Selasa, 10 April 2012

NASKAH MERTASINGA – PERDEBATAN DENGAN SYEKH LEMABANG ( I )


(Hasil alih aksara dan alih bahasa dari naskah-naskah lama mengenai Babad Cirebon dan Pajajaran by Amman N W)
 
WALISANGA MENGHADIRI WAFATNYA SUNAN AMPEL 
(pupuh XXII.48 - XXII.53)
Kita tinggalkan dahulu kisah mengenai Carbon, Sinuhun Purba diminta untuk datang ke timur karena diperoleh khabar bahwa Sunan Ampel telah wafat. Para Wali yang sembilan semuanya datang berkumpul disana untuk mengurus dan menyempurnakan jenazah Sunan Ampel, yang kemudian dimakamkan di Ampel Denta. Sesudah itu para wali berkumpul di tempatnya Sunan Giri Gajah di Gresik. Wali yang sembilan sama-sama akan membicarakan ilmunya, ilmu Walisanga yang ma’rifat. Para wali yang berkumpul yaitu: Sunan Bonang, Syekh Majagung, Sunan Jati Purba, Syekh Benthong, Sunan Kalijaga, Syekh Maulana Magribi, Syekh Lemabang, Sunan Giri, dan Sunan Kudus .

PERDEBATAN PARA WALI DENGAN SYEKH LEMABANG ( I ) 
(pupuh XXII.54 - XXIII.08)
Dalam pertemuan ini kemudian Walisanga bersepakat untuk bertukar pikiran menyingkapkan rahasia, dan membicarakan hal yang sudah sama-sama diketahuinya, amingkis tedeng-megat balabare dipun sami aliman mutakaliman (menyingkapkan tabir penghalang, menguraikannya untuk sama-sama diketahui), masing-masing akan mengungkapkannya secara terbuka. Dengan kesepakatan seperti itu, satu persatu para wali itu menyampaikan pendapatnya. 
Sunan Bonang berkata :
"Kang aran Allah iku, ya Allah jatine dede dzat  kang sinembah kang disembah boten wonten sanes sipun, inggih punika tekad kula".
Syekh Majagung berkata :
"Kang aran Allah iku nyatane boten wonten anging dzat kang asih kang tunggal tan ana roro tetelu, punika tekad kula".          
Sinuhun Jati berkata :
"Kang aran Allah iku Pangeran kang darbe warna, ing warnane kang sipate kuline wajib mokhal wenang, inggih punika tekad kula".
Sunan Kalijaga berkata :
"Kang aran Allah iku tan ana sanes anging dzat kang tumunggal inggih kang tinenggalan ing siang lawan dalu, inggih punika tekad kula".
Syekh Benthong berkata :
"Kang aran Allah iku jatine inggih  punika tan liyan nanging dede punika ing sajati jati nipun inggih punika tekad kula"
Syekh Maulana Magrib berkata :
"Kang aran Allah iku inggih punika jatine nanging dede kang jasad yenta tan wonten jasad yaktine inggih puniku, punika tekad kula".
Sunan Giri berkata :
"Kang aran Allah iku lar gumbumulah wayange sapa waraha aran nanging yen ta sun arana yaiku nama nisun nanging samangko pened ana nisun kang sajati jujuluk Prabu Sasamat, inggih punika tekad kula".
Sunan Kudus berkata :
"Kang aran Allah iku punika kados anggen ing sare enjang sonten nipun ing tenggele ing bedane tan beda, inggih punika tekad kula".
Syekh Lemabang, dengan suara keras berkata :
"Iya isun kang aran Allah iki, ora nana roro telu, ing ngendi ana maning ingkang nama Allah saliyane saking ngisun". (Akulah yang bernama Allah itu, tidak ada dua tiganya dimana lagi ada yang namanya Allah selain aku).

Maulana Magrib memotong: "Ini namanya jisim, mustahil Allah itu berbentuk". Syekh Lemabang menjawab dengan membentak, "Aku tidak ingin menutup-nutupi, bukankah tadi sudah sepakat bahwa kita akan membuka diri tanpa ada yang ditutup-tutupi. Mengapa sekarang jadi begini bukankah itu namanya mementahkan kesepakatan".
Maulana Magrib berkata: "Tuan Syekh Lemabang, tuan akan mendapat hukuman kalau masih berpikir seperti itu". Syekh Lemabang dengan keras menjawab: "Aku tidak takut. Sekarang berani nanti pun aku berani, tidak akan aku bergeser dari keyakinanku. Kapan saja dijatuhkan hukuman itu kepadaku, aku tidak takut, aku ini sudah sedia untuk mati".  Syekh Benthong berkata: "Pastinya tuan ini sudah menjadi orang kafir, dan patut dimusnahkan kalau tekadnya seperti itu".
Sunan Jati berkata: "Perihal menjatuhkan hukuman kepada Syekh Junti, aku minta tuan-tuan bersabar dahulu. Karena ini baru pertama kalinya, seharusnya para wali dapat memaafkannya. Kalau nanti sampai kelak begitu terus tidak menghiraukan nasihat, dan melawan sampai tiga kali, maka baru patut untuk dihukum mati". Syekh Benthong turut menengahi dan berkata: "Betul sekali apa yang dikatakan Nata Carbon ini, karena sebelum kita membunuh kadang-kadang harus mendengarkan  kepada orang yang lupa itu dan memberinya kesempatan untuk meminta tobat. Sungguh Allah itu Maha Pemaaf, sifat-Nya Rachman dan Rochim, oleh karena itu sekarang aku minta kepada semuanya untuk melupakan dan mohon kesabarannya". Walisanga semua akhirnya sepakat dan mufakat mengenai penyelesaian masalah ini.
(bersambung).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar