SYEKH LEMABANG DIJATUHI HUKUMAN
(pupuh XXXIII.04 - XXXIII.26)
Dikisahkan
kemudian pada bulan Syawal, hari Senin tanggal sembilan, para Wali
semua berkumpul di Mesjid Pakungwati. Para Wali melanjutkan pembicaraan
mengenai hukuman yang akan dijatuhkan kepada Syekh Lemabang. Berkata
Sunan Kudus kepada Ki Badiman, "He engkau Badiman, pergilah cepat
kehadapan Syekh Lemabang dan persilahkan beliau datang dengan segera ke
Mesjid Pakungwati". Ki Badiman menerima perintah itu dan dia pun segera
hilang dari pandangan.
Tidak
dikisahkan perjalanannya, Ki Badiman telah tiba di hadapan Syekh Junti,
dan Ki Badiman menyampaikan pesan Sunan Kudus, "Kanjeng Tuan Syekh
Lemabang, tuan dipersilahkan datang ke Grage". Akan tetapi undangan
tersebut dijawab oleh Syekh Lemabang, "Disini tidak ada Syekh Lemabang,
yang ada disini adalah Allah". Maka dengan tangan hampa sang utusan
itupun segera mohon diri. Setibanya di Grage Ki Badiman segera
menyampaikan laporannya kepada Sunan Kudus, "Palamarta Kanjeng Wali,
hamba telah diutus memanggil Syekh Lemabang, namun hamba memperoleh
jawaban bahwa Syekh Lemabang tidak ada dan yang ada adalah Allah".
Mendengar laporan demikian Sunan Kudus tak dapat menahan dirinya, dia
melompat
bangun dan dengan amarah mencabut pedangnya hendak memotong kepala sang
utusan. Syekh Magribi dengan tergopoh-gopoh memukul pedang tersebut
hingga terpelanting dan Pangeran Kejaksan kemudian datang menenangkan
hati Sunan Kudus. Setelah tenang hatinya berkata Syekh Magribi, "He
Badiman, bilamana demikian jawabnya, pergilah kembali dan katakan kepada
Syekh Lemabang bahwa yang namanya Gusti Allah itu diminta datang kemari
dengan cepat, bawalah dia bersamamu".
Demikianlah
Ki Badiman pergi lagi dan dikisahkan telah tiba di hadapan Syekh
Lemabang. Kemudian kepada Syekh Lemabang, Ki Badiman berkata dengan
penuh hormat, "Gusti Allah dipersilahkan datang ke mesjid di Grage".
Kali ini mendengar undangan tersebut Syekh Lemabang menjawab, "Yang ada
disini adalah Syekh Lemabang". Mendengar itu Ki Badiman pun mohon pamit
lagi, dan dia menjadi sangat bingung dalam hatinya. Setibanya di Mesjid
Pakungwati, lalu segera menyampaikan jawaban yang didengarnya. "Mohon
ampun hamba, hamba telah gagal mengemban perintah tuan. Hamba telah
menerima jawaban bahwa sekarang yang bernama Allah itu tidak ada, karena
Syekh Lemabang lah yang ada".
Mendengar
itu Sunan Kudus sudah tak dapat menahan amarahnya lagi, dia melempar
muka Ki Badiman dengan sarungnya. Melihat demikian Sunan Kalijaga
tertawa dan kemudian berkata, "Sunan Kudus, mengapa jadi begitu.
Melampiaskan amarah kepada panakawan. Kelak tuan akan menerima ajal dari
tangan seorang panakawan yang bernama Tanda Jupu". Mendengar hal itu
Sunan Kudus tertunduk kepalanya dengan penuh penyesalan. Sunan Giri juga
berkata, "Panakawan itu tahu apa".
Begitulah
kemudian Sunan Bonang berkata, "He Badiman cepatlah kamu kembali lagi
dan katakanlah kepadanya bahwa keduanya dipersilahkan datang". Ki
Badiman pun kembali lagi ketempat Syekh Lemabang dan cepatnya ceritera
dia sudah tiba di hadapan Syekh Lemabang dan berkata, "Syekh Lemabang
beserta Allah keduanya dipersilahkan datang ke Mesjid Agung Grage".
Akhirnya Ki Badiman berhasil dan kemudian keduanya pun pergi menuju
Grage.
Dikisahkan
keduanya telah tiba, dan setelah bertukar salam hormat kepada para wali
yang hadir, Syekh Lemabang kemudian duduk. Kemudian Pangeran Kejaksan
berkata, "Tuan seperti yang telah disampaikan sebelumnya, tuan akan
menerima hukuman". Syekh Lemabang menjawab, "Silahkan hamba dihukum".
Maka Syekh Lemabang pun segera diikat. Akan tetapi tali temali itu tak
dapat mengikatnya dan terlepas dengan sendirinya dari tubuhnya. Pangeran
Majagung kemudian berkata, "Apakah Syekh Junti ini belut, badannya
licin tidak bisa diikat. Tidak begitu sifat orang yang luhur". Maka
akhirnya tali temali itu dapat mengikat badannya, Syekh Lemabang dibawa
keluar dan diikat di bawah pohon Tanjung. Segera Sinuhun Purba
menyerahkan kerisnya yang bernama Sangyang Naga kepada Sunan Kudus yang
menerimanya untuk melaksanakan hukuman itu.
Keris
Sangyang Naga ditusukan ke dada Syekh Lemabang, akan tetapi bagaikan
beradu dengan besi landasan, keris itu tak mampu menembus kulitnya,
bahkan bagaikan beradunya besi, api memercik dari tubuhnya. Pangeran
Makdum kemudian menegur, "Apakah badanmu itu batu ataukah besi ditusuk
sampai keluar api. Seharusnya tidaklah demikian orang yang mengaku
namanya Allah itu". Setelah dikatakan demikian, maka kerispun kemudian
mampu menembus dadanya hingga tembus ke belikat kirinya. Kemudian dari
tubuh Syekh Lemabang mengalir darah berwarna putih. Melihat itu Syekh
Benthong menegurnya dari kejauhan, "Apakah itu cacing yang darahnya
berwarna putih, tidaklah demikian orang yang mengaku dirinya Allah".
Maka kemudian mengalirlah darah berwarna merah dari tubuhnya.
Sejenak
terdengar Syekh Lemabang mengerang, "Al Haq, Al Haq". Berkata Sunan
Giri, "Yang begitu itu adalah orang kapir, akan tetapi kematiannya
sempurna. Entah bagaimana batinnya kelak, akan tetapi telah sempurna
dhohirnya". Syekh Majagung berkata, "Batinnya sudah nyata terlihat oleh
orang banyak yang menyaksikan". Sinuhun Jati berkata, "Akan menjadi
sempurna bilamana terlihat wafatnya". Jenazah itu tiba-tiba musnah tak
terlihat bentuknya. Sinuhun Jati lalu berkata, "Apakah ini matinya
syetan, bisa hilang dan timbul seperti itu, tidak begitu jenazahnya
orang yang mulia". Maka jenazah itu pun tampak kembali seperti
seharusnya.
Syekh
Lemabang sudah meninggal dengan sempurna di hadapan para Wali. Sunan
Kudus berkata, "Orang itu jelek cara meninggalnya, bukankah telah sirna
hidupnya". Lalu jenazah itupun menghilang dengan
disertai oleh awan gelap yang meliputi langit dan diikuti hujan lebat.
Alam jagat menjadi sangat mencekam, bumi terasa berguncang dan
rumah-rumah roboh serta gunung terdengar bergemuruh. Demikian juga
pepohonan besar bergoyang mengikuti guncangan gempa bumi.
Kemudian
terdengar suara yang ditujukan kepada Pangeran Pasarean, "Pangeran,
Raden sudah pasti akan menjadi raja yang mulia, serta tak ada yang
berani kepada raja Pakungwati. Memerintahlah dengan tulus mukti serta
berwibawa. Tetapi kelak di kemudian hari, anak cucumu berhati-hatilah,
janganlah berbuat sewenang-wenang. Akan datang kerbau putih bermata
kucing, dari ujung barat datangnya. Saat itu anak cucu kelak tidak ada
yang memerintah, dan akan menderita dibawah perintah, serta menjadi
jajahan dan budak dari raja yang datang dari orang kebanyakan". Setelah
selesai pesan itu, keadaan pun menjadi tenang kembali. Sinuhun Jati
sangat berbahagia dan mengucapkan syukur kepada Yang Maha Esa.
Sesudah demikian lalu Sunan Bonang berkata, "Kepada anakku Pangeran Pasarean, anakku seyogyanya mencamkan apa yang telah dikatakan tadi mengenai anak keturunanmu. Karena yang namanya wali itu tidak akan mengulangi kata-katanya". Yang diajak bicara menjawab, "Hamba hanya mohon berkah Kanjeng rama mudah-mudahan anak cucu kelak tidaklah demikian halnya".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar