Kali ini blusukan jogja, akan mengulas tentang makam atau tempat
peristirahatan terakhir para raja mataram jawa yakni makan raja di kotagede,
makam imogiri, makam girigondo, makam Astana Mangadeg, dan makam Astana
Girilayu
1. Makam Raja di Kota Gede
Kotagede merupakan sebuah kawasan yang terletak sekitar 10 km sebelah
selatan Kota Yogyakarta. Dahulu, kawasan Kotagede merupakan pusat pemerintahan
Kerajaan Mataram Islam pada pertengahan abad XVI M. Di kawasan ini terdapat
kompleks makam raja-raja Mataram, yang menjadi tempat dimakamkannya Panembahan
Senapati, raja pertama Mataram Islam.
2. Makam Imogiri
Terletak di lereng perbukitan Imogiri, Bantul, Yogyakarta, Makam Imogiri
seolah menegaskan status sosial dan politik orang-orang yang dikuburkan di
tempat ini. Bukit dengan + 409 tangga ini memang dikhususkan untuk makam
raja dan kerabat Kerajaan Mataram Islam serta keturunannya. Bagi masyarakat
Jawa, gunung atau bukit menyimbolkan status yang tinggi sekaligus merupakan
upaya mendekatkan diri dengan Yang Maha Kuasa.
Selain makam Sultan Agung, di tempat ini juga dimakamkan 23 raja keturunan
Sultan Agung, termasuk dari dinasti Kasunanan Surakarta maupun Kesultanan
Yogyakarta. Makam raja-raja ini terbagi ke dalam delapan kelompok, yaitu: 1. Kasultanan Agungan (makam Sultan
Agung, permaisuri, Hamangkurat Amral, dan Hamangkurat Mas); 2. Paku Buwanan (makam PB I,
Hamangkurat Jawi, dan PB II); 3. Kasuwargan
Yogyakarta (makam HB I dan HB III); 4.
Besiyaran Yogyakarta (makam HB IV, HB V, dan HB VI); 5. Saptorenggo Yogyakarta (HB VII, HB VIII, dan HB IX); 6. Kasuwargan Surakarta (makam PB III,
PB IV, dan PB V); 7. Kapingsangan
Surakarta (makam PB VI, PB VII, PB VIII, dan PB IX); 8. Girimulya Surakarta (makam PB X, PB XI, dan PB XII).
Secara umum denah atau susunan makam raja-raja ini menyerupai segitiga.
Pada bagian atas terdapat makam Sultan Agung, di sisi timur terdapat makam
Raja-raja Kesultanan Yogyakarta, dan di sisi barat terdapat makam Raja-Raja
Kasunanan Yogyakarta. Pemisahan makam raja-raja keturunan Sultan Agung
merupakan imbas dari perlawanan yang dilakukan oleh Pangeran Mangkubumi
(Hamengku Buwono I) terhadap kakaknya, Paku Buwono II. Akibat perang tersebut,
muncul Perjanjian Giyanti (tahun 1755 M) yang memisahkan Kerajaan Mataram Islam
menjadi Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
Makam ini merupakan tempat pemakaman kerabat Paku Alam. Di sini dimakamkan
KGPAA Paku Alam V, VI, VII, VIII beserta keluarganya, sedangkan KGPAA Paku Alam
I sampai dengan IV dimakamkan di pemakaman Hastorenggo, Kotagede, Yogyakarta.
Penuhnya areal pemakaman di Hastorenggo, membuat Paku Alam V akhirnya mencari tempat lain untuk pemakaman kerabat Paku Alam,
yaitu di Girigondo ini. Latar belakang pemilihan lokasi makam di Kulonprogo ini
berkaitan erat dengan asal-usul KGPAA Paku Alam V yang merupakan putra KGPAA
Paku Alam II dari Garwo Raden Ayu Resminingdyah yang berasal dari Trayu,
Tirtarahayu, Galur, Kulonprogo
3. Makam Girigondo
Terletak di area perbukitan menoreh, Komplek Pemakaman Astana Girigondo ini diperuntukkan bagi para Raja dan kerabat
Pakualaman. Astana Girigondo pertama kali digunakan sebagai makam KGPAA Paku
Alam V, yaitu pada bulan September 1900. Kompleks makam ini secara garis besar
dibagi menjadi 6 teras, dan tiap-tiap teras dihubungkan dengan tangga. Pada
teras I (yang paling tinggi) dikelilingi tembok dan pagar besi setinggi 2,40 m
dengan gapura masuk dan pintu gerbang dari besi.
Makam ini merupakan tempat pemakaman kerabat Paku Alam. Di sini dimakamkan
KGPAA Paku Alam V, VI, VII, VIII beserta keluarganya, sedangkan KGPAA Paku Alam
I sampai dengan IV dimakamkan di pemakaman Hastorenggo, Kotagede, Yogyakarta.
Penuhnya areal pemakaman di Hastorenggo, membuat Paku Alam V akhirnya mencari tempat lain untuk pemakaman kerabat Paku Alam,
yaitu di Girigondo ini. Latar belakang pemilihan lokasi makam di Kulonprogo ini
berkaitan erat dengan asal-usul KGPAA Paku Alam V yang merupakan putra KGPAA
Paku Alam II dari Garwo Raden Ayu Resminingdyah yang berasal dari Trayu,
Tirtarahayu, Galur, Kulonprogo
3. Makam Girigondo
Terletak di area perbukitan menoreh, Komplek Pemakaman Astana Girigondo ini diperuntukkan bagi para Raja dan kerabat
Pakualaman. Astana Girigondo pertama kali digunakan sebagai makam KGPAA Paku
Alam V, yaitu pada bulan September 1900. Kompleks makam ini secara garis besar
dibagi menjadi 6 teras, dan tiap-tiap teras dihubungkan dengan tangga. Pada
teras I (yang paling tinggi) dikelilingi tembok dan pagar besi setinggi 2,40 m
dengan gapura masuk dan pintu gerbang dari besi.
4. Makam Astana
Mangadeg
Kompleks pemakaman untuk penguasa awal ("Mangkunagara") dan
kerabat dekat (dhalem) Praja mangkunegara . Di kompleks ini dimakamkan
Mangkunegara I (MN I), MN II, dan MN III; pemakaman ini berada di puncak bukit
kecil (bernama Bukit Mangadeg) di kaki Gunung lawu, di sebelah timur pusat
Kecamatan Matesih. Tempat ini sendiri sebelumnya adalah tempat Mangkunagara I
bersemedi pada masa perjuangannya (sebelum menjadi raja ia bernama R.M. Said)
5. Makam Astana Girilayu
Kompleks pemakaman untuk penguasa ("Mangkunagara") dan
kerabat dekat (dhalem) Praja Mangkunegara. Di kompleks ini dimakamkan
Mangkunegara IV, Mangkunegara V, mangkunegara VII dan Mangkunegara VIII
(penguasa terakhir yang mangkat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar