianimu, dan kemudian lebur kembali menjadi sukma sejati. Telah ditetapkan bahwa bila sekarang sukma, nanti sukma, dan kelak juga ya sukma yang luhur yang  tidak ada lainnya lagi.

Hal keempatnya anakku, ketahuilah mengenai ‘kepatutan dari kematian’ (patuting pati) sebagai titipan dari Yang Widhi. Tidak dapat dicegah dan dipersoalkan, dan harus dihormati. Oleh karena itu anakku, berserah dirilah kepada Yang Maha Memiliki titipan tersebut. Seluruh pengetahuanmu serahkanlah kepada Yang Maha Mengetahui. Kemudian ada ketentuan bahwa bila sekarang mengetahui, nanti mengetahui, kelak tidak ada lain selainnya pengetahuan itu.

Hal kelima anakku, leburnya papan dengan tulisannya. Seperti halnya berbaurnya badan dengan nyawa, berbaurnya nyawa dengan rasa, menyatu dalam Dzat sejati. Kemudian ada sifat bahwa leburnya badan menjadi nyawa ruhani, dengan leburnya nyawa menjadi rasa yang tunggal dalam Dzatullah yang sejati. Sekarang Dzat besok juga Dzat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar